Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenangan Meliput Gerhana Matahari Total 2016

8 April 2024   17:10 Diperbarui: 8 April 2024   17:20 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gerhana Matahari Total (Sumber: Kompas.com)

Kenangan Meliput Gerhana Matahari Total 2016

Oleh: Sultani

Hari ini beberapa media menampilkan berita tentang Gerhana Matahari Total yang hanya bisa disaksikan secara langsung dari 3 negara, yakni Meksiko, Amerika Serikat, dan Kanada.  Fenomena alam yang disebut-sebut cuma bisa diamati 2 kali seumur hidup manusia ini durasinya selama 3-4 menit saja. (CNBCIndonesia.com, 8/4/2024)

Gerhana Matahari Total adalah fenomena ketika Bulan melintas di antara Bumi dan Matahari. Kejadian tersebut membuat cahaya Matahari akan tertutup dan Bumi akan gelap seperti layaknya fajar atau senja. Menurut Badan Meteoroligi Klimatolofi dan Geofisika (BMKG), Gerhana Matahari Total hari ini akan berlangsung selama beberapa fase. Diawali dengan fase Gerhana Matahari Sebagian, Gerhana Matahari Total, puncak Gerhana Matahari Total, dan terakhir Gerhana Matahari Sebagian. (Detik.com, 8/4/2024)

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering mengalami kejadian gerhana matahari, baik total maupun sebagian. Untuk GMT 8 April 2024 ini, Indonesia tidak bisa menyaksikannya secara langsung. GMT terakhir di Indonesia terjadi pada 9 Maret 2016.


Gerhana Matahari Total tahun 2016 merupakan kejadian langka karena GMT akan kembali berlangsung di tempat yang sama harus menunggu selama 350 tahun lagi. Dampak dari GMT ini, sebagian bumi akan terkena bayangan gelap Bulan, sehingga tidak bisa melihat matahari.

Fenomena tanpa matahari di siang hari ini akan melintasi 11 Provinsi, yakni Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

Kota-kota besar yang dilalui Gerhana Matahari Total adalah Muko-Muko (Bengkulu), Palembang, Tanjung Pandan, Palangkaraya, Balikpapan, Palu dan Ternate. `Diantara kota-kota tersebut, Kota Palu merupakan kota yang paling terdampak dari Gerhana Matahari Total

Gerhananya sendiri terjadi pagi hari, namun kejadian waktu GMT akan berbeda-beda di setiap wilayah. BMKG telah memperkirakan, gerhana akan mulai pukul 06.20 WIB di Palembang dan mencapai puncaknya pukul 07.21 WIB; Wilayah Tanjung Pandan gerhana mulai pukul 06.21 dan mencapai puncaknya 07.23 WIB; sedangkan wilayah Palangkaraya mulai pukul 06.23 dan mencapai puncaknya 07.30 WIB.; dan di wilayah Bengkulu (Muko-Muko), gerhana akan mencapai puncaknya pukul 07.19 WIB.

Sementara untuk wilayah Tengah, yaitu Palu mulai gerhana pukul 07.27 WITA dan mencapai puncaknya pukul 08.38 WITA. Hal ini berbeda dengan bagian Indonesia Timur, yaitu Ternate, gerhana mulai pukul 08.36 WIT dan mencapai puncaknya 09.52 WIT.

GMT di Poso

Saat GMT 2016 saya bersama 2 rekan peneliti dan beberapa wartawan mendapat tugas untuk mengamati fenomena ini di Sulawesi Tengah. Di sini, ada beberapa titik yang ikut terdampak gelap yang harus diamati juga, yaitu di Poso dan Taman Lore Lindu. Palu yang diperkirakan paling terdampak sudah diliput satu wartawan, satu fotografer, dan satu peneliti.

Saya kebagian tugas mengamati fenomena GMT di Poso. Satu hari sebelum GMT kami masih di Palu membahas isu-isu penting untuk dikaji terkait fenomena di luar efek gelapnya saja. Setelah semua ide dibungkus, kami langsung bergerak ke pos tugas masing-masing. Dua rekan bergabung dengan timnya, saya berangkat sendiri bersama sopir mobil rental ke Poso.

Ilustrasi warga berkumpul di lapangan untuk menyaksikan gerhana matahari 2016 (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi warga berkumpul di lapangan untuk menyaksikan gerhana matahari 2016 (Dokumentasi pribadi)

Jam 5 sore kami tinggalkan Palu menuju Poso. Perjalanan kurang lebih 4 jam lamanya. Jam 9 tiba di Poso yang suasananya agak mencekam. Beberapa penginapan kami lewati karena tidak direkomendasikan oleh sopir, yang ternyata orang asli Poso. Katanya, hotel-hotel itu terkenal dengan cerita seramnya sehingga tidak pernah dapat tamu.

Memang benar, di hotel-hotel yang saya minta untuk mampir nuansa mistiknya sangat terasa, dan situasinya benar-benar sepi. Tidak ada tamu yang lalu lalang, selain karyawan hotel. Itu pun hanya satu dua orang.

Sopir lebih merekomendasikan penginapan jenis losmen yang ada di tengah kota. Selain aman dari gangguan makhluk astral, suasananya juga ramai. Saya oke saja, dan akhirnya kami pun menginap di salah satu losmen yang cukup besar tempat parkirnya. Ketika kami masuk, sudah ada beberapa mobil yang parkir di sini.

Setelah menyelesaikan urusan administrasi di meja resepsionis kami janjian untuk ketemu di situ lagi satu jam kemudian untuk keluar cari makan. Kami terus berpisah ke kamar masing-masing. Sekitar jam 10 lewat kami cari makan di warung ikan bakar yang ada dekat losmen. Acara makan malam ini menjadi penutup kegiatan saya setelah seharian keliling Palu-Poso.

Jam 6.30 mobil kami sudah terparkir di pinggir lapangan Desa Kalora, pusat kegiatan pengamatan GMT di Poso. Para wartawan lokal dan luar negeri sudah bersiap dengan posisi kamera menghadap ke langit, para peneliti dari perguruan tinggi seperti Observatorium Bosscha ITB juga telah stand by dengan kamera perekam gerhana matahari, warga juga terus berbondong-bondong memenuhi lapangan yang berada di tengah-tengah desa ini.

Mengintip matahari dengan teropong (Dokumentasi pribadi)
Mengintip matahari dengan teropong (Dokumentasi pribadi)

Saya langsung bergabung ke dalam lautan manusia yang sudah berkumpul di sekitar panggung, yang menjadi pusat komando kegiatan pengamatan GMT. Saya mendekati para wartawan foto yang standby di hadapan kameranya masing-masing, berkenalan dan mengobrol.

Sepintas saya perhatikan, ternyata kamera dan lensa yang dipasang untuk memotret matahari harganya pasti tidak main-main. Kamera Digital SLR bermerek dengan lensa tele yang panjang dan berat sehingga harus ditopang dengan tripod yang kaki-kakinya besar dan kokoh.

Sambil menunggu datangnya gerhana, saya keliling mencoba kamera-kamera perekam gerhana yang dipasang berjejer di sepanjang lapangan. Dari lubang intipnya, kita bisa melihat dengan jelas posisi matahari yang akan dilintasi oleh bulan sesaat lagi.

Warga antusias ingin melihat matahari menggunakan teropong khusus (Dokumentasi pribadi)
Warga antusias ingin melihat matahari menggunakan teropong khusus (Dokumentasi pribadi)

Warga yang hiruk pikuk dengan kaca mata gerhana yang dibagi-bagikan panitia menjadi pemandangan menarik untuk diabadikan. Kesempatan ini tidak dibiarkan lewat begitu saja tanpa dipotret. Boleh dibilang, aktivitas terbanyak saya pagi itu adalah memotret perilaku masyarakat di lapangan saat menunggu datangnya GMT.

Dari panggung terdengar panitia mulai mengumumkan periode gerhana matahari total dari 10 menit menuju ke 5 menit, dan akhirnya sampai pada 1 menit. Hitungan mundur pun mulai dilakukan secara bersama-sama dari detik ke-20. Di bawah pimpinan panitia dengan pengeras suara, hitungan mundur pun terdengar bergema di seluruh lapangan yang dimulai dari 20 detik dan seterusnya.

Panitia juga menginformasikan tentang fenomena yang akan terjadi ketika GMT mencapai puncaknya. Sinar matahari pun mulai meredup secara perlahan-lahan diikuti dengan suasana alam yang gelap. Makin kecil hitungan detik makin gelap keadaan di lapangan Desa Kalora.

Warga antusias ingin menyaksikan gerhana matahari total dengan kacamata khusus (Dokumentasi pribadi)
Warga antusias ingin menyaksikan gerhana matahari total dengan kacamata khusus (Dokumentasi pribadi)

Hingga sampai pucak GMT alam benar-benar hitam pekat, dan gelap gulita. Suara ayam berkokok pun langsung terdengar bersahutan di sekitar lapangan. Kekaguman masyarakat dengan fenomena yang baru dirasakan hari itu tercurah dalam ungkapan doa-doa dan pujian terhadap kebesaran Tuhan. Saat itu, lapangan Kalora yang selama ini sepi, menjadi pusat doa semua umat beragama yang hadir di situ.

Suara panitia tetap menggelegar meminta agar warga tidak panik dengan perubahan suasana alam dari terang ke gelap secara drastis. Ini semua adalah fenomena yang menampakkan keajaiban alam. Warga pun diminta untuk tetap berdoa dan memuji kebesaran Tuhan dengan fenomena GMT ini.

Pantulan bayangan matahari menjelang gerhana (Dokumentasi pribadi)
Pantulan bayangan matahari menjelang gerhana (Dokumentasi pribadi)

Ketika posisi bulan mulai bergerak hendak meninggalkan matahari, panitia pun langsung mengingatkan sehingga warga tetap sadar dan menunggu momen perubahan suasana alam berikutnya, yaitu dari gelap menuju terang. Saya menyaksikan di ujung langit, yang tadinya hitam pekat mulai berubah menjadi abu dan daun-daun pohon pun mulai tampak pelan-pelan.

Orang-orang yang dari tadi ribut dengan doa-doanya mulai tampak mukanya secara perlahan-lahan. Seiring pergerakan bulan yang menjauhi matahari, sinar matahari pun mulai menampakkan dirinya pelan-pelan. Hingga akhirnya bulan benar-benar menjauh, matahari pun kembali bersinar dengan normal. Lapangan Desa Kalora pun mendapat sinar matahari secara utuh seperti biasanya.

Warga yang tadinya berteriak keheranan di tengah lapangan, kini mulai berpindah ke rumah mereka masing-masing. Tinggal wartawan, panitia, dan para peneliti saja yang membereskan peralatan mereka. Satu per satu mereka pun pergi meninggalkan lapangan. Dan kini, lapangan Kalora kembali sepi seperti hari-hari sebelumnya.  

Siang itu juga kami langsung masuk ke mobil dan langsung bergerak ke Kota Palu dengan membawa cerita, data, dan foto-foto bersejarah.  

Depok, 8 April 2024


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun