Mohon tunggu...
Tri Siwi Ageng Sukmawati
Tri Siwi Ageng Sukmawati Mohon Tunggu... Ingin menjadi penulis industri

Saya senang menulis berbagai tulisan, mulai dari cerita pendek, puisi, fabel, hingga artikel. Artikel yang banyak saya tulis mengenai lifestyle terutama hobi. Selain itu saya juga senang menulis microblog tentang berbagai insights yang menurut saya pantas dibagikan.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Mimpi Indah, Selina.

28 Mei 2025   10:18 Diperbarui: 28 Mei 2025   10:18 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Aku menatap lekat-lekat sebuah paket yang diantarkan oleh petugas pos pagi ini. Tidak ada nama pengirimnya, hanya keterangan bahwa paket ini dikirimkan oleh Yayasan Surya Jiwa, salah satu yayasan yang menjadi rumah bagi orang-orang dengan penyakit mental. Perasaanku mengatakan bahwa ini mungkin darinya, namun aku kurang tahu pasti. Segera saja aku bawa paket tersebut naik ke kamarku. Kuletakkan paket itu di karpet, kemudian aku duduk bersila dan segera membukanya. Aku terkesiap ketika melihat isi paket itu. Sebuah lukisan petir yang sangat indah dan terasa sangat nostalgia untukku. Pandanganku kemudian tertuju pada foto-foto yang tertempel di papan di atas meja, bersamaan dengan semua kenangan yang secara otomatis ikut terputar dalam benakku.

Tiga tahun lalu, aku putus dari kekasihku. Tidak pernah tidak sedih aku mengingatnya. Bagaimana seorang yang sangat lembut, baik budi, dan tidak satu kata pun yang ia lontarkan pernah menyakitiku, berubah menjadi sosok yang dengan mudahnya mengayunkan tangannya padaku. Tidak hanya ia berubah menjadi kasar, ia juga meninggalkan semuanya. Program magisternya, tesisnya, pekerjaannya. Ia praktis meninggalkan hidupnya. Hingga aku tidak bisa menahannya lagi dan memilih mengakhiri hubunganku dengannya. Aku meninggalkannya. Aku meninggalkannya dimakan habis oleh skizofrenia.

Berbusa mulutku dan lelah batinku berusaha membujuknya untuk berobat. Mulanya, ia menolak dengan keras permintaanku ini, berkata bahwa ia akan baik-baik saja dan hanya membutuhkanku di sisinya. Aku tahu itu tidak benar dan tidak pula aku gentar. Aku menghabiskan banyak waktu di perpustakaan kampus, membaca banyak buku psikologi medis untuk membantuku memahami apa yang sedang terjadi padanya. Semakin aku membaca, semakin aku memahami bahwa penyakit ini akan memakan jiwanya habis bila tidak segera ditangani, sehingga aku terus memaksanya berobat. Namun yang terjadi, ia melayangkan tamparan pertama di pipiku, membuatnya merah padam. Aku tidak juga gentar, namun ia juga semakin liar. Ia mulai absen kuliah hingga harus mengulang semester, kerapkali main tangan, dan sering tidak bisa kutemukan keberadaannya. Aku menyerah. Kutinggalkan sepucuk catatan di kamarnya dan memutuskan hubungan dengannya. Terakhir kali kudengar dari temannya, ia dimasukkan ke yayasan itu.

Aku menghela napas berat. Bukan hal yang mudah untuk meninggalkannya, bahkan dengan apa yang sudah kualami. Kutatap lukisan petir itu dan tersenyum getir. Ia memang selalu tahu cara untuk meluluhkan hatiku. Ingatanku kembali ke masa itu, masa yang tidak bisa diulang sekeras apapun aku mencoba.

"Kenapa kamu terus memberiku foto-foto petir ini? Tidak adakah foto lain? Bunga misalnya?" tanyaku

"Petir itu mirip kamu, tahu?"

Aku menatapnya bingung kemudian tertawa lembut, "Mau menjelaskan?"

"Kamu tahu, 'kan aku suka Arctic Monkeys, band dari Inggris itu. Salah satu lagu kesukaanku adalah She's Thunderstorms. Lagu itu sepertimu, membuatku berdebar, seolah darahku naik turun, bahkan hanya dengan melihatmu berdiri dari kejauhan. Seperti petir yang semakin mendekat, seolah-olah kamu mengirimkan aliran elektrik yang membuatku bersemangat dan berdebar." ujarnya sambil mengacak-acak rambutku gemas. "Kamu juga kan, suka tidur sambil mendengarkan suara petir dan hujan."

Aku menepis tangannya dari rambutku, berpura-pura kesal. "Kok kamu bisa tahu?" tanyaku bingung.

"Pencarianmu di Youtube bilang begitu. Jadi, ini seperti jimat, biar tidurmu selalu nyenyak."

Aku tertawa mendengarnya. "Ide bagus. Terima kasih, ya. Aku akan menyimpannya baik-baik."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun