Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perubahan dari Rezim Kontrak Karya ke Rezim Perizinan

5 April 2017   17:25 Diperbarui: 4 September 2018   13:26 3662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Pasal 1 butir 13 UU 4/2009, yang dimaksud dengan IUPK operasi produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. Berdasarkan Pasal 83 huruf b, d dan g UU 4/2009 telah diatur mengenai pembatasan luas wilayah untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan untuk luas wilayah 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare dan untuk pertambangan batubara dapat diberikan untuk luas wilayah 15.000 (lima belas ribu) hektare, sedangkan untuk jangka waktu pemberian IUPK operasi produksi mineral logam maupun batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

Pemurnian Hasil Produksi

Dalam Pasal 102 jo Pasal 103 UU 4/2009 telah diatur bahwa pemegang dari IUPK wajib untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara, sehingga pemegang IUPK diwajibkan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Kewajiban untuk melakukan pemurnian juga telah diatur dalam Pasal 169 joPasal 170 UU 4/2009 yang menjelaskan bahwa kontrak karya dan perjanjian karya pertambangan yang telah ada sebelum adanya UU 4/2009 juga diwajibkan untuk menyesuaikan kontraknya paling lambat 1 (satu) tahun, tetapi bagi pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU 4/2009 diundangkan. Hal ini diperkuat dengan Pasal 112C angka 1 PP 1/2017 yang pada pokoknya mengatur bahwa pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan.

Divestasi Saham-Analisa Hukum-Pendapat Hukum

Untuk penanaman modal asing pemegang IUPK diwajibkan untuk melakukan divestasi terhadap sahamnya secara bertahap seperti yang telah diatur dalam Pasal 97 PP 1/2017, sehingga pada tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Indonesia.

Konstruksi Hukum yang diterapkan oleh Indonesia dari rezim kontrak karya menuju rezim izin usaha telah menimbulkan konsekwensi – konsekwensi yang berdampak ekonomis bagi PT.Freeport Indonesia misalnya adanya kewajiban divestasi yaitu melepas saham secara bertahap atas kepemilikan saham sehingga Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas (51%) atas PT.Freeport Indonesia.


Adanya Perubahan rezim model perjanjian dari kontrak karya ke rezim perizinan telah menimbulkan kultur hukum baru (new culture law ) terutama bagi PT.Freeport Indonesia dapat menimbulkan kecemasan dari berbagai aspek (politik, ekonomi,social,budaya), dalam situasi demikian sulit dihindarkan adanya kemungkinan perlawanan hukum dalam mempertahankan rezim kontrak karya sebagai model perjanjian hukum yang dipandang lebih menguntungkan korporasi PT.Freport Indonesia.

Dari sudut pandang PT.Freeport Indonesia jika 51% di miliki Indonesia masih menimbulkan pertanyaan yang bersifat spikulatif-konspiratif mengingat dalam konstruksi kepemilikan saham 51% oleh Indonesia tentu tidak secara otomatis 51% saham menjadi hak milik Indonesia, tetapi masih ada konstruksi jula beli saham (51%).

Saham dimiliki Indonesia sesuai Pasal 97 PP 1/2017 dengan urutan-urutan penawaran pertama dibeli oleh swasta nasional Indonesia, jika tidak maka yang akan membeli adalah  Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Dalam konstruksi jual beli saham seperti itu tidak menutup kemungkinan Pihak Indonesia dalam membeli 51% divestasi tersebut ditempuh dengan cara utang kepada Negara asing.

Jika misalnya Indonesia dalam hal ini mendapat pinjaman dari negar Cina atau Negara Rusia atau Jepang dan / atau Negara maju lainnya, tentu secara psycologis PT.Freport Indonesia yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Negara Amerika Serikat yang secara hukum berubah menjadi minoritas dari posisi semula mayoritas dapat menimbulkan dampak psycologis politik, selain secara ekonomis berdampak menurunnya pendapatan, secara politis juga menurunkan kewibawaan Amerika Serikat sebagai Negara super power.

Indonesia sebagai Negara yang berdaulad atas wilayah yang berada diseluruh wilayah Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), lebih baik dan menguntungkan jika segera mengambil sikap yang sifatnya fleksible tidak memaksakan kehendak dengan semata-mata mengedepankan pendekatan normative yang bersifat legalistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun