Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Warisan Terindah Selain Sekedar Prestasi

25 Juli 2025   08:03 Diperbarui: 25 Juli 2025   08:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan reflektif ini mengajak kita merenungkan jenis warisan yang ingin kita tinggalkan, bukan berupa prestasi atau materi, melainkan nilai, cinta, dan cerita hidup yang abadi di ingatan orang-orang tercinta.

 

Hidup tidak hanya bicara tentang menjadi yang pertama atau paling hebat. Sering kali, hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari justru menjadi warisan paling bermakna bagi orang lain. Cerita tentang cara kita mencintai, memilih diam saat marah, atau tetap hadir meski lelah, mungkin lebih abadi daripada lembaran sertifikat atau gelar kehormatan. Tulisan ini ingin mengajakmu berhenti sejenak, menarik napas, dan bertanya dalam hati: jika bukan prestasi, apa yang sebenarnya ingin kamu tinggalkan?

Hujan baru saja reda. Udara lembab menggantung rendah, tetapi langit perlahan membuka diri. Dari jendela ruang tamu, kulihat anak-anak berlarian kecil di halaman belakang, tertawa tanpa beban. Di antara sisa rintik di dedaunan dan genangan kecil yang mereka pijak, aku menyadari sesuatu. Bahwa kebahagiaan bisa datang dari hal yang sangat sederhana. Dan dalam kesederhanaan itu, muncul pertanyaan: jika suatu saat nanti aku tidak lagi ada, apa yang akan mereka kenang dariku?

Aku memikirkan ini sambil menyeduh teh, seperti kebiasaan yang diwariskan ibuku. Bukan medali atau penghargaan yang menjadi bayanganku, melainkan cerita. Cerita tentang bagaimana kita menjalani hidup, tentang bagaimana kita mencintai, dan tentang bagaimana kita tetap hadir untuk orang lain, meski kadang dalam sunyi.

Sejak kecil, kita didorong untuk punya mimpi besar. Menjadi juara, menjadi sukses, menjadi yang terbaik. Kita mengejar itu semua dengan semangat yang kadang nyaris membakar tubuh sendiri. Dan itu tidak salah. Tapi waktu akan tiba di mana tubuh tak sekuat dulu, pikiran tak setajam biasanya. Lalu semua prestasi itu menjadi kenangan, ditaruh di rak atau album digital. Dikenang sebentar, lalu dilupakan pelan-pelan.

Namun cerita, tidak mudah pudar. Cerita yang kita tinggalkan lewat sikap hidup, bukan kata-kata. Lewat cara kita menanggapi kecewa, bukan melalui status media sosial. Cerita itu akan tinggal lebih lama di hati orang yang pernah bersama kita. Bahkan saat kita tidak menyadarinya.

Apa sebenarnya yang ingin kita tinggalkan untuk anak-anak, pasangan, atau siapa pun yang pernah dekat dengan kita? Apakah mereka akan ingat pencapaian kita, atau cara kita memperlakukan mereka dalam diam?

Aku teringat ayahku yang nyaris tak pernah memberikan nasihat. Ia tidak banyak bicara, tapi selalu mendengarkan. Diamnya tidak dingin, justru penuh ruang. Dari sana, aku belajar bahwa kehadiran bisa menjadi bentuk cinta paling dalam. Itu adalah warisan batin. Nilai yang tidak ditulis, tapi ditanam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun