Mohon tunggu...
STKIP ParacendekiaNW
STKIP ParacendekiaNW Mohon Tunggu... Dosen - STKIP Paracendekia NW Sumbawa adalah perguruan tinggi keguruan yang mengelola dua program studi, yaitu Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Matematika (jenjang Sarjana)

BLOG STKIP PARACENDEKIA NW SUMBAWA Wadah publikasi tulisan ilmiah populer dan karya sastra mahasiswa dan dosen STKIP Paracendekia NW Sumbawa Penyunting: Iwan Jazadi, Ph.D., Ketua dan Lektor Kepala di STKIP Paracendekia NW Sumbawa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harapan di Ujung Senja

27 Desember 2018   16:24 Diperbarui: 27 Desember 2018   16:58 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pagi hari ini terlihat tak seperti biasanya. Mentari mulai merangkak di ufuk timur langit Sumbawa, mulai mengeluarkan senyuman yang tak mungkin bisa terlupakan manisnya di hati manusia. Mulai pula mengeluarkan hangatnya cahaya kasih sayang yang seolah-olah mulai memeluk insan dengan manjanya. 

Di kala itu pula di sana, tepatnya di Pantai Jempol Labuhan Sumbawa, ada seorang pemuda yang sedang duduk dengan dagu bersandarkan tangan yang membentuk horizontal. Duduk santai dengan melonjorkan kakinya di atas kursi panjang yang dilengkapi dengan meja yang terpasang apik sembari ia menikmati indahnya ciptaan Allah yaitu pemandangan Pantai Jempol.

Kini angin dan desiran ombak mulai menemani dan menghiasi indahnya pemandangan pantai. Angin mulai bertiup dari ujung timur ke barat dengan sepoinya seolah membisikkan tentang keindahan di telinga pemuda tersebut. Tak lupa pula desiran ombak yang kini mulai bangun dari tidur yang panjang dan mulai berdatangan menuju tepian pantai seolah-olah ingin mengajaknya ikut bermain. 

Namun sangat disayangkan, bisikan angin pantai dan desiran ombak tak digubris oleh pemuda itu. Tampaknya dia sedang berada dalam pikiran yang sangat dalam hingga sesaat matanya pun terlihat berdelik, namun sesaat pula terlihat seperti mata yang penuh dengan kekosongan seperti seorang yang sedang meratapi nasib. 

Hingga pemuda tersebut bahkan tak menyadari kehadiran secangkir teh susu hangat yang diletakkannya di atas sebuah meja yang berada tepat di depannya yang setia menemaninya sedari tadi. Kini orang-orang yang berlalu langan maupun yang datang ke pantai untuk menikmati indahnya pemandangan pantai yang ditemani oleh mentari yang merangkak dengan penuh senyuman dan kasih sayang hangat mulai merasakan kebingungan dan keanehan yang terpancar dari raut wajah sang pemuda. 

Entah apa yang ada dalam pikiran sang pemuda itu. Entah dia sedang bertafakkur atas indahnya ciptaan Rabb-Nya? Entah tentang mozaik-mozaik cinta akan Rabb-Nya yang kini mulai datang mengerumuni hatinya dengan membawa cahaya yang terang? Atau entah tentang peratapan nasibnya yang terrbilang pahit akan kehidupan dunia ini, namun kini mulai ditemui manisnya kehidupan dan mulai memberikannya secercah asa? Entahlah hanya Allah lah yang mengetahui akan itu semua.

Pemuda itu bernama Khairy, yang kini tengah berjuang dalam menempuh masa studinya di salah satu kampus yang kerap dikatakan sebagai kampus hijau. 

Terlihat dari penampilannya nampaknya pemuda itu adalah seorang yang agamis dan berbudi pekerti yang luhur karena jika dilihat dari backgroundnya pula, pemuda ini dahulunya merantau ke Sumbawa hanya untuk menuntut ilmu dan mendalami agama yang dipercayainya yang hanya sebatas turun temurun dari kedua orang tuanya di salah satu pondok pesantren yang kala itu bisa dikatakan sedang naik daun di sana Khairy menghabiskan masa MTs-nya untuk menuntut ilmu namun MA-nya hanya sebatas satu tahun saja, kemudian dia pindah dari pondok tersebut ke salah satu MA di kampung halamannya, tepatnya di Desa Plampang.

Kini jam tangan digitalnya mulai berdering setelah menunjukkan pukul 10.00 saat itu. Dia terhenyak dari pikirannya itu karena tanpa dia sadari kini dia hampir 4 jam berdiam diri di tempat itu. Akhirnya saat itu pula dia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu dan mulai berjalan mencari lapak karena memang di Pantai Jempol kerap kali jika pagi hari jarang kita menemui lapak yang telah siap berjuang dalam mencari rizki. 

Setelah berjalan di sepanjang pantai kini pemuda nampak kelelahan dan tubuhnya pun kini mulai mengeluarkan beberapa butiran keringat dan napasnya pun kini mulai tersengal pula. "Ya Allah Tuhan pemberi rizki, entah apa yang ada dipikiran mereka sehingga mereka tak memulai berhamburan di muka bumi-Mu hingga jam segini, padahal Engkau telah mengabarkan melalui lisan rasul-Mu bahwa engkau membagi rezeki hambamu sesudah sholat subuh hingga terbitnya mentari," gumam Khairy dengan tangan yang nampak sedang mengelus dada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun