Sudah tentu dipicu oleh keingintahuan dalam pengalaman pribadinya dan sampai pada asumsi bahkan hipotesis tertentu maka Boseke mencari dan menemukan apa yang ada di Minahasa dan di negeri Han sana ternyata begitu "menggemparkan", memakai istilah yang dipakai ahli etnomusikologi Prof. Perry Rumengan yang memberi pengantar panjang buku pertama Boseke itu. Dibandingkan sejumlah pernyataan hipotesis dengan segala rujukan teori bahkan keyakinan yang sudah pernah ada sebelumnya, temuan Boseke jelas lebih bisa dipertanggungjawabkan secara empiris obyektif.
"Teori Boseke" menegaskan bahwa bahasa Minahasa itu cuma satu, bersifat etik yang berformat monosilabic sejak awal krn berasal dari Han abad ke-3 Masehi, dan dari situ lahir teori asal usul manusia Minahasa berasal dari suatu wilayah negeri daratan Tiongkok itu sendiri, yakni istana Dinasti Han khususnya dipicu oleh perang tiga negara, populer dengan nama Sam Kok, yang mengakibatkan penyingkiran atau pengungsian sekelompok anak bersama para pendamping  mereka yang kemudian tiba di "tuur in tana" (Han: tu uxin dao na, tanah tiba dengan tak sengaja).
Adagium kuno: "Bahasa menunjukkan bangsa." Bahasa Minahasa masih mewarisi bahasa Han yg punya sastra tinggi yg bersifat etik dibandingkan bahasa Mandarin modern yg sdh sangat praktis, karena perubahan penguasa dari generasi ke generasi termasuk dari penguasa dari suku lebih kecil dari luar seperti Mongol dan Manchuria, dan terakhir dalam Revolusi Kebudayaan (1966 - 1976) membabat habis semua istilah yg bernuansa keagamaan yg melekat erat dengan tradisi dan nilai-nilai etik dan agama.
8. Bagaimana dengan bahasa Minahasa sendiri dan profil jatiditi keMinahasaan sekarang dan akan datang, akan ditentukan oleh keyakinan dan teori yang lebih masuk akal dan didukung bukti yang tak terbantahkan. Bukan sekedar tergantung pada "keyakinan" lama, bahkan yang berdasarkan "teori" yang diklaim sepihak berdasarkan bukti empiris yang tidak memadai.
9. Secara teoretis adalah mungkin saja untuk mengenang dan mencari tahu masa lalu yang sesungguhnya terkait bahasa bahkan siapa leluhur Minahasa. Tetapi muskil untuk kembali ke masa lalu itu seperti dalam mesin waktu. Yang paling riil adalah memahami masa lalu dengan segala kisah perjalanannya untuk menatap masa depan dengan berpijak pada apa yang sudah ada sekarang ini.
 Perubahan sudah dan masih akan terus terjadi, semoga jati diri Minahasa dengan nilai dan keyakinan, pengetahuan dan keterampilan, kebiasaan dan lingkungan yang terberi untuk digumuli dari generasi ke generasi. Keunggulan individual dan Persaudaraan komunal orang Minahasa memang telah menjadi helix ganda dari DNA manusia Minahasa bahkan sampai masa modern ini, yang memang tak lepas dari sejumlah penyimpangan yang mesti dihindari (Lih. PR Renwarin dalam disertasi di Leiden: Matuari and Tona'as).Â
Historia vitae magistra est, sejarah adalah guru kehidupan, atau memandang masa lalu yang selalu aktual demi sebuah strategi perubahan menuju kehidupan yang final dan ultim.
Â
I Yayat U Leos
Stefi Rengkuan
Publisher
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI