Menjadi pekerja sosial di lapangan memang berat. Saya beberapa kali dihadapkan kepada situasi kritis dimana nyawa seseorang dipertaruhkan. Keputusan yang cepat dan tepat harus diambil saat itu juga.Â
Saat itu tak ada atasan ditempat, tak juga ada alat komunikasi yang bisa menjembatani saya dengan orang kantor. Saya harus menjadi bos untuk diri sendiri.Â
Namun saya tidak pernah lupa bahwa ada Bos tak terlihat tetapi selalu mendukung saya. Hanya perlu bekerja dengan tulus dan selalu minta Dia untuk mendampingi kegiatan kami maka yang terbaiklah yang akan diberikan.Â
Jika memberi perintah, Sang Bos memang tak kenal waktu. Kapan pun instruksi akan diberikan. Perintah itu tidak terlihat dan terdengan suaranya. Tetapi Yang Kuasa memberikannya melalui sentuhan pada hati nurani kita.Â
Upah akan diberikan walupun seringkali tidak sesuai yang kita inginkan.Â
Upah juga tidak selalu diberikan saat itu. Hingga sekarang, meski saya bukan pekerja sosial lagi selama hampir 10 tahun, upahnya masih saja dibagikan walau tidak berupa materi.Â
Hidup saya sering dipermudah. Masalah memang selalu ada tetapi saat keadaan sulit, pertolongan akan didatangkan lewat siapa saja.Â
Bos saya memang tidak pernah lupa memberikan upahnya.Â
Karena Bos saya adalah Tuhan Yang Pemurah.Â
Salatiga 191121.64