Tapi yang lebih mengerikan adalah foto yang terselip---foto Bu Sumiati di tempat tidur rumah sakit, wajahnya pucat, mata terbuka lebar dengan ekspresi teror murni. Dan di latar belakang, bayangan seorang dokter muda berdiri dengan jarum suntik---profil yang tak bisa disangkal lagi: Yunan muda.
Sofie mengambil dokumen lain---sebuah buku catatan laboratorium. Halaman demi halaman mencatat "kesalahan" kecil: dosis berlebihan, obat kadaluarsa, laporan yang dimanipulasi. Semua tertanda atau berhubungan dengan Yunan.
Dia baru saja akan meninggalkan ruangan ketika matanya menangkap sesuatu yang membuatnya membeku. Di rak paling gelap, tersembunyi di balik tumpukan berkas, ada sebuah kotak kayu kecil. Di dalamnya, puluan surat dan laporan---semua menceritakan pola yang sama: pasien yang "diatur" kematiannya karena alasan-alasan mencurigakan. Beberapa karena tidak mampu membayar, lainnya karena mengetahui rahasia rumah sakit.
Dan yang paling mengejutkan---sebuah daftar nama. Beberapa nama dicoret dengan tinta merah, termasuk Bu Sumiati. Dan di bagian bawah daftar itu, dengan tinta yang masih relatif baru, tertulis dua nama yang membuat Sofie hampir berteriak:
Herlina. Dan di bawahnya: Sofie.
Dunia berputar. Sofie bersandar pada rak, napasnya tersengal. Suara yang memanggilnya dari ruang jenazah bukanlah hantu---tapi peringatan. Peringatan bahwa dia mungkin menjadi korban berikutnya dalam konspirasi kematian yang telah berlangsung puluhan tahun.
Dan saat dia berdiri di sana, gemetar, dia mendengar sesuatu yang membuat darahnya menjadi es---langkah kaki mendekat di lorong basement, disertai siulan lagu yang dia kenal terlalu baik: lagu favorit Dr. Yunan.
BAGIAN 5: JEBAKAN SUARA
Malam itu menggigit tulang. Pukul 03.33, waktu mati ketika dunia nyata dan alam lain konon katanya beririsan. Sofie menekan tombol lift, kelelahan setelah shift yang melelahkan. Ding! Pintu lift tua bernomor 4---lift yang jarang digunakan staf karena sering macet---terbuka dengan jeritan besi yang berderit. Tanpa pilihan lain, Sofie masuk.
Begitu pintu menutup, seluruh dunia seakan terputus. Lampu neon di atas kepala berkedip sekali, dua kali, lalu pop! Mati total. Kegelapan yang pekat dan sunyi yang menekan melanda. Hanya bunyi mesin lift yang mendengung rendah, lalu berhenti total. Sofie terkunci di antara lantai tiga dan empat, dalam kotak logam yang menjadi peti mati vertikalnya.
Dingin yang menusuk bukan berasal dari AC. Ini dingin yang lembap, menggenang di lantai, merayap naik melalui kakinya seperti akar es. Sofie menggeserkan tubuhnya, meraba dinding untuk tombol darurat. Tombol itu lembek, seperti ditekan ke dalam daging busuk, tidak ada respons.