“Mau kerja atau tidak? Jawab?” Bentaknya lagi.
“kerja, Dok. Maafkan saya ya Dok,” Tangisku sambil memegang tangannya
“Saya mau makan, tolong siapkan.”
“Ya Dok”
Aku sangat takut karena hanya aku dengan dia di rumah, yang lain menghadiri pesta. Perlahan aku menghidangkan makanan. Aku berdoa agar masakanku enak. Jantungku terus berdetak. Tak ada komentar tentang masakanku, aku merasa senang. Kuhidangkan pudding coklat, begitu lahapnya dia makan. Saat mengembalikan gelas, aku terpeleset, gelas yang kupegang pecah, aku tak merasakan sakit karena aku merasakan ada tangan yang menyentuhku. Tanpa sadar kami saling menatap. Herannya dia lansung melepaskanku. Aku mengutip pecahan gelas untuk menghilangkan rasa grogi, ternyata pecahan gelas menusuk tanganku, darah mengalir, phobiaku terhadap darah kambuh dan langsung pingsan saat melihat darah, sekitar 15 menit aku berada di sofa. Jariku dibalut perban. Di sampingku terlihat DokterTio memeriksa tensiku. Di balik ketusnya, dia bertanggung jawab.
“Terima kasih, Dok,” aku berusaha duduk.
“ Kamu harus hati-hati bekerja, jangan ceroboh, tapi syukurlah kamu sudah sadar.”
“Sekali lagi terima kasih dok. Saya pamit pulang dok".
“Saya antar ya.”
“Tidak Dok, saya boleh naik becak. Saya sudah biasa pulang sendirian.”
“Tidak baik, gadis pulang malam-malam. Sudah jam delapan. Becak pasti sudah tidak ada. Jadi kamu harus menurut apa kata dokter. Jadi pasien harus dengar saran dokter". Matanya begitu bersinar saat berkata.