Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kue Kacang dan Cerita Cinta

25 Agustus 2021   22:34 Diperbarui: 25 Agustus 2021   22:55 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok.pribadi, Kopi tubruk dan kue kacang

"Kamu mau nitip apa?"

Dengan memegang kunci sepeda motor dan helm lelaki itu menyebutkan sederetan daftar belanja warung kopi hari ini, supaya dirinya tidak lupa dengan belanjaan mereka. Melihat perempuannya masih mendekap selimut dan wajah memucat karena sakit, dan tak mau makan dirinya menawarkan sejumlah keinginan yang biasanya ditawarkannya. Namun hanya gelengan kepala dijawab perempuan tersebut. Lalu timbul pertanyaan singkat dan padat, mungkin merangsang nafsu makan si perempuan sakit itu.

"Kue Kacang."

Demikian jawaban singkat perempuan itu, Kembali menyibakkan selimut semakin dalam dan kembali memejamkan mata yang sudah sembab, sebab sudah berhari-hari ia terkulai lemah, hanya tertidur dan duduk saja. Memikirkan tubuhnya yang lunglai. Menelan sedikit asupan lalu kembali berbaring, begitu hampir sepekan ini.

Lalu dengan muka yang penuh keheranan lelaki itu menjawab.

"Cuma itu aja?"

Dengan ketus perempuan itu membalas pertanyaan lelaki yang masih terheran-heran dengan jawaban perempuannya.

"Iya, cuma itu aja."

"Emang kenapa?"

karena tidak ingin terjadi perdebatan panjang kali lebar yang akan menjadikan pertengkaran, dengan senyum dan kecupan di kening perempuan itu, Ronny pamit pada Sari untuk segera pergi. Menghadapi gejolak emosi perempuan yang sudah berhari-hari tak mau makan pasti akan terjadi pertumpahan airmata, dirinya menghindari demi kelancaran hari ini. Bisa-bisa beradu argumen membuat semua pekerjaan menjadi tertunda.  

Segera Ronny menghidupkan motor dan masih berpikir panjang dengan keinginan aneh Sari yang hanya secuil tapi bakal membuatnya pusing. Sebab ia sendiri tidak berani menanyakan lebih jauh, sementara ia sendiri tidak tahu tempat mencari kue kacang yang dimaksud. Dan akan lebih salah lagi pabila pulang dengan tangan kosong.

Menjeda kegundahannya lelaki itu mondar-mandir berkeliling lebih dulu mencari belanjaan warung kopi hari ini. Sebab biasanya tugas Sari yang berbelanja mengisi warung mereka. Namun sejak sakit,terpaksa dirinya yang menjalankan kegiatan rutin. Meski Sari tetap membantu kegiatan di warung kadang-kadang, jika penyakitnya kambuh biasanya ia langsung merebahkan diri.

Dan  akhirnya setelah berkeliling mencari-cari belanjaan selesai, dirinya tersadar. Untuk menanyakan pada beberapa langganan Sari, toko kue yang biasa didatanginya. Meski dua toko kue yang diyakini Ronny merupakan langganan Sari sudah didatangi semua, namun tak satupun yang bisa memberikan jawaban jenis kue kacang yang disukai perempuan itu.

"Bojoku biasane tuku kue kacang ya mbak?"

"Kue kacang opo?"

Penjaga toko yang mengenali pasangan Ronny dan Sari segera mendekat dan menjawab. Bahwa biasanya Sari justru membeli brownies kesukaan Ronny. Atau Ice cream cake yang juga merupakan kesukaan lelaki itu.

Dengan detail lelaki itu bercerita bahwa Sari meminta kue kacang, dan kini ia sedang sakit. Ronny takut bertanya lebih banyak lagi pada perempuannya itu. Penjaga toko kue sepertinya tak bisa memberi solusi, dirinya bahkan menyuruh Ronny untuk menelpon atau meminta gambar kue seperti yang diinginkan Sari.

"Ah... Mumet, gak usah dulu mbak."

"Bojoku lagi baperan, sejak sakit bawaannya marah melulu atau nangis."

Usaha Ronny mengintip mainan gawai yang dipegangnya untuk mencari-cari yang biasa dibuka Sari melalui gawai miliknya. Ternyata itupun tak dijumpai, sebab Sari bukan tipikal perempuan yang suka berbelanja via gawai alias belanja online. Yang ada sejumah gambar-gambar, lukisan, asesoris, tutorial masak memasak, tutorial membuat berbagai ketrampilan tangan yang tak ada kaitan dengan kue kacang. 

Sari yang sejak kepergian Ronny berbelanja, dirinya yang bisa menyebutkan satu kelegaan dari keinginannya terasa amat lega. Dan sudah membayangkan kue kering kacang tanah yang biasa dibeli di warung Mbok Marni yang tak jauh dari warung kopi mereka. Kue kering kacang tanah yang jadul dan teramat kuno bentuknya.

Mbok Marni hapal dengan kelakuan Sari setiap usai berbelanja, dan mampir ke warungnya cuma sekedar membeli kue kacang dengan uang lima ribuan. Dan jika beberapa hari tak muncul, pasti tanpadi duga si empunya tiba-tiba sudah muncul dengan senyum malu mengucapkan jajanan yang dicarinya.

Awalnya Mbok Marni biasa saja di kemunculan pertama Sari di warung itu. Seperti tetangga-tetangga lainnya yang biasa berbelanja. Tapi sejak melihat jajanan jadul yang aneh, sekedar itu saja bisa bolak-balik ke warung membuat Mbok Marni sering mengingatkan.

"Mbak, itu yang buat kue kacang belum datang-datang, mungkin dua hari lagi ya."

"Jadi di stoples si mbok ya cuma ada 4 buah itu saja."

Dengan malu Sari mengambil keempat kue tersebut dan membayarnya dengan pecahan empat ribu rupiah. Kue kering kacang tanah buatan kampung yang jelas tampilannya saja sederhana, murah, justru membuat Sari ketagihan.

Sebetulnya bisa saja dirinya yang pandai memasak kue membuat kue itu sendiri. Namun ada selera yang dirasanya kurang saat membuat sendiri. Rasa manis yang biasa, dan kacang yang terkadang masih kurang halus itu membuat berbeda, aroma desa dan tangan ibu yang dahulu biasa membuatkan persis seperti itu.

Sari tidak kuat jika harus membuatnya sendiri, sebab rasa rindunya pada ibu yang telah tiada, perasaan luar biasa yang saat ini dirasakannya dan tak bisa diungkapkan pada Ronny. Ia takut lelaki itu akan lebih berpikir panjang untuk mewujudkan semua inginnya.

Sejak pertama berumah tangga, dengan semua keterbatasan yang mereka miliki, tidak pernah dirinya memiliki keinginan macam-macam. Usaha yang mereka bangun bersama juga berjalan seperti biasa, ada pasang dan surut. Terkadang warung ramai, terkadang pun sepi pembeli. Setiap hari yang ada tak bisa diprediksi, dan semua mereka syukuri.

Pasti keinginan mudik akan terendus oleh lelaki tersebut, dan saat ini kondisi mereka belum memadai untuk bepergian. Baru genap dua tahun lebih mereka membina rumah tangga. Dengan sejumlah kebutuhan di tengah krisis ekonomi yang mereka hadapi. Apalagi anak-anak dari Sari saat ini tengah membutuhkan banyak keperluan sekolah dan kebutuhan sehari-hari.

Mengendapkan rasa dan keinginan tersebut tidak mudah ditengah kekurangan mereka untuk mengungkapkannya. Rasa yang membuncah membuat Sari sakit. Sempat Ronny mengira bahwa Sari tengah hamil. Prediksi tersebut salah, meski ia mengetahui bahwa Sari sudah tak mungkin memiliki keturunan lagi, sejak mereka menikah dirinya tahu bahwa Sari mandul.

Melayang-layang pikiran Sari hingga tak terasa hari sudah menjelang Zhuhur, sementara Ronny belum juga tiba, sedari pagi. Perasaan khawatir hingga melupakan semua keinginannya.

"Mas... Kamu nengdi, kok suwi men blonjo?"

"Ora koyo biasane lo."

Dari seberang sana terdengar deru kendaraan yang lebih dominan terdengar dari percakapan mereka. Dengan gusar dan kebingungan akhirnya Ronny berani menanyakan perihal kue kacang yang tak jelas tersebut.

"Kamu jangan marah-marah ya!"

"Kalo kuberitahu janji gak marah-marah."

"Gak usah mikir macem-macem."

"Aku cuma mau tanya."

"Sebetulnya kue kacang yang kamu pengen beli di toko mana?"

Jelas saja Sari terbahak-bahak menjawab kebingungan yang terjadi selama waktu itu dirinya menunggu di kamar. Dirinya tidak menyangka, akibat keinginannya Ronny akan sebingung itu mencari kue kacang.

dokpri
dokpri

"Owalah mas-mas, tak kiro ono opo."

"Jebule ora ngerti ngon tuku kue kacang to."

"Muleh too, tuku di warung Mbok Marni di samping Musholla kuwi, seng cedak warung kopi kita."

"Beli aja lima ribu !"

Dengan menepuk jidatnya yang tidak pusing dan terlebih mendengar kata lima ribu rupiah saja. Jelas membuat mulut Ronny mengangga dan tertawa di jalan sendiri, merenungi ketololannya. Tidak menyangka yang diinginkan Sari hanya seharga lima ribu rupiah, dan penjualnya Mbok Marni yang tetangga dekat mereka.

Dirinya baru mengingat, sore-sore biasanya sebelum sakit, perempuan itu pamit ke warung Mbok Marni setelah menyeduh secangkir besar kopi, lalu setelah itu duduk di ruang tengah dan menikmati bacaan-bacaannya hingga menjelang senja.

Lahat - Bengkurat, 25 Agustus 2021

Dok. Kompal
Dok. Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun