Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta yang Mengampuni (4 - Selesai)

30 Juli 2022   14:01 Diperbarui: 30 Juli 2022   14:02 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kenapa begitu, Ma?"

"Karena...dia saudara Mama...."

Bu Mia menatap Lana dengan sorot mata memohon. Lana mengangguk setuju. Dihapusnya air matanya yang hampir mengalir.

"Iya, Amelia. Saya saudaranya Mama Mia. Mau kan, manggil saya Bunda Lana?"

"Mau, Bunda Lana."

Lalu gadis kecil berkuncir dua itu membuka lebar-lebar kedua tangannya yang mungil dan memeluk kedua wanita di hadapannya yang menatapnya dengan penuh kasih sayang.

***

Selanjutnya Bu Mia berusaha untuk melegalitaskan hubungan antara Lana dengan Amelia. Secara hukum Amelia merupakan anak sah Bu Mia dan Pak Budiman. Akte kelahiran dan Kartu Keluarga menunjukkan keterangan bahwa mereka bertiga adalah keluarga. Jalan satu-satunya mengesahkan ikatan kekeluargaan antara Lana dengan anak kandungnya adalah dengan membuat surat adopsi. 

Hal itu tidak menjadi problem bagi Bu Mia. Dengan uang dan kekuasaan yang dimilikinya, akhirnya dia berhasil mendapatkan surat adopsi itu dan menyerahkannya pada Lana.

Wanita yang sedang menanti ajalnya itu lalu menjual semua hartanya, termasuk perusahaan dan rumah mewahnya. Ia membeli sebuah rumah yang lebih kecil dan mengajak Lana untuk tinggal bersamanya dan Amelia. Gadis itu menerimanya dengan hati terbuka. Dia sudah lama hidup seorang diri karena orang tuanya telah lama tiada dan sanak saudaranya yang tersisa tinggal jauh di luar pulau.

Hidup berdampingan secara harmonis bersama Lana dan Amelia membuat Bu Mia benar-benar merasakan kedamaian di sisa akhir hidupnya. Lana meminta semua rekam medis anaknya. Ia rajin mempelajarinya, mencari-cari informasi melalui internet, dan mendiskusikannya dengan Bu Mia setiap kali wanita itu dalam kondisi yang memungkinkan untuk diajak bertukar pikiran.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kesehatan Bu Mia memburuk dan akhirnya ibu asuh Amelia yang kini sudah bagaikan anggota keluarga Lana sendiri itu pun menghembuskan napas terakhirnya ketika sedang duduk di kursi roda dan bercengkerama dengan Lana dan Amelia di taman belakang rumah mereka.

Kepergiannya begitu tenang. Kedua matanya tertutup rapat dan aura wajahnya memancarkan kedamaian. Lana yang merasa sangat kehilangan mengecup kening saudara tuanya itu dengan lembut, sementara Amelia memeluk jasad mamanya sambil menangis tersedu-sedu...

***

Sepeninggal Bu Mia, Lana memulai perjuangannya untuk mencari jalan kesembuhan bagi sang putri tercinta. Sebelum meninggal dunia, Bu Mia benar-benar telah mempersiapkan dengan matang segala sesuatunya. Ia mewariskan seluruh hartanya pada Amelia dengan pengawasan Lana sebagai ibu adopsinya. Seluruh harta itu hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya untuk biaya hidup Amelia selanjutnya serta biaya pengobatan yang diperlukan untuk membuat kedua kaki gadis kecil itu bisa berfungsi dengan baik.

Lana membawa putrinya meninggalkan Indonesia dan menuju negeri Tiongkok guna menjalani serangkaian perawatan dan terapi yang dibutuhkan demi mewujudkan amanah Bu Mia. Kemahirannya berbahasa Mandarin sungguh sangat membantunya mencari informasi yang berguna bagi kesembuhan putrinya. 

Kadangkala rasa lelah dan jenuh menghampirinya, namun dia berusaha mengenyahkannya jauh-jauh dengan mengingat semua hal yang telah dilakukan Bu Mia untuk anaknya. Kini tibalah giliranku memperjuangkan nasib anak kandungku sendiri, tekadnya dalam hati.

Amelia sendiri tampak senang bisa bepergian dan menyaksikan banyak hal yang belum pernah dilihatnya. Bundanya memang tidak melulu mengajaknya menemui dokter, terapis, maupun tabib di negeri Tirai Bambu itu. Gadis kecil itu terkadang diajak mengunjungi tempat-tempat wisata yang masih memungkinkan bagi kondisinya, seperti Tian An Men Square, Summer Palace, dan lain sebagainya. Ia juga diajak menikmati aneka kuliner Tiongkok yang tersebar di Wangfujing Street, Beijing. Lana benar-benar ingin membuat anak perempuannya itu bahagia, demi menebus masa-masa kecil Amelia yang tumbuh besar tanpa kehadiran ibu kandungnya.

Aku sekarang mengerti, Tuhan, gumam Lana dalam hati. Di balik segala peristiwa buruk, selalu terselip hikmah yang tersembunyi. Engkau membiarkan Amelia terlepas dari tanganku ketika dia masih bayi, supaya Mas Budi dan Bu Mia bisa bersatu kembali dan hidup berbahagia di sisa akhir hidup mereka. Sedangkan aku sendiri bisa mempelajari bahasa Mandarin dan kebudayaan Tiongkok, yang akhirnya menjadi sangat berguna untuk mencari kesembuhan buat Amelia. RencanaMu benar-benar luar biasa dan tak terjangkau akal pikiran manusia. 

Terima kasih untuk segalanya, Tuhan. Aku akan berusaha sebaik-baiknya untuk menunaikan tugas yang diberikan padaku ini. Tolong dampingi kami selalu, Bapa. Berikanlah petunjuk-petunjuk, apa saja yang harus kami lakukan. Kami akan melakukannya dengan sepenuh hati...Amin.

Begitulah doa Lana selalu setiap hari.

***

Sembilan tahun kemudian, tampaklah seorang wanita dewasa dan seorang gadis remaja sedang menaburkan bunga di dua buah makam yang berdampingan. Selanjutnya mereka menyiramkan botol berisi air ke tanah yang sudah harum semerbak itu.

"Mas Budi, Mbak Mia, hari ini Amelia genap berumur lima belas tahun. Maafkan saya baru bisa membawanya kemari setelah perjuangan tanpa henti kami di Tiongkok selama sembilan tahun. Anak kita sekarang sudah bisa berdiri dan berjalan sendiri dengan menggunakan satu tongkat penyangga. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, baik, mahir berbahasa Mandarin, dan memainkan berbagai alat musik. Amelia juga sangat mandiri mengurus dirinya sendiri. Ia suka membuatkan saya sarapan. Masakannya enak sekali. Kali ini kami pulang ke Indonesia untuk selamanya. Amelia ingin tinggal dekat dengan papa-mamanya sehingga bisa datang berkunjung setiap waktu...."

Gadis remaja rupawan yang ternyata adalah Amelia itu berkata lirih,"Papa, Mama...apa kabar? Baik-baik ya, di surga. Amel tidak akan pergi jauh-jauh lagi. Amel dan Bunda akan sering-sering datang ke sini mengunjungi Papa dan Mama...."

Angin semilir berhembus pelan di telinga pasangan ibu dan anak itu. Seolah-olah sedang menyambut kedatangan mereka berdua yang teramat dirindukan kedua penghuni makam tersebut.

Selesai

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun