Biaya menerbitkan e-book jauh lebih murah, lebih mudah di akses. Walau ada perbedaan sensasi saat membaca buku fisik dengan buku elektronik. Namun di setiap jaman, preferensi manusia bisq berubah. Seiring teknologi yang tersedia.
Kembali ke masalah berita menipisnya stok ISBN, kok bisa terjadi ?
Jawabannya karena di Indonesia banyak institusi  yang mewajibkan menyerahkan buku atasnama dirinya untuk memenuhi persyaratan kenaikan jabatan fungsional. Ini berarti naiknya baris golongan gaji dan tunjangan fungsional. Termasuk untuk memenuhi sertifikasi, ...
Waah ! Banyak sekali buku baru di Indonesia, walau jumlah unit eksemplarnya --ditenggarai, hanya dikisaran selusin saja.
AI banyak membantu munculnya buku-buku itu. Lalu kualitasnya seperti apa ? Apakah sebanjir kuantitasnya ? Dengan ISBN tersendiri, Â ide-ide baru apa saja yang dimunculkan di buku-buku itu ?
Pertanyaan di atas  terkesan nyinyir dan satir. Bahkan sarkas. Di tengah fakta-fakta yang kita jumpai
Pertanyaan - pertanyaan itu ibarat bayang-bayang pohon yang terus mengikuti, seakan menegaskan: AI mampu menulis artikel tanpa upah, bekerja tanpa lelah, meniru gaya siapa pun yang pernah meninggalkan jejak tulisan di internet. Banyak yang khawatir, profesi menulis akan tergilas mesin.
Tetapi, penulis  artikel ini  --tidak melihat masa depan kepenulisan sekelam itu.
Baginya, teknologi hanyalah alat. Â Memang bisa berbeda-beda pandangan tentang hal ini.
Terutama bagi yang menulis didorong oleh keinginan menulis saja --beda dengan yang menulis untuk mencari uang. Menulis demi kepuasan bathin dan jariah ilmu --ada beda-bedanya, dengan menulis demi mengisi dompet.
Paragraf di atas, penulis --sama sekali TIDAK BERMAKSUD mendiskreditkan siapapun.
Bisa juga dua-duanya jadi tujuan seorang penulis --dan itu tidak dilarang.