Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The Bleak Reality of Child Prostitution: Mereka yang Terpinggirkan Sebab Perubahan Iklim

4 Oktober 2022   14:26 Diperbarui: 4 Oktober 2022   16:05 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: SNF FEB UI

Penting untuk dicatat terkait perbedaan antara sex trafficking dengan prostitusi. Sex trafficking mengacu kepada praktik penjualan aktivitas seksual melalui penculikan, ancaman, dan bentuk kekerasan lainnya, sedangkan prostitusi merupakan penjualan aktivitas seksual melalui consent dan tidak melanggar hak asasi manusia. Namun, akibat perubahan iklim kedua hal tersebut sama-sama rentan untuk tereksploitasi secara ekonomis [6].

Beberapa waktu yang silam, kasus prostitusi anak di Indonesia mulai banyak terungkap sejak tahun 2021. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, 234 anak menjadi korban dari 35 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi pada Januari-April 2021. Sebanyak 217 anak atau 93% di antaranya merupakan korban dari 29 kasus prostitusi. Bahkan  UNICEF Indonesia ikut memprediksikan anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual berjumlah 40.000 s/d 70.000 setiap tahunnya. ILO pun, pernah melakukan kajian tentang pelacuran anak di beberapa kota di Indonesia dan menemukan fakta bahwa terdapat sekitar 24.000 anak-anak yang telah dilacurkan. KPAI mengatakan bahwa kasus prostitusi anak tersebut muncul lantaran adanya problematika pengasuhan keluarga serta tingginya penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik dan media sosial. Sehingga, anak menjadi rentan untuk dimanfaatkan, dimobilisasi, dan dieksploitasi secara seksual [7]. 

Walking on The Wild Side: Dampak dan Risiko

Tentunya terdapat segudang risiko ketika bekerja di industri gelap, apalagi di usia yang belia. Para anak-anak yang terpaksa bekerja sebagai seorang pelacur memiliki berbagai risiko negatif yang kelak menemani masa tumbuh kembangnya. Di antaranya yaitu, penyakit menular seksual (PMS), dampak psikologis dalam jangka panjang seperti depresi dan behavioral disorders, terekspos zat narkotika yang adiktif, hingga malnutrisi.

Perlu diketahui bahwa anak-anak berisiko lebih tinggi terjangkit PMS dibandingkan dengan PSK dewasa karena mereka memiliki kemampuan tawar menawar yang lemah untuk menegosiasikan penggunaan kondom oleh klien mereka. Sehingga, risiko penularan PMS menjadi tinggi. Apabila tidak diobati, anak-anak ini memiliki risiko untuk berhadapan dengan masalah kesehatan jangka panjang seperti penyakit radang panggul, yang menyebabkan infertilitas, kehamilan ektopik, dan peningkatan risiko histerektomi.

Seruan untuk Melawan Krisis Iklim

Perubahan iklim bukan hanya sebatas krisis lingkungan, namun juga krisis sosial yang  memaksa kita untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan di banyak tingkatan, yakni antara negara maju dan berkembang, antara laki-laki dan perempuan, dan antar generasi. 

Dibutuhkan sebuah solusi dan kerjasama yang selaras dengan prinsip climate justice, yakni pengakuan dan keadilan distributif untuk hasil pembangunan yang lebih efektif. Oleh karena itu, krisis iklim harus juga dipandang melalui lensa hak asasi manusia dengan keyakinan bahwa melalui kerja sama kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi sekarang dan mendatang.

"How many were the years of my life that went by before my body, and my self became really mine, to do with them as I wished? How many were the years of my life that were lost before I tore my body and my self away from the people who held me in their grasp since the very first day?" - Nawal El-Saadawi, Woman at Point Zero

Referensi

[1] Perubahan Iklim adalah Masalah Kesenjangan Sosial. (2021, December 16). Green Network ID. Retrieved September 26, 2022, from https://greennetwork.id/ikhtisar/perubahan-iklim-adalah-masalah-kesenjangan-sosial/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun