Transparansi adalah elemen penting, pondasi bagi individu, pihak, organisasi, dll, untuk menjadi solid dan berkembang. Transparansi membuat kepercayaan tumbuh, produktivitas meningkat, dan individu, pihak, organisasi, dll, dapat mencapai tujuan. Wujud transparansi bagi individu, pihak, organisasi, dll, produknya, komunikasi, pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan, lingkungan dan suasana yang  sehat, profesional, dan inklusif. Bila dalam individu, pihak, organisasi, dll, tidak ada transparansi, maka dapat dipastikan, sumber daya manusianya (SDM) belum kompeten dan profesional. Atau sudah kompeten dan profesional, tetapi menjadi oportunis, karena tertular penyakit "politik", tidak transparan menjadi bagian dari strategi demi "tujuan".
(Supartono JW.15092025)
Pengamat pendidikan nasional
Dalam kehidupan di dunia ini, mulai dari pribadi/individu, pihak-pihak, organisasi, dll, sering kali kita melihat ada kondisi-kondisi tidak normal, seperti tidak transparan atau tidak jujur, tidak terbuka.
Mirisnya, saat kondisi tidak normal sudah dirasakan, dapat dibaca, dll, namun hal tersebut justru dibuat semakin kabur, tidak transparan. Sehingga, bukan hanya membingungkan orang lain, pihak lain yang terkait, tetapi membuat pihak terkait dengan pihak yang tidak terbuka/tidak transparan ada "jurang".
Akibatnya, selain menimbulkan keresahan, juga menumbuhkan rasa tidak percaya, hingga membuat marah dan kemarahan.
Apa sebabnya?
Ketidaktransparanan dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti sistem politik yang tertutup, sumber daya manusia yang tidak profesional dan oportunis, penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan, lemahnya sistem pengawasan, serta buruknya tata kelola informasi yang menyebabkan kebingungan dan ketidakpercayaan publik.
Oportunis adalah orang yang selalu mencari dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk keuntungan diri sendiri, sering kali tanpa memedulikan prinsip, etika, atau dampak negatif bagi orang lain. Kata ini berasal dari bahasa Inggris "opportunity" (peluang), dan penggunaannya sering kali membawa konotasi negatif karena menyiratkan sikap mementingkan diri sendiri, egois, dan tidak bermoral.
Penyebab Ketidaktransparanan khususnya oleh pihak/organisasi, dll, yang lazim dan sangat mudah dibaca oleh masyarakat, dapat disimpulkan di antaranya, karena,
(1) Sistem politik yang tertutup.
Sistem yang tidak membuka ruang bagi partisipasi publik dan pengawasan dapat menghambat keterbukaan informasi.
(2) Sumber daya manusia (SDM)yang Oportunis.
Adanya individu atau kelompok yang memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan pribadi dan mengabaikan prinsip transparansi.
(3) Penyalahgunaan wewenang/kekuasaan.
Pemimpin dan pihak/organisasi, dll, menggunakan wewenang mereka untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan aturan, seperti menutup-nutupi informasi atau tindakan yang salah.
(4) Lemahnya mekanisme pengawasan.
Tidak adanya mekanisme pengawasan yang efektif dari masyarakat atau lembaga pengawas lainnya dapat memicu praktik yang tidak transparan. Namun, meski ada mekanisme, pihak/organisasi, dll, yang tidak transparan malah tidak menganggap keberadaan anggota masyarakat, organisasi, dll. Arogan!
(5) Buruknya tata kelola informasi.
Kurangnya pendataan, pelaporan, dan penyampaian informasi yang jelas dan akurat kepada publik dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Namun bagi orang/pihak yang oportunis, tata kelola informasi malah sengaja dibuat "buruk".
(6) Kurangnya keberanian:
Pribadi/pemimpin yang tidak berani menegakkan standar tinggi dan mengabaikan perilaku buruk dalam organisasinya juga berkontribusi pada ketidaktransparanan.
Mengapa penting
Mengapa transparansi penting? Sebab,
(1) Meningkatkan kepercayaan publik.
(2) Membangun kepercayaan antara pemerintah/organisasi dan masyarakat.
(3) Mengurangi penyalahgunaan wewenang/kekuasaan lebih sulit dilakukan dan mudah terdeteksi.
(4) Meningkatkan akuntabilitas.
Ketika informasi tersedia, masyarakat dapat memantau dan meminta pertanggungjawaban pemerintah atau organisasi.
(5) Meningkatkan partisipasi publik, sebab keterbukaan informasi memungkinkan masyarakat untuk terlibat lebih aktif dalam pengambilan keputusan.
Jadi, bila dalam individu, pihak, organisasi, dll, tidak ada transparansi, maka dapat dipastikan, sumber daya manusianya (SDM) belum kompeten dan profesional. Atau sudah kompeten dan profesional, tetapi menjadi oportunis, karena tertular penyakit "politik", tidak transparan menjadi bagian dari strategi demi "tujuan". Tidak jujur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI