“Putera-puterinya belum pada datang ya ?” tanya ibu mertua, aku hanya menggeleng.
Sebenarnya kamar pavilyun di rumah sakit ini cukup nyaman, besar dan komplit, bersih dengan udara yang segar .Ada bed pendamping yang lumayan lebar, kulkas, tivi, lemari baju pasien dan meja untuk menaruh segala pernak pernik keperluan dengan tiga kursi. Jendelanya juga lebar menghdap kesuatu taman bunga yang ditata dengan apik.
Tetapi seenak-enaknya, jika dirumah sakit pasti tidak nyaman, tetap saja galau, gelisah dan debar serta kadang juga ngeri. Terlebih rumah sakit terbesar wilayah Indonesia Timur ini, sudah terkenal sebagai rumah sakit lama dan setiap rumah sakit rasanya penuh dengan kisah horor yang mengerikan.
Untungnya aku bukan termasuk orang yang penakut dan ditambah dengan tante Murni, adik mertua ini sungguh unik dan tidak pernah takut dengan segala mahluk halus.
Bahkan selama tiga hari dirumah sakit, setiap larut malam sering kita berjalan berdua melewati lorong-lorong dirumah sakit yang taramat sepi itu. Tujuan kita pasti kedepan rumah sakit yang selalu ramai, banyak orang berjualan aneka rupa makanan dan jajanan serta kudapan untuk melayani para penjaga pasien dirumah sakit itu.
Dan malam ini, aku dengan tante Murni ingin kedaerah belakang rumah sakit ini yang konon juga tidak kalah ramainya dengan didepan rumah sakit.
Aneka penganan yang lebih merakyat ada disana, karena diarea itu ditempatkan pasien kelas tiga dan kelas dua. , dimana para penjaganya pasti juga membutuhkan makanan yang lebih aneka ragam..
Sesudah dokter memeriksa suami dan menyatakan suami baik-baik saja, kita makan sore bersama – suami makan rangsum dari rumah sakit, kita makan olahan dari rumah. Karena acara tivinya kurang menarik, kitapun tiduran sambil bincang sana-sini, suami tampak sudah ngantuk, mungkin terkena efek obat dan semua juga mulai menguap.
Aku mulai membuka buku, membaca – tiba-tiba aku ingat dengan ibu sepuh didepan, apa beliau sudah bangun atau masih tidur ya ?
Aku berjalan kedepan dan mengetuk perlahan, pintu dibuka dan kutanyakan keadaan beliau, rupanya beliau masih tidur, kutengok masih dengan posisi tadi, aku kembali kekamar.
Aku kembali tiduran sambil membaca, kuliht semua sudah terlelap, kulirik sudah hampir jam duabelas, tetapi mata ini belum ngantuk juga, aku meneruskan membaca.