Disclaimer: Cerpen berlatar sosbud ini tak bermaksud menyinggung siapa pun.
Alam pun sendu melihat manusia ingin menjual manusia lainnya.
Bunga kecubung itu berbahaya ketika dikonsumsi karena mengandung psikoaktif. Diteteskan ke mata untuk memikat lawan jenis, juga seharusnya tak dilakukan karena kandungan psikoaktif, berarti menimbulkan efek halusinasi. Selain itu, berbau klenik.
Silakan membaca cerpen berdasarkan kisah nyata berikut :P
_______________________
      "HUHUHU. Mimpi apa aku hingga harus terdampar di area terpencil ini?" keluh Rani pada dirinya sendiri. Keringat dingin membasahi tengkuknya. Dengan kecepatan langkah kaki yang menandingi siput, ia menyebrangi jembatan bambu yang menghubungkan area di depan rumah kontrakannya dengan jalan aspal. Karena menderita fobia ketinggian, selama menyebrang jembatan bambu yang super rapuh itu, ia pun tak berani melihat ke arah sungai yang tampak mengancam.
KRIUT ... KRIUT ...
      Bunyi gesekan bambu dengan langkah kaki Rani, sungguh menciutkan hati. Apalagi palang bambu di jembatan bambu tersebut cukup banyak yang menganga sehingga ia harus setengah melompat ketika melewatinya. Ia memang belum terbiasa dengan situasi kampung ini yang fasilitasnya memprihatinkan. Maklum, ia baru saja pindah rumah dari Kota Bogor ke kaki Gunung Pangrango ini akibat ditipu mafia tanah sehingga rumah satu-satunya disita bank. Oleh sang mafia tanah, ia pun dikontrakkan selama setahun di rumah Bu Ondeh yang angker dan kumuh.
      Belum lagi mencapai tengah jembatan, Tia, bocah cilik tetangganya malah melompat-lompat di ujung jembatan sehingga jembatan bambu tersebut agak terguncang-guncang. Rani pun menghardiknya dan disambut dengan tatapan menantang si bocah cilik berusia 7 tahun.  Untunglah, ada malaikat penyelamat yang datang.
      "IKA, IKA, IKAAA ... MANDI! SEKOLAH!" teriak Mimin yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakang si bocah nakal. Si bocah pun tersentak kaget dan menoleh pada neneknya. Kemudian, sang bocah lari melewati Rani yang masih berdiri sekaku robot di jembatan. Hampir saja Rani jatuh terpelanting.