Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... freelancer

Penulis Cerpen "Astaga! KKN di Desa Legok" dalam buku KKN Creator (2024). Fokus cerpen dan story telling. Skill business analyst, SMEs, green productivity, and sustainability. Kolaborasi, kontak ke wiryawansisca@gmail.com yang ingin dianalisis laporan keuangan, dll e-mail saja bahan2nya.dah biasa kerja remote. trims bnyk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sendu di Balik Kearifan Lokal Kaki Gunung Pangrango

23 April 2025   23:10 Diperbarui: 23 April 2025   23:36 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaki Gunung Pangrango. Sumber: dokumen pribadi.

            Didin tertawa. "Ika, itu bukan buaya. Tapi biawak yang sedang memburu tikus sawah atau mengintai ayam milik Mas Iman."  Tiba-tiba ia merasakan kembali nyeri menggerogoti kedua kakinya yang bopengan. Penyakit kulit itu ia derita akibat bekerja di sawah beberapa bulan yang lalu. Sejak saat itu, ia tak mampu bekerja sebagai buruh bangunan karena kedua kakinya sakit jika digerakkan. "Aki (Kakek) mau kembali rebahan. Kau jangan main di tepi sungai terus. Mengapa kau bolos sekolah hari ini? Malas?"

            Ika menggelengkan kepala. Ia memberengut. "Tas sekolahku tak sengaja terkunci di ruang tidur Nini (Nenek). Dan kuncinya dibawa Nini." Kemudian, bocah berambut panjang sepunggung tersebut menyodorkan telapak tangan kanannya. "Jajan."

            "Aki tak punya uang."

            Gadis cilik tersebut menghentakkan kaki kanannya dengan kesal. Lalu, mulai beraksi. Ia melolong bagaikan anak serigala gunung. "HUEEE ... IKA MAU JAJAN CILOK. LAPAAAR!"

            "Hush! Ulah gandeng (jangan ribut)! Malu dengan tetangga. Bukannya Ika tadi sudah sarapan bubur ayam? Malah Aki yang belum sarapan," ujar Didin sembari menempelkan telunjuk kanannya ke bibirnya yang menghitam akibat nikotin.

            "LAAAPAR KEUNEUH! HAYANG DA'ANG. DA'AAAAANG! (MASIH LAAAPAR! INGIN MAKAN. MAKAAAAAN!)"

             Didin mengeluh dalam hati. Melayang sudah uang 5 ribu Rupiah yang ia hemat untuk membeli kopi tubruk. Biasanya ia minum segelas kopi berdua dengan Mimin. Istrinya tersebut bekerja sebagai buruh tani harian setiap hari dan baru pulang menjelang senja hari. Kembali terngiang perkataan sang istri yang sepedas mercon. Juga terbayang wajah si istri yang ditekuk.

            "Uing mah kudu gawe sapopoe. Teu bisa ngeluh gering da kudu aya acis keur meuli makanan. Panas kapanasan. Hujan kahujanan. Maneuh mah ngeunah di imah. Ngan gering we. Gawe saminggon di sawah, geusna gering saumur-umur. Gawe deui sawulan nyien kandang hayam, geusna gering deui (Aku harus kerja seharian. Tidak bisa mengeluh sakit karena harus ada uang untuk beli makanan. Panas kepanasan. Hujan kehujanan. Kamu enak di rumah. Sakit saja terus. Kerja seminggu di sawah, setelahnya sakit berkepanjangan. Kerja lagi membuat kandang ayam, setelahnya sakit lagi)," cerocos Mimin.

            Didin sudah terbiasa mendengar keluhan sang istri yang ceriwis akan kemelaratan mereka. Kedua telinganya sudah kebal. Tepatnya, terpaksa kebal. Kejengkelan si istri terutama karena Didin sakit-sakitan. Walaupun anak dan menantu mereka bekerja di pabrik garmen, tapi tak banyak membantu keuangan keluarga. Ia pun merogoh saku celana panjangnya dan memberikan uang tersebut pada sang cucu yang langsung menyambarnya dengan riang.

            "Hey, masa langsung pergi begitu saja?" protes Didin.

            "Terimakasih," ucap Ika sembari mencium tangan kanan Didin. Wajahnya sumringah. Ia langsung berlari menyebrangi jembatan menuju Warung Onah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun