"Masih lajang."
      Kedua mata Dodi langsung berbinar. "Mau ya aku carikan jodoh? Kebetulan anak Haji Romli sedang mencari istri. Kau pasti akan hidup sejahtera. Haji Romli orang terkaya di kampung ini. Rumahnya ada 3 buah. Tanah sawahnya puluhan hektar. Mobilnya ada 4 buah. Bagaimana? Tertarik, tidak?"
      Mendengar promosi gencar tersebut, Rani menyeringai. "Maaf, aku sudah memiliki pacar."
      "Hah! Masa seumurmu masih pacaran? Seharusnya, segera menikah. Memangnya, pacarmu kerja apa?"
      "Programmer."
      Dodi mengibaskan tangan kanannya seolah menghalau keberadaan pacar Rani yang merupakan lalat pengganggu. "Ah, jika jodoh tak akan ke mana. Selama janur kuning belum terpancang, statusmu bebas mencari jodoh. Jangan menyia-nyiakan kesempatan!"
      Rani terkejut mendengar pandangan si penjual sayur. "Aku sudah berjanji untuk menunggunya. Maaf, aku sudah selesai berbelanja. Berapa harga semuanya?"
      "Sayur sop 5 ribu Rupiah. Bahan sambal 5 ribu Rupiah. Terung ungu 5 ribu Rupiah. Satu kilogram kentang 20 ribu Rupiah. Total, 35 ribu Rupiah."
      Rani pun menyodorkan selembar uang 50 ribu Rupiah. Setelah menerima uang kembalian, ia pun membalikkan tubuh untuk pulang. Tapi, Dodi menahannya.
      "Tunggu sebentar," pinta Dodi sembari tersenyum lebar. Ia menuliskan sesuatu di secarik kertas. "Ini no handphone-ku. Jika Rani berubah pikiran dan ingin dijodohkan, maka jangan ragu untuk menelepon."
       Rani pun terpaksa menerima carikan kertas tersebut dan menyimpannya di dalam dompet kulitnya. Ia pun segera melangkahkan kaki untuk pulang. Tak berani naik ojek motor pengkolan karena takut tergelincir masuk ke dalam ngarai yang terdapat di sepanjang sisi jalan.