Â
     Napas Galuh tercekat. Sesosok makhluk berkulit pucat merangkak tepat di depan ruang tidur Adi Caraka. Galuh memang sudah lama berpisah ruang tidur dengan suaminya.
     Kepala botak itu menengadah dan menatap Bu Caraka dengan sorot mata penuh kebencian. Pupil perak itu serasa menembus relung hati Galuh yang terdalam. Tangan dan kakinya panjang.
     Makhluk mistis itu mengerikan sekaligus mengibakan. Kulitnya yang pucat dihiasi urat-urat saraf hijau yang menganak sungai. Tulang-tulang mencuat tajam hingga punggungnya seperti bergeligi. Saking tuanya kulit tubuh si makhluk halus seperti menempel di kerangka.
     Perlahan makhluk halus itu merayap menuju Galuh yang hanya bisa diam terpaku. Bibir Galuh bergerak-gerak, tapi tidak ada suara yang keluar.  Secepat kilat makhluk gaib itu menerjang Galuh hingga punggung Galuh terhempas ke dinding. Ia pun jatuh terduduk.
     Mata bertemu mata. Hati Galuh mencelos ketika mengenali raut wajah itu. Wajah Adi Caraka, suaminya sendiri! Galuh bisa merasakan hembusan napas sedingin es ketika cakar-cakar makhluk gaib itu meraup wajahnya. Ia hanya bisa pasrah ketika gigi-gigi taring tersebut mendekati lehernya. Ia pun menutup matanya.
     "Ma? Mama di mana?" tanya Rani yang celingukan.
     Galuh bernapas lega. Makhluk menyeramkan itu sudah menghilang.
     "Ngapain gelap-gelapan di lorong?"
     "Tak apa-apa, Ranran," ujar Galuh. Ia tak ingin membuat anak gadisnya khawatir tak keruan. Ia pun mengikuti Rani ke ruang tidur mereka berdua.
     KLIK.