"Ran, perasaan Mama tak enak. Mama khawatir kau kenapa-kenapa. Kau tolak saja hadiah iphone itu."
     "Masa rezeki ditolak? Aku ingin sekali iphone itu. Hanya kebetulan saja aku mengucapkan kalimat aneh itu. Aku juga merasa heran kenapa bibirku mengucapkan hal seperti itu. Seperti ada sesuatu yang menggerakkan bibirku. Tapi Ma...aku tak mau kehilangan hadiah iphone itu..."
     Galuh menggelengkan kepala melihat Rani sudah kembali asyik menekuri handphone bututnya. Anak gadis zaman sekarang memang jauh berbeda dengan anak gadis di zamannya yang serba konvensional. Mana berani Galuh mendebat keinginan ibu kandungnya. Pamali!
     Rani tak pernah menyangka bahwa kebahagiaan sesaatnya akan berbalik menjadi pengalaman yang misterius dan mengerikan! Ngeri!!!
***
     Rani terbelalak menatap darah haid yang mengucur tak ada henti-hentinya. Padahal ini sudah hari kesepuluh. Biasanya, haid Rani sudah berhenti pada hari ketujuh. Tak urung Rani merasa ngeri juga melihat gumpalan-gumpalan hitam yang keluar dari kemaluannya. Apakah ia akan mati muda hanya karena haid? Apakah ada myom atau kista pada rahimnya?
     "Ran, sejak tadi kau bolak-balik saja ke kamar mandi. Diare? Kau baik-baik saja?" tanya Bu Caraka yang mengetuk pintu kamar mandi. Ia sangat cemas.
     "Tenang, Ma. Aku hanya mengganti pembalut," ujar Rani berusaha menenangkan dirinya yang mulai panik. Juga diri Galuh yang mudah panik.
     "Pembalut? Haid-mu kok lama sekali? Ini hari kesepuluh, bukan?"
     Rani mengeluh dalam hati. Galuh yang super teliti, tentu segera menyadari keadaan Rani. "Iya, aku juga heran." Setelah membersihkan diri, Rani pun keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai. Perutnya terasa melilit.
***