Sebulan kemudian,
     "HUAAA, aku menang undian iphone," jerit Rani. Ia sangat senang dengan teknologi canggih. Tapi merasa iphone terlampau mewah untuk dirinya sehingga ia tak pernah membeli iphone.
     "Berapa harganya, Ranran?" tanya Bu Caraka. Euforia Rani menulari dirinya. Sudah lama Rani tak pernah tersenyum selebar ini.
     "Tiga belas juta Rupiah."Â
     "Mahal sekali. Hadiah dari perusahaan apa?"
     "Bahan bangunan, Ma," ujar Rani. Ia pun menggulir layar androidnya. "Diundinya baru kemarin, tanggal 31 Juni."
     Bu Caraka tiba-tiba teringat ucapan Rani yang ganjil mengenai keberadaan makhluk halus di rumah ini yang seharusnya memberikan hadiah penyambutan, yaitu iphone mahal.
     "Ran, apakah tak apa-apa menerima iphone itu? Kau tak takut?"
     Rani terkesiap. "Takut? Memangnya kenapa, Ma? Hadiahnya dari perusahaan yang non fiktif."
     "Aduh, Ranran. Masa kau lupa apa yang kau ucapkan bulan lalu? Kau ini jauh lebih muda dari Mama," omel Bu Caraka tak sabar. Ia pun mengulangi ucapan ganjil Rani, "Jika memang benar ada tuyul di rumah ini, aku pasti sudah menang iphone mahal. Aku kan penghuni baru di rumah ini, sudah selayaknya diberi hadiah penyambutan." Setelah menghela napas, Bu Caraka melanjutkan, "Ingat, tidak?"
     Rani membulatkan mata. "Ah, aku lupa. Kurasa tak ada masalah. Aku hanya main-main saat mengatakannya."