"Memangnya kau melihat tuyul? Mungkin hanya halusinasimu saja."
     "Jadi, Mama tak percaya? Aku tak suka berada di rumah menyeramkan ini." Mata Rani terpaku pada dinding di hadapannya. Tapi tuyul tersebut sudah melenyapkan diri. "Benar juga. Masa sih masih ada yang memelihara tuyul? Jika memang benar ada tuyul di rumah ini, aku pasti sudah menang iphone mahal. Aku kan penghuni baru di rumah ini, sudah selayaknya diberi hadiah penyambutan."
     "HUSH! Jangan suka bicara sembarangan! Pamali," ujar Galuh sembari mengernyitkan kening tanda tak setuju. Ia pun menepuk pelan tangan kanan Rani untuk memperingatkannya.
     "Aku hanya bercanda. Mama serius sekali..."
     "Bagaimana jika kalimatmu menjadi kenyataan?"
     "Aku hanya penasaran apakah tuyul yang kulihat itu benar ada? Aku hanya ingin membukti..."
     "Mama tak suka kau mengucapkan omong kosong seperti ini," tegas Galuh. "Seolah-olah seperti kau memohon barang pada makhluk mistis. Bagaimana jika ucapanmu menjadi nyata? Mama tanya sekali lagi. Apa yang akan kau lakukan jika hal tersebut menjadi nyata?"
     Rani mengeluh dalam hati. Rupanya, Mamanya sedang angot. Entah salah makan apa tadi. Keracunan semur jengkol kah? "Ma, aku mengaku salah. Aku tak akan mengulangi kesalahanku."
     Ekspresi Galuh masih kesal ketika ia menganggukkan kepala. Apa sih yang merasuki anak ini hingga mengucapkan kalimat permohonan ganjil seperti itu? Jika ingin iphone mahal, lebih baik menyicilnya dibandingkan memohon pada makluk halus. Bukankah banyak penawaran paylater dengan promosi menggiurkan?
     Rani memang kadang-kadang bertingkah ganjil dan membuat bulu kuduk Galuh berdiri. Seperti tadi, Rani menatap intens pada dinding kosong. Hal sepele seperti itu saja sudah sukses membuat peluh dingin bercucuran di tengkuk Galuh. Anak ini memang sebaiknya ditutup saja mata batinnya. Entah sudah berapa makhluk halus yang ia lihat sepanjang hidupnya.
***