Mohon tunggu...
Sigit E Praptono
Sigit E Praptono Mohon Tunggu... Praktisi Budidaya dan Pemerhati SDM Akuakultur

Bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sending Love: Ketika Syukur dan Energi Cinta Jadi Jalan Rezeki

18 September 2025   12:12 Diperbarui: 18 September 2025   12:12 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era serba cepat ini, banyak orang mengukur rezeki hanya dengan angka di rekening bank atau aset yang dimiliki. Padahal, rezeki sejatinya jauh lebih luas: kesehatan yang prima, hubungan yang harmonis, ketenangan batin, hingga kesempatan berbuat baik. Semua itu adalah bagian dari rezeki yang sering terlewat dihitung. Yang menarik, banyak penelitian mutakhir menunjukkan bahwa energi cinta, rasa syukur, dan kebahagiaan yang kita pancarkan---sering disebut dengan istilah sending love, dapat menjadi magnet rezeki dalam arti yang lebih utuh.

Rezeki Bukan Hanya Materi

Dalam tradisi lokal maupun spiritual lintas budaya, rezeki dipandang sebagai anugerah yang melampaui hitungan uang. Ketika seseorang mendapatkan teman yang setia, keluarga yang mendukung, atau bahkan hati yang tenang meski hidup sederhana, bukankah itu juga rezeki?

Sayangnya, dalam pusaran gaya hidup modern, kita kerap lupa pada dimensi non-materi ini. Kita mengejar pencapaian, sibuk menumpuk harta, hingga lupa bahwa energi yang kita pancarkan melalui cinta dan rasa syukur justru bisa membuka pintu-pintu rezeki tak terduga.

Energi Cinta dan 'Sending Love'

Istilah sending love populer di kalangan generasi muda global, khususnya di media sosial. Ia sering dipakai untuk menggambarkan empati, dukungan, atau doa yang dikirim kepada orang lain. Namun, lebih dari sekadar ungkapan, sending love bisa dimaknai sebagai praktik nyata mengirimkan energi cinta: lewat sikap ramah, ucapan yang menenangkan, atau sekadar perhatian kecil pada orang sekitar.

Psikologi positif menegaskan, memberi cinta dan kebaikan pada orang lain memicu produksi hormon "bahagia" seperti oksitosin dan dopamin. Menurut penelitian Szczygie dan Mikolajczak (2023) dalam Frontiers in Psychology, individu yang sering mengekspresikan emosi positif dan rasa peduli cenderung lebih sehat, memiliki hubungan sosial yang lebih kuat, dan merasa hidupnya lebih bermakna. Bukankah ini bentuk rezeki yang sering kita cari-cari?

Syukur Sebagai Penguat Energi

Energi cinta tidak bekerja sendiri. Ia diperkuat oleh rasa syukur. Bersyukur adalah seni melihat cukup di tengah kekurangan, merayakan apa yang ada, bukan terus menyesali apa yang hilang.

Penelitian Emmons dan Stern (2022) menunjukkan bahwa praktik syukur harian, misalnya menulis tiga hal yang disyukuri setiap hari, berdampak pada peningkatan kebahagiaan dan penurunan tingkat stres. Orang yang bersyukur juga lebih optimistis dalam menghadapi tantangan. Artinya, syukur bukan hanya sikap pasif menerima keadaan, melainkan energi aktif yang memperluas kapasitas kita menerima rezeki.

Bayangkan: ketika kita mampu mengucap terima kasih untuk hal-hal kecil, secangkir kopi hangat, senyum orang asing, atau udara segar pagi hari, kita sesungguhnya sedang membuka diri pada aliran rezeki yang lebih besar.

Bahagia Itu Magnet Rezeki

Ada satu benang merah yang menghubungkan cinta dan syukur: kebahagiaan. Bukan kebahagiaan instan karena barang baru atau pujian di media sosial, melainkan kebahagiaan yang lahir dari hati yang penuh cinta dan syukur.

Bahagia adalah magnet yang menarik hal-hal baik datang dalam hidup kita. Ketika hati bahagia, cara kita berinteraksi dengan orang lain lebih hangat, pekerjaan terasa lebih ringan, dan tantangan hidup tidak mudah menguras energi. Dalam banyak kasus, orang yang bahagia lebih produktif, lebih kreatif, dan lebih mudah dipercaya - semua ini adalah pintu masuk datangnya rezeki, baik dalam bentuk peluang kerja, jejaring sosial, maupun dukungan emosional.

Menghubungkan Generasi Tua dan Muda

Menariknya, praktik sending love dapat menjadi jembatan lintas generasi. Generasi tua kerap menekankan pentingnya doa, syukur, dan berbagi kebaikan, sementara generasi muda terbiasa mengekspresikan dukungan lewat simbol dan kata sederhana seperti sending love. Dua hal ini sesungguhnya saling bertaut: keduanya sama-sama pancaran energi positif yang bisa mengalirkan rezeki dalam berbagai bentuk.

Bagi generasi tua, mengingatkan anak-cucu untuk banyak bersyukur dan menebar kebaikan adalah warisan berharga. Bagi generasi muda, memaknai ulang tren sending love bukan sekadar emoji hati, tetapi sebagai gaya hidup penuh kepedulian, bisa menjadi cara modern untuk menarik rezeki dalam kebahagiaan dan makna hidup.

Refleksi: Rezeki yang Kita Kirim, Kembali ke Kita

Hukum alam sederhana: apa yang kita kirimkan, akan kembali. Ketika kita mengirim cinta, syukur, dan doa, kita menabur benih rezeki yang suatu saat tumbuh dan berbuah. Tidak selalu dalam bentuk uang, tapi mungkin berupa kesehatan yang tak ternilai, sahabat yang mendampingi di masa sulit, atau peluang yang muncul tepat di saat dibutuhkan.

Dalam hidup, mungkin kita tidak bisa mengontrol semua hal. Tetapi kita bisa memilih energi apa yang ingin kita pancarkan. Apakah energi keluhan, iri, dan amarah? Atau energi cinta, syukur, dan kebahagiaan?

Penutup

Rezeki bukanlah misteri yang hanya ditentukan oleh kerja keras semata. Ia juga dipengaruhi oleh energi yang kita pancarkan. Sending love - mengirim cinta, bersyukur, dan membangun kebahagiaan - adalah cara sederhana namun ampuh untuk membuka pintu-pintu rezeki.

Ketika kita belajar untuk bersyukur setiap hari, mengirimkan cinta kepada orang lain, dan menjaga hati tetap bahagia, kita sesungguhnya sedang menjalankan hukum alam yang abadi: memberi untuk menerima, menyayangi untuk disayangi, dan membuka hati untuk kelimpahan yang tak terduga.

Bukankah itu esensi sejati dari rezeki?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun