Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Fabel | Katak, Kecebong, dan Kadal Gurun

7 Januari 2021   21:50 Diperbarui: 7 Januari 2021   21:56 1788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar olah kolase ; foto kadal gurun diambil dari detik.com sedangkan foto katak diambil dari hewanpedia.com

Tokoh binatang, tempat dan narasi cerita dalam cerita fabel katak, kecebong dan kadal gurun ini hanyalah fiksi belaka, yang terpenting adalah, melalui cerita fabel ini, penulis hanya ingin menitip pesan kebaikan.

Seperti biasanya, cuaca di padang gurun kahala begitu kering dan panas mendidih, suhu udaranya pun bisa mencapai di atas 40 derajat selsius.

Meskipun jarak sang surya sekitar 150 juta kilometer dari padang gurun, tapi pijaran cahaya apinya tetap terasa sangat begitu galak, seperti selalu bermurka-murka ingin membakar apa saja yang ada di padang gurun.

Namun, cuaca yang terasa panas nan mendidih tersebut, tidaklah dapat menderakan bangsa kadal gurun yang mendiami sarangnya di balik lubang-lubang jebakan mangsa yang telah diciptakan dengan kedalaman yang bermeter-meter.

Mungkin kedalaman lubang tersebut ada sekitar 5 meter, sehingga mangsa yang bernasib sial masuk ke dalam lubang tersebut, tidak akan bisa keluar selamanya.

Bangsa kadal gurun ini kulitnya beruam-ruas sangat tebal dan berwarna cokelat pasir yang berhiaskan benjolan-benjolan tajam nan keras yang berfungsi sebagai senjata untuk mempertahankan dirinya, sehingga membuatnya takmempan dari sengatan cuaca gurun.

Sementara itu, takjauh dari situ, para kecebong sedang bersuka ria di padang oase yang indah, berhiaskan sabana subur menghijau dengan barisan pepohonan yang rimbun, serta dikelilingi danau dangkal berair bening dari sumber mata air abadi.

Dengan didampingi para katak yang merupakan para tetua bijak mereka, para kecebong asyik masyhuk bercumbu ceria di danau berair bening itu dan sesekali mereka berjumpalitan di antara pancaran sumber mata air abadi yang berbau belerang itu.

Setiap hari siang dan malam para tetua mereka mengiringi dan merayu dengan nyanyian pemanggil hujan, berpadu suara di antara sopran dan mezzo sopran, tidak ketinggalan juga di antaranya ada suara bariton dan tenor.

Meskipun hujan tidak kunjung menghunjam membilas padang gurun, tapi takmembuat para tetua mereka terhenti mengumandangkan lagu kebangsaan pemanggil hujan baik itu siang maupun malam.

Suasana alam yang tercipta di padang oase tersebut, memang layaknya dilingkupi kubah tabir surya raksasa, sehingga yang tercipta didalamnya adalah semilir dan kesejukan.

Sering sekali keriuhan dan kecerian di padang oase itu, membuat bangsa kadal gurun protes, ini karena dapur mereka sering takmengepul karena gagal mengais pengganjal perut.

Sudah sering juga bangsa kadal gurun datang mengugat dan menyampaikan aspirasi, agar sekiranya dapat pengertian dari bangsa katak, akan tetapi sudah sering juga aspirasi bangsa kadal takurung digubris oleh bangsa katak.

"Wahai bangsa katak, kita setanah air di padang gurun kahala ini, kami minta tolong pengertiannya, paduan suara kalian sejatinya indah memesona, tapi mohon sekiranya berikan kami satu kali saja senggang kesunyian, agar kami tidak kelaparan".

"Wahai bangsa kadal, kami paham kalau kita setanah air, dan kami berjanji akan mendengar dan menunaikan aspirasi kalian, maka pulanglah".

Begitulah drama klasik yang sering sekali berulang dan terulang di sekitar padang gurun kahala itu, sehingga mencipta konflik yang tidak kunjung juga menemukan titik temu di antara kedua bangsa tersebut.

Terkadang di antara bangsa kadal sampai ada yang menggerutu dan terbawa emosi angkara.

"Daripada kita sering kelaparan, apakah sebaiknya kita makan saja para kecebong-kecebong yang ada di danau itu".

"Kita kunyah mereka mentah-mentah kita sisakan ekornya, sebagai bukti kepada para katak itu, bahwa kita sudah benar-benar murka".

"Jangan!, Kata yang paling dituakan di antara mereka.

"Tidak perlu, itu hanya akan mencipta kesumat dan angkara, sebaiknya yang kita lakukan adalah bersabar dan bermunajat pada sang pencipta semesta". Lanjutnya.

"Percayalah kita tidak akan kelaparan karena sang pencipta selalu bermurah rezeki, setuju". Pungkas pemimpin kadal gurun itu.

"Setuju!!! Jawab serempak bangsa kadal gurun.

Begitulah gerutu dan kegetiran yang sering sekali berulang dan terulang di antara bangsa kadal gurun tersebut.

Sementara itu, bangsa katak bersama para anak turunannya, tetap menggelar rutinitas keceriaannya setiap hari, siang dan malam saling bergiliran tiada henti, tanpa menggubris sedikitpun dan menaruh empati ada bangsa yang terdera derita karena sering kelaparan.

"Kita bangsa katak adalah bangsa yang paling sempurna dan paling bahagia di padang gurun ini, oase ini adalah sebagai buktinya, jadi untuk apa kita menuruti apa mau para kadal gurun itu".

"Mereka adalah kasta rendahan, buktinya mereka hanya tinggal digurun kering kerontang itu, salah mereka sendiri tinggal di gurun pasir itu, betul tidak!". Kata yang paling dituakan pada bangsa katak tersebut.

"Betul!!! Secara serempak disambut setuju oleh seluruh katak yang ada di oase itu.

"Mereka bisanya hanya mengusik kebahagian kita saja, mereka sering sekali protes pada bangsa kita, padahal mereka itu hanya iri dan dengki pada bangsa kita yang sempurna ini, betul tidak!". Pungkas pemimpin bangsa katak itu.

"Betul!!! Dijawab lagi secara serempak oleh seluruh bangsa katak.

Setiap itu juga para kecebong anak turunan mereka membahanakan tawa, tanda ikut setuju dengan para tetua mereka.

Begitulah koar yang berulang dan sering terulang di antara bangsa katak yang justru membuncahkan kesombongan dari para bangsa katak, yang semakin lupa diri, bahwa sejatinya yang paling sempurna itu adalah Sang Pencipta semesta.

Hari terus berganti, bulan terus berganti, tahun terus berganti, tapi keakuran di antara kedua bangsa di yang mendiami padang gurun kahala tersebut takpernah tercipta konflik terus terjadi secara terulang dan berulang.

Bangsa katak semakin sombong menjadi-jadi, bangsa kadal gurun semakin ikhtiar dan tawakal, namun Sang Pencipta maha adil.

Suatu ketika di kala siang, padang gurun kahala dilingkupi awan hitam pekat menggumpal, teriring itu juga kilat berwarna putih cemerlang saling silang sambar-menyambar dan suara gemuruh guruh meledak-ledak memekak membahana.

Para bangsa katak yang mendiami padang oase memekik panik, berhambur jumpalitan melompat-lompat tidak karuan, mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Semua masuk ke dalam danau" kata pemimpin bangsa katak kepada bangsanya.

Tidak kalah ketinggalan bangsa kadal gurun juga berhambur melata, berteriak panik dan kebingungan dengan apa yang sedang terjadi.

"Semuanya masuk ke sarang, meringkuk semua ke lubang-lubang". Pekik pemimpin kadal gurun kepada bangsanya.

Seluruh bangsa kadal gurun, menuruti titah sang pemimipin dan melingkupkan diri ke dalam lubang-lubang sarang mereka.

Tetiba pasir di sekitar padang gurun kahala menggumpal membentuk tornado yang beratus-ratus banyaknya, dan bermeter-meter tingginya, menggulung kaktus-kaktus hingga tercabut dari akarnya, menghisap pasir naik ke udara setinggi-tingginya.

Bahkan akhirnya tanpa ampun menggulung padang oase gurun kahala, pepohonan, padang sabana terhisap taktersisa, air danau membuncah berhamburan teriring bangsa katak dan para kecebong anak turunannya yang meraung-raung ketakutan dan kesakitan terhisap beratus-ratus tornado raksasa yang menyeramkan itu.

Padang pasir tempat bangsa kadal gurun berdiam takluput juga dari amukan, namun lubang-lubang pernaungan kadal gurun yang bermeter-meter dalamnya itu, luput dari amukan, selamatlah bangsa kadal gurun.

Sejurus waktu kemudian padang gurun kahala menyepi sunyi, satu persatu bangsa kadal gurun keluar dari lubang pernaungan mereka, kemudian tersentak dan terhenyak, prihatin dan trenyuh melihat padang oase memasir.

Selesai.

***

Dari cerita fabel ini, yang jelas pesan yang ingin penulis sampaikan di antaranya adalah;

Janganlah kita sombong berdiri dan berjalan di muka bumi ini.

Janganlah kita lupa bersyukur dengan segala anugerah yang dilimpahkan oleh Tuhan.

Janganlah pernah meragukan keadilan Tuhan soal rezeki.

Kemusnahan bangsa katak adalah kiasan seperti halnya kaum Tsamud dan kaum Madyan.

***

Demikianlah kiranya cerita fabel ini, jujur penulis mengakui, amatlah sulit dalam membuatnya, dan tentunya masih banyak banget kekurangannya, sehingga mohon maaf yang sebesar-besarnya bila cerita fabel ini "mengerikan" alias "hancur berantakan", tapi setidaknya inilah upaya penulis apa adanya.

Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun