Mohon tunggu...
Siauw Tiong Djin
Siauw Tiong Djin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Politik Indonesia

Siauw Tiong Djin adalah pemerhati politik Indonesia. Ia bermukim di Melbourne, Australia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Partisipasi Tionghoa dalam Politik Indonesia

19 April 2022   16:44 Diperbarui: 28 April 2022   12:22 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman ini Siauw Giok Tjhan dan beberapa kawan politiknya mendirikan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) pada 1954. Baperki ikut pemilu pertama pada 1955 dan berhasil memperoleh 2 perwakilan di DPR (Siauw Giok Tjhan dan Ang Tjiang Liat) dan 11 perwakilan dalam Konstituante.

Baperki -pun berhasil menggagalkan arus politik yang ingin membatalkan UU Kewarganegaraan Indonesia -1946, yang telah menjadikan sebagian terbesar komunitas Indonesia Warga Negara Indonesia.  

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan yang dikeluarkan pada 1954 digagalkan oleh Baperki dan para pendukungnya. Perjanjian Penyelesaian Dwi Kewarganegaraan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan RI pada 1955 yang sesuai dengan RUU yang dibatalkan itu-pun memperoleh revisi yang dibuat oleh Baperki dan Siauw Giok Tjhan -- membatalkan upaya mengasingkan Tionghoa.

UU Kewarganegaraan baru yang disahkan pada 1958 merupakan kompromi politik Yang mengalahkan arus politik yang ingin mengasingkan Tionghoa di Indonesia.

Para wakil Baperki di Konstituante, lembaga yang dibentuk untuk merumuskan UUD baru, aktif berpartisipasi dalam perdebatan yang erat berkaitan dengan demokrasi dan HAM (Hak Azazi Manusia).  Ketua Fraksi Baperki, Siauw Giok Tjhan, kerap mencanangkan diperbaikinya UUDS-50 untuk menjunjung tinggi prosed demokrasi dan HAM. Dengan sendirinya, menurut para wakil Baperki, rasisme merupakan pelanggaran UU dan HAM.

Setelah 4 tahun sejak pembentukannya pada 1955, Konstituante gagal melahirkan UUD baru. Sejak awal 1959, Presiden Soekarno mengusulkan agar UUD 45 diterima kembali sebagai UUD. Ia didukung oleh Angkatan Darat dan partai-partai kiri. Partai-partai kanan menentangnya.  Ini menimbulkan deadlock. Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan menentukan UUD 45 sebagai UUD NKRI.


Siauw dan para wakil Baperki di Konstituante secara prinsip menginginkan UUD yang berdasarkan UUDS-50, karena mereka menganggap ia jauh lebih demokratis dibandingkan UUD-45.  Akan tetapi polarisasi politik mengharuskan Baperki membuat pilihan. Berpihak dengan partai-partai kanan yang mendukung berbagai kebijakan rasisme, atau berpihak dengan Soekarno dan partai-partai kiri yang mendukung garis politik Baperki.  Akhirnya Siauw membawa Baperki untuk mendukung Soekarno.

Sikap ini ditentang keras oleh salah satu wakil Baperki di Konstituante, yaitu Yap Thiam Hien. Yap menentang UUD-45 yang dianggap tidak demokratik dan mengandung rasisme karena pasal 6 terdapat istilah “asli” sebagai syarat orang menjadi Presiden. Yap tidak berhasil mengubah kebijakan Baperki dan mengundurkan diri dari kepengurusan Baperki pada 1960.

UUD 45 mengubah struktur pemerintahan – dari kabinet parlementer menjadi kabinet presidensial.   Presiden memiliki kekuasaan eksekutif dan merupakan Panglima ABRI.

 

Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun