Mohon tunggu...
Renata Septian
Renata Septian Mohon Tunggu... Pelajar SMA

Saya senang menulis hal-hal/peristiwa-peristiwa yang menarik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Racun yang Kucinta

19 Mei 2025   10:12 Diperbarui: 19 Mei 2025   10:12 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau datang bagai cahaya,

Tampak seperti korek api.

Nyalanya kecil, hangatnya semu,

Panasnya diam-diam membakar logika

Katamu, kita jalani bersama.

Nyatanya, aku lihat cermin retak

Bayangmu sibuk memeluk diri sendiri.

Cintamu candu pahit,

tetap ku telan juga.

Katamu, cinta harus tahan banting

Dan aku, dungunya, tahan

Babak belur sambil berkata, ini biasa.

Racun yang kupekuk,

Dengan lapang dada dan mata terkatup.

Kau pukul, kau tarik,

Lalu kau bilang, semua untuk kita

Kocak?

Aku belajar memaafkan lebih cepat daripada kamu minta maaf

Diam, bisu, lesu tak berkutik,

Suara hati pun tuli, kau pelintir jadi bisikan ngeri.

Sekarang,

Tak sudi lagi aku jadi kampret.

Bukan lagi aku altar amarahmu.

Cintamu itu rusak,

Aku muak untuk mengemis padamu.

Kau racun yang katanya "kecintaan"

Kumuntahkan hari ini juga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun