( Satu hari sebelum kejadian pembunuhan orang tua Lana) Â Â Â Â
     Hari demi hari telah berlalu, kini sepasang pria tampan dengan setelan santainya tengah berjalan di taman bersama seorang wanita cantik dengan senyum merekah yang selalu terbit di bibirnya. Lana dan Arya terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah kasmasran. Ya, setelah malam itu mereka menjadi sangat akrab.Â
Bahkan, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Kebersamaa mereka, menanamkan perasaan yang berbeda kepada Lana. Lana menyukai pria itu dan ia harus memiliki Arya.
" Hey, Lana kenapa kamu melamun? Oh tidak, Â jangan-jangan kau sedang memikirkanku?" Tuduh arya dengan wajah yang cukup histeris membayangkan Lana yang sedang memikirkannya.
" Tidak, kamu ga usah geer deh. Aku hanya sedang menghitung berapa jumlah rumput di taman ini." Sanggah Lana dengan gugup
" Kau tidak pandai berbohong Lana, ehm dan ini untukmu." Setangkai bunga mawar merah  cantik tepat di depan Lana. Arya memberikannya mawar merah dan Lana sangat senang.
" Bunga mawar ini sebagai pengganti bunga yang waktu itu aku jatuhkan." Jelas Arya tak ingin membuat Lana salah paham atas pemberiannya. Bagaimanapun juga, ia telah menganggap Lana seperti adiknya sendiri, adiknya juga sangat menyukai bunga mawar tapi bedanya adiknya tak seberuntung Lana dan dirinya yang bisa menikmati kehidupan lebih lama lagi.
" Arya? " Â Tiba-tiba datang seorang wanita yang tak kalah cantiknya dengan Lana, ia memiliki rambut yang panjang dan indah.
" Dhea? Kau sudah datang? Mari sini aku sangat ingin mengenalkan kalian berdua." Ucap Arya sambil memandang Lana dan Dhea bergantian.
    Mereka pun duduk di sisi taman, Arya mengawali pembicaraan mereka dan mengenalkan Dhea kepada Lana sebagai tunangannya. Rasanya dunia Lana telah hancur, padahal Arya adalah cinta pertamanya, Arya merupakan sisi merah dari sisi hitamnya sebagai bunga mawar. Kenapa dunia selalu membencinya? Kenapa Tuhan selalu menyiksannya? Lana sudah muak dan bosan berpura-pura menikmati dunia yang penuh dengan rasa sakit ini.
   Lana pergi, kakinya melangkah menjauhi rasa sakitnya. Oh tidak, bukan rasa sakitnya, melainkan sumber dari rasa sakitnya karena seberapa jauh pun Lana pergi rasa sakit ini terus mengikutinya dan rasa sakit ini lah yang mengingatkan Lana kepada Delana, sisi hitam Lana.
   Arya merasa bingung, sehabis ia mengenalkan Dhea kepada Lana, Lana tiba-tiba pamit kepadanya dan bilang sedang banyak urusan. Aneh, bukannya tadi pagi Lana bilang padanya kalau ia sedang tidak ada urusan dan sangat ingin jalan-jalan.Â