Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis adalah wadah dari rasa yang tumpah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mawar Hitam

16 November 2020   11:48 Diperbarui: 3 Maret 2021   08:31 14499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://irenelaulau.blogspot.com/2019/01/gambar-bunga-layu-di-tangan.html?m=1

Gemercik air mulai membasahi bumi, orang-orang di luar sana berlarian mencari tempat berteduh, bunga-bunga bermunculan menyambut tetes demi tetes air. Ya, langit hari ini sama mendungnya dengan wanita yang sudah satu minggu mengeram di balik selimut. 

Tak ada cahaya, hanya kegelapan yang menemaninya. Tak ada senyuman, hanya tangisan yang mengiringinya. Tak ada seorang pun disisinya, hanya setangkai mawar hitam layu yang selalu setia berada di sampingnya. Orangtuanya sudah meninggal, dibunuh lebih tepatnya. 

Sudah satu minggu yang lalu kedua orangtua Lana dibunuh tepat di kediamannya, sayangnya pelaku hingga saat ini belum ditemukan dan kasus ini masih dalam proses penyidikan.

        "Brkkk...."

       "Sial, tak terasa sudah satu minggu aku tidak makan." Ucap Lana.
Kaki Lana mulai melangkah, menyusuri kediamannya yang cukup luas untuk ditempati oleh dirinya seorang. Tangan-tangan lentiknya mulai memasak, hanya omelette tapi cukup untuk mengganjal perutnya.
" Tok tok tok." Terdengar sebuah suara ketukan pintu.
      Kaki lana mulai melangkah, menuju sumber suara yang timbul akibat seseorang yang mengetukan pintu rumahnya. DEG! Lana terkejut melihat seseorang di balik pintu, keringat mulai membasahi wajah cantiknya. Ingin rasanya ia berlari, bukan berlari kesuatu tempat yang jauh, tetapi berlari ke masa lalu.

( 2 minggu sebelum kejadian pembunuhan orangtua Lana)

            Seorang wanita cantik dengan rambut terurai sampai bahu baru saja keluar dari toko bunga, senyuman manis nan cantik menemani setiap langkahnya bersama tangan lentiknya yang memegang setangkai bunga mawar merah. Bibir mungilnya terus saja menyapa setiap orang yang dijumpainya di jalan. "DUG" Oh tidak! Bunga mawarnya terjatuh. Seseorang baru saja menyenggolnya.

" Astaga, maaf mba saya tidak sengaja" ucap seseorang yang tadi menabraknya. Dia seorang pria, cukup tampan pikirnya.

" Oh iya, tidak apa-apa saya bisa membelinya lagi." Ucap wanita itu dengan senyuman yang selalu terbit di wajahnya.

"Kalau begitu, biar saya yang ganti membeli bunganya. Oh iya, perkenalkan nama saya Arya." Ramah arya. Ia sungguh menyesal telah menyenggol wanita ini hingga bunga yang dibawanya terjatuh

" Tidak apa-apa, perihal bunga tidak usah diganti dan nama saya Lana ." Perempuan itu bernama Lana. Perempuan cantik berusia 21 tahun, orang-orang memberinya julukan the lady rose, itu karena Lana sangat menyukai bunga mawar. Setelah berbasa-basi dengan pria yang tadi menabraknya. Lana, kembali melangkahkan kakinya menuju kampus.

           Waktu demi waktu telah berlalu, tak terasa sudah seharian ia berada di kampus. Kini Lana sedang berada di perpustakan kampusnya, sedang terlarut dengan buku bacaannya. Ia sedang membaca buku yang berjudul The Tell-Tale Heart  karya Edgar Allan Poe.

" hey, kau tidak akan pulang? Ini sudah larut malam. Aku akan menutup perpustakaannya." Ucap petugas perpustakaan kepada Lana. Lana yang tersadar akan waktu pun segera bergegas pergi, tak lupa ia mengucapkan kata maaf kepada petugas perpustakaan tersebut.

     Bodohnya Lana, gara-gara ia begitu terlarut membaca buku, sekarang ia harus pulang semalam ini. Lana memang perempuan yang pemberani,tapi siapa yang tahu jika sesuatu yang jahat akan datang kepadanya. 

Lana memang tidak naik kendaraan, karena jarak dari kampus ke rumahnya tidak jauh tapi ia memang harus melewati gang yang cukup gelap untuk mendapati jalan kerumahnya yang lebih cepat. 

Suara-suara aneh mulai terdengar, tidak itu bukan suara aneh, melainkan suara hewan malam yang saling bersautan. Lana tidak mengerti mereka sedang berbicara apa tapi ada sesuatu yang cukup mengganggunya,  ia merasa ada seseorang yang mengikutinya.

    " hey.. siapa kau?" Ucap lana sambil membalikan badannya, ia cukup terganggu dengan seseorang yang mengikutinya. " Arya?" Ternyata pria itu seseorang yang tadi menabraknya.

"Lana? Kukira siapa, aku cukup heran bagaimana bisa seorang perempuan berani melewati gang yang cukup gelap ini sendirian." Ucap arya

" jadi, kau mengikutiku?" sanksi Lana

" Oh, tidak-tidak aku memang mau pulang dan sepertinya kita satu arah." Ucap Arya menjelaskan.

         Malam itu, Lana dan Arya pulang bersama. Sepanjang perjalanan mereka terus berbincang, entah kenapa Lana merasa nyaman dengan Arya, dia pria yang sangat ramah. Mereka berakhir berbincang ketika Lana sampai di rumahnya, kini ia tahu bahwa Arya adalah tetangganya, tetangga baru lebih tepatnya.

      Baru saja Lana sampai di depan teras rumahnya, terdengar suara gaduh. Dengan panik Lana cepat-cepat masuk ke rumah. Keadaan rumah itu sudah tidak terbentuk lagi, barang barang telah hancur berserakan. Lana sudah terbiasa dengan keadaan ini dan ujung-ujungnya Lana lah yang harus membersihkan. Malam ini, menjadi malam yang menyedihkan lagi bagi Lana.

( Satu hari sebelum kejadian pembunuhan orang tua Lana)      
         Hari demi hari telah berlalu, kini sepasang pria tampan dengan setelan santainya tengah berjalan di taman bersama seorang wanita cantik dengan senyum merekah yang selalu terbit di bibirnya. Lana dan Arya terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah kasmasran. Ya, setelah malam itu mereka menjadi sangat akrab. 

Bahkan, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Kebersamaa mereka, menanamkan perasaan yang berbeda kepada Lana. Lana menyukai pria itu dan ia harus memiliki Arya.

" Hey, Lana kenapa kamu melamun? Oh tidak,  jangan-jangan kau sedang memikirkanku?" Tuduh arya dengan wajah yang cukup histeris membayangkan Lana yang sedang memikirkannya.

" Tidak, kamu ga usah geer deh. Aku hanya sedang menghitung berapa jumlah rumput di taman ini." Sanggah Lana dengan gugup

" Kau tidak pandai berbohong Lana, ehm dan ini untukmu." Setangkai bunga mawar merah  cantik tepat di depan Lana. Arya memberikannya mawar merah dan Lana sangat senang.

" Bunga mawar ini sebagai pengganti bunga yang waktu itu aku jatuhkan." Jelas Arya tak ingin membuat Lana salah paham atas pemberiannya. Bagaimanapun juga, ia telah menganggap Lana seperti adiknya sendiri, adiknya juga sangat menyukai bunga mawar tapi bedanya adiknya tak seberuntung Lana dan dirinya yang bisa menikmati kehidupan lebih lama lagi.

" Arya? "  Tiba-tiba datang seorang wanita yang tak kalah cantiknya dengan Lana, ia memiliki rambut yang panjang dan indah.

" Dhea? Kau sudah datang? Mari sini aku sangat ingin mengenalkan kalian berdua." Ucap Arya sambil memandang Lana dan Dhea bergantian.

        Mereka pun duduk di sisi taman, Arya mengawali pembicaraan mereka dan mengenalkan Dhea kepada Lana sebagai tunangannya. Rasanya dunia Lana telah hancur, padahal Arya adalah cinta pertamanya, Arya merupakan sisi merah dari sisi hitamnya sebagai bunga mawar. Kenapa dunia selalu membencinya? Kenapa Tuhan selalu menyiksannya? Lana sudah muak dan bosan berpura-pura menikmati dunia yang penuh dengan rasa sakit ini.

     Lana pergi, kakinya melangkah menjauhi rasa sakitnya. Oh tidak, bukan rasa sakitnya, melainkan sumber dari rasa sakitnya karena seberapa jauh pun Lana pergi rasa sakit ini terus mengikutinya dan rasa sakit ini lah yang mengingatkan Lana kepada Delana, sisi hitam Lana.

     Arya merasa bingung, sehabis ia mengenalkan Dhea kepada Lana, Lana tiba-tiba pamit kepadanya dan bilang sedang banyak urusan. Aneh, bukannya tadi pagi Lana bilang padanya kalau ia sedang tidak ada urusan dan sangat ingin jalan-jalan. 

Baiklah, Arya akan menanyakannya saja besok kepada Lana, sekarang ia ingin menghabiskan waktunya bersama kekasih tercinta. Tak terasa sudah larut malam, Arya baru saja mengantar Dhea pulang.

Kini , ia sedang berjalan sendiri di gang menuju rumahnya. Seperti biasa, susanan mencekam menusuk dirinya, suara- suara hewan malam yang saling bersautan seolah-olah menambah ketegangan malam itu. 

Tapi, yang membuatnya cukup khawatir yaitu ada seseorang yang mengikutinya dan Arya merasa orang itu akan berbuat jahat kepadanya. Memang sangat sering terjadi perampokan di gang ini, tapi mau bagaiman lagi gang ini salah satu jalan alternatif menuju rumahnya.

       Arya mulai bergetar, dia sudah sangat ketakutan. Sedari tadi, seseorang berpakain serba hitam terus saja mengikutinya. Dia mempercepat langkah kakinya, keringat terus saja menetes dari dahinya mendukung ekspresi cemas yang tertera di wajahnya.

" bugh" orang yang berada di belakang pria itu memukulnya dari belakang, membuat pria itu tak sadarkan diri.

      Arya tersadar, tapi dimana dia? Dan kenapa disini sangat gelap? Lalu, ada apa dengan tangannya? Kenapa ia diikat dengan sangat kencang? Oh tidak, mulutnya pun di bekap dengan sebuah lakban hitam.

"tuk tuk tuk" terdengar derap langkah seseorang yang membuat arya panik, secercah cahaya menghampirinya, orang tersebut membawa sebatang lilin dan pisau? Arya terkejut, bola matanya hampir saja keluar menyaksikan apa yang dilihatnya, itu Lana.

" Hai Arya, tidak perlu terkejut begitu. Ohw, kasian sekali kau ingin berbicara ya?" ucap Lana mengejek, lalu ia melepaskan lakban yang telah membatasi arya untuk bicara.

" Apa maksudmu Lana? Kenapa kau melakukan ini? Kau gila? Atau ini sebuah kejuatan? Hey aku tidak sedang berulang tahun." Pertanyaan betubi-tubi Arya lontarkan berharap ia mendapatkan jawaban yang bisa membuatnya tenang.

" Diam! Aku benci mendengar suaramu, aku.. lebih suka mendengar teriakanmu, teriak karena rasa sakit lebih tepatnya dan Arya aku ingin kau mengetahuinya bahwa aku sangat mencintaimu. Maka dari itu aku akan membuktikan rasa cintaku padamu" Seringai  Lana sambil menggoreskan pisau cantik kesayangannya ke pipi Arya. 

Darah dengan warna merah pekat mulai menetes di pipinya, warna kesukaan Lana seperti bunga mawar merah kesukaannya. Tak disangka, tetesan darah itu menjadi awal bagi penderitaan Arya hingga akhir hayatnya. Malam itu, menjadi malam terakhir bagi Arya sekaligus malam yang mengantarnya untuk bertemu dengan adiknya.

      " Oh tidak! Arya maafkan aku." Ucap Lana sedih, tetapi beberapa menit kemudian Lana tertawa puas. Ia senang, karena telah berbagi rasa sakit dengan orang yang dicintainya.

(1 minggu setelah pembunuhan orangtua lana )

" tok tok tok"
      Kaki lana melangkah, menuju sumber suara yang timbul akibat seseorang yang mengetukan pintu rumahnya. DEG! Lana terkejut meilhat sesorang di balik pintu, keringat mulai membasahi wajah cantiknya. Dengan cukup gemetar, lana membuka pintu rumahnya. Terlihat 2 pria berseragam polisi tepat berada di depannya.

" Saudari Lana, anda kami tangkap atas tuduhan pembunuhan yang anda lakukan kepada orang tua anda dan saudara Arya dan sekarang mari ikut kami menuju kantor polisi." 

Lana sudah tidak peduli jika harus tertangkap polisi, lagipula hidupnya sudah hancur.

" baik pak." Ucap lana dengan senyuman yang selalu terbit di wajahnya.

       setelah sampai di kantor polisi, Lana terus diminta keterangan perihal pembunuhannya."
" Lalu mengapa anda membunuh kedua orangtua anda?

         Setelah Lana membunuh Arya, Lana pulang ke rumahnya. Ketika sampai di depan teras rumahnya, suara gaduh kembali terdengar lagi. Dengan cepat, lana masuk ke rumahnya.

" Apa kalian tidak bosan bertengkar setiap saat? Setidaknya pikirkanlah aku, anak kalian berdua." Lana sudah muak melihat pemandangan ini, sejak kejadian itu keluarganya hancur. Mereka berdua selalu saja bertengkar.

" Diam kau pembunuh, keluargaku hancur karenamu. Kau telah membunuh anakku." Sentak ibu Lana mengingatkan Lana akan kejadian 16 tahun yang lalu.

Lana kecil tidak sadar akan perbuatannya. Saat itu adiknya Rose sedang menangis dan kedua orangtuanya sedang tidak ada di rumah. Lana kecil kebingungan, lalu ia mendapatkan ide untuk menutup mulut  dan hidung adiknya, dan benar! Ternyata adiknya tidak menangis lagi. Lana memang kakak yang baik bukan? Ia dapat dengan sigap membuat adiknya berhenti menangis.

" Apa kau sebegitu tidak tahu dirinya, masih menampakan wajahmu di depan kami?" ucap ayah Lana yang tentunya menyinggung perasaan Lana. Lana berfikir, apakah mereka sebegitu tidak pekanya memikirkan perasaan Lana yang begitu sakit dari dulu hingga sekarang. Apakah mereka tidak tahu bahwa Lana juga merasa sangat bersalah atas kejadian itu. 

Bukan karena Lana sering menampilkan senyum indahnya, maka kehidupannya baik-baik saja. Terkadang orang yang sering tersenyum bukannlah orang yang pandai menyampaikan perasaannya, hanya saja mereka pandai dalam menyembunyikan segala luka hidupnya. 

Dan malam itu menjadi malam terakhir bagi Lana bertemu dengan kedua orangtuanya, dan ketiga kalinya pisau cantik Lana mencabut sebuah kehidupan. Lana tak bersalah, mereka yang telah lebih dulu mencabut kehidupan dari Lana, mereka yang lebih dulu mematikan hati Lana.

      Gemercik air membasahi bumi, tetes demi tetes air berjatuhan. Sepertinya, hari ini langit tengah menangis dan semesta tengah siap untuk menjadi saksi berhentinya kehidupan Lana yang sesungguhnya. Lana di jatuhi hukuman mati, hari ini ia akan mati. Entah kenapa, mengingat kematiannya membuat Lana merasa tenang. 

Bunga mawar merahnya sudah tidak indah lagi karea mawarnya telah layu dan menjadi hitam. Tapi, Lana sadar ia lebih menyukai mawar itu berwarna hitam di banding merah. Karena mawar merah terlalu cantik untuk kehidupannya yang kelam. Cataleya De Lana setangkai mawar hitam yang telah mati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun