Keesokan harinya setelah pulang sekolah Asyi langsung menyelinap ke basemen rumah. Setiap hari; tanggal hitam atau merah. Asyi selalu mencari-cari sisi sesuatu di basemen.
Segera Asyi membuka pintu basemen. Setelah beberapa langkah ia berjalan masuk, pandangannya tertuju pada tumpukan buku-buku tua dan majalah-majalah edisi lama milik kakeknya. Terakhir kali Ia melihatnya saat tiga hari yang lalu di ruang kerja ibunya; berserakan memenuhi lantai. Sebagian besar buku dan majalah itu sudah tak utuh karena banyak bagian yang berlubang disana-sini akibat dimakan ngengat. Ada banyak laba-laba di basemen. Tak heran rambut pendeknya sering menjadi tak beraturan karena terkena sarang laba-laba.
Basemen rumah bak surga dunia bagi Asyi, Ia pernah menemukan buku tulis yang berisi tempelan-tempelan kertas dari surat kabar tentang cara memasak; buku kostum membuat pola baju; mainan-mainan rusak; pilinan kabel yang berukuran sangat besar; bahkan buku yang berisi gambar-gambar potrait seseorang yang dibuat dengan pensil. Hampir semua barang-barang yang ia temukan sudah usang, tua, dan berdebu.
Bagi Asyi rumahnya bukanlah tempat yang buruk untuk dijelajahi. Asyi dapat menghabiskan waktu berjam-jam di basemen sampai mendengar ibu atau nenek berteriak mencarinya. Asyi membaca setiap puisi, cerpen, dan komik dari majalah yang ia temukan. Sebenarnya banyak hal yang tak ia mengerti. Tapi ia terus membacanya sampai bagian terakhir.
      "Asyi... apa kau disana, nak?" Terdengar teriakan suara seorang wanita dari pintu basemen.
Asyi menoleh ke arah pintu, "Iya..." kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu.
 "Ayo keluarlah, ibu punya sesuatu untukmu." kata Ibu sambil merangkul pundak Asyi.
"Ini memang bukan barang baru." kata Ibu sambil menyodorkan bungkusan.
Asyi tersenyum, "Tak apa bu, terima kasih."
Sebenarnya bukan masalah besar bagi Asyi ketika harus menggunakan barang yang tak baru. Ia tak segila Ibunya dalam dunia seni. Baginya sudah sangat menyenangkan selama masih ada media untuk membuat coretan.
Ibunya bekerja sebagai seorang guru seni, namun Asyi hanya diberikan peralatan seni bekas milik ibunya atau peralatan seni bekas yang didapatkan dari tempat jual rongsokan, karena ditempat itu ibunya seringkali dapat menemukan barang yang menarik dengan harga miring.