Mohon tunggu...
Servinus Bidangan
Servinus Bidangan Mohon Tunggu... Lainnya - Literasi Fiksi/nonfiksi

Membacalah seperti tak mengetahui apa-apa, dan menulislah seperti ingin memberitahu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Energi 1/2 Anugerah dan 1/2 Kutukan

27 Februari 2021   04:51 Diperbarui: 27 Februari 2021   05:59 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu pembangunan yang berkesinambungan sangat membutuhkan pembiayaan yang sangat besar, dan juga memerlukan tenaga,pikiran, hingga moral yang mumpuni dalam pelaksanaanya. Mental dan karakter suatu bangsa dapat terlihat pada aspek pembangunan mereka. Karena melalui pembangunan, suatu bangsa akan menghadapi berbagai persoalan dan tantangan.

Bangsa jepang yang menderita karena kekalahan perang mereka telah mengajarkan bagaimana cara untuk bangkit dari kekalahan itu tanpa harus ada kata balas dendam. Mental dan karakter bangsa mereka benar-benar terwujud dalam landscape pembangunan negara mereka, tanpa ada upaya untuk menanamkan nilai-nilai prinsip yang sebenarnya justru itu hadir karena adanya kebiasaan untuk berkorban bagi bangsa dan negara mereka, tanpa harus meresa bahwa dengan berkorban, mereka akan mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri, pengorbanan hari ini adalah kenikmatan untuk generasi mendatang, dan hasilnya begitu sangat terasa bagi bangsa mereka saat ini.

Lalu bagaimana dengan indonesia ?

Bangsa indonesia jika kita flashback melihat dan membaca sejarah, begitu banyak tokoh bapak bangsa yang berkorban dalam banyak hal untuk membangun mental dan karakter bangsa kita dalam menemukan jati diri kebangsaannya. Bahkan, The founding fathers kita mengajarkan untuk tidak membenci para penjajah yang telah menjajah kita, justru menyuruh kita untuk pergi dan belajar dari mereka. Melalui pemikiran, visi dan intelektualitas mereka melakukan berbagai upaya untuk membangun manusia-manusia yang cinta terhadap bangsanya sendiri lebih dari pada mencintai dirinya secara pribadi, atau dalam arti yang sederhana kita mengenalnya dengan istilah pengorbanan. Tidak ada perubahan tanpa pengorbanan. Itu kalimat paling sakti dalam membius pemikiran kita.

Masalah pada bangsa kita yang belum terbangun secara menyeluruh dalam setiap pembangunan adalah benar-benar anti terhadap KKN, negara kita bukanlah negara yang tidak mampu membiayai pembangunannya sendiri, hanya saja kita belum benar-benar anti terhadap korupsi, mental dan karakter kita masih akrab dengan godaan untuk itu. Padahal jika kita sudah melampaui arti dari sebuah pengorbanan, maka pengorbanan itu benar-benar membawa perubahan. Ada value yang tak ternilai oleh materi, dan bersifat abadi dalam satuan waktu yang terus bergerak maju hingga lintas generasi. Semoga generasi yang akan datang melihat serius akan hal itu, dan berusaha memahaminya lebih mendalam, lebih dalam dari dua samudera yang mengapit negara kita accordance by geographic position. Karena generasi saat ini, masih sulit untuk membuat mereka paham akan hal itu, terutama mereka yang sedang mengemban amanah. Loyalitas dan kesetiaan.

Energi 1/2 Anugerah dan 1/2 Kutukan

Energi dalam bentuk sumber daya adalah separuh anugerah dan separuhnya lagi merupakan kutukan. Semakin suatu tempat di planet bumi kita ini memiliki sumber daya, apa lagi energi, maka semakin semua manusia akan meliriknya dan menganggapnya cantik. Seperti sesosok gadis cantik yang sangat mengundang mata untuk menatapnya, hingga segala bentuk upaya dilakukan untuk meraih dan mendapatkannya. Walau itu hanya sebuah analogi tetapi dalam kenyataannya memang seperti itu. Sumber daya dapat menarik dan memotivasi manusia untuk memilikinya. Begitupun dengan indonesia, dalam sejarahnya, bagaimana bangsa kita melewati segala bentuk motivasi bangsa lain untuk mendapatkan sumber daya dalam bentuk banyak hal, secara de facto dan de jure bangsa kita mampu melewati semua itu. Walaupun saat ini, motivasi bangsa lain tidak dalam bentuk penjajahan secara fisik, tetapi dalam bentuk yang lebih canggih lagi, dan semua itu menghiasi hari-hari kita melalui era pembangunan ini.

Energi dalam bentuk sumber daya adalah anugerah yang secara gratis bumi kita memberikannya dengan cuma-cuma. Untuk mendapatkannya, tentu harus ada pemikiran dan biaya yang tidak sedikit. Dan dibalik semua itu, ada bentuk ketenangan jiwa dalam memahami masalah energi, yang begitu besarnya hingga melampaui energi itu sendiri dalam kerangka atau abstraksi filosofi, sering disebut oleh kalangan akademis dengan istilah ataraxia.

Dalam mengelola sumber energi, diperlukan ketenangan, tidak tergesa-gesa oleh karena dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk memahami energi bukan hanya cara untuk menggunakan dan menikmatinya tetapi bagaimana mempertahankan dan menjaga keberlangsungannya. Kita tentu ingin sumber energi kita akan abadi dan tak lekang oleh waktu, tetapi itu akan sangat sulit jika kita saat ini sangat boros dalam menggunakan dan menikmatinya.

Konsep Energi terbarukan yang berkesinambungan dan membentuk sebuah sirkulasi yang mampu mengimbangi kerusakan yang ditimbulkan oleh karena pemanfaatannya, tentu itu sangat perlu untuk terus dikampanyekan dan digaungkan seperti Gong yang bergema menembus setiap dinding yang mengahalangi kecepatan suara dalam berinteraksi dengan gendang telinga kita.

Upaya-upaya yang terus dilakukan dan menyita begitu banyak biaya dan belum menemui hasil oleh karena pemanfaatannya masih sangat kurang jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil yang mengakibatkan cacat sirkulasi dalam konsep energi. Anggaran datang dari pemerintah untuk melakukan riset dan inovasi pada energi terbarukan terasa sia=sia dan tidak berguna manakala pemerintah sendiri melakukan hal kontra diksi dalam memujudkan sirkulasi energi terbarukan. Disahkannya UU Minerba No.3 Tahun 2020 adalah salah satu bentuk kerugian besar bagi generasi dimasa yang akan datang. Generasi saat ini boleh berbangga dapat menikmati hasil itu, tetapi untuk generasi dimasa depan tentu hal itu justru sebaliknya. Keterbukaan kita untuk mengakui sebuah kesalahan masih sangat kurang. Kita tidak mampu untuk jujur dalam menyikapi persoalan bangsa kita yang secara mendasar merupakan upaya untuk membentuk mental dan karakter bangsa kita dalam menghadapi pembangunan. Kita membangun dan memanfaatkan energi hari ini, itu juga untuk dinikmati generasi yang akan datang. Jika kita membangun sirkulasi yang justru merusak dimasa yang akan datang, that's mean kita membangun hal yang sia-sia, dan tidak ada keuntungan yang kita raih, hanya kerusakan yang diakibatkan. Banjir di wilayah kalimantan selatan adalah bukti konkret dan nyata akan hal itu, prediksi akan dampaknya menurut cendekiawan dan pemerhati lingkungan akan terus meningkat setiap tahunnya jika kita tidak berhenti untuk melakukan hal itu.

Banyak kritikan dan upaya untuk melakukan evaluasi dari dampak yang akan ditimbulkan oleh karena kebijakan ini. Pembukaan zona tambang baru perlu untuk dipersempit dan kalau bisa dapat berhenti. Kita berharap ada kesadaran akan keberlangsungan hidup generasi dimasa yang akan datang hadir, terbentuk, dan terwujud dalam setiap kebijakan, tetapi itu tidak terlihat saat ini. Semoga upaya untuk merevisi aturan tersebut dapat segera tercipta dan terwujud nyata karena kesadaran dan cinta terhadap bangsa, terutama untuk mereka generasi dimasa yang akan datang.

Doc: Uluwatu-Bali 2021 (Life is a journey)
Doc: Uluwatu-Bali 2021 (Life is a journey)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun