Mohon tunggu...
Aksal
Aksal Mohon Tunggu... Siswa

Siswa Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sudiran

29 April 2025   14:17 Diperbarui: 29 April 2025   14:17 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Demikian senewennya Sudiran, setelah istrinya merengek-rengek minta di belikan lipstik, setelah menonton iklan dari televisi miliknya.

Saat menonton televisi bersama istrinya siang itu. Sudir berdoa dalam hati, agar iklan-iklan berbau kosmetik dan semacamnya. Tidak di tayangkan saat itu. Lebih baik lagi, Sudir berharap dan bila perlu. Acara tayangan televisi tersebut tidak memiliki iklan sama sekali.

"Bangsat," pikir Sudir. Setelah dia dan istrinya, melihat iklan tersebut muncul, menampilkan seorang perempuan muda tengah memoles bibirnya menggunakan lipstik berwarna merah itu. Sudir pura-pura tidak tau, lenyap ke ruang belakang sembari membawa piring sisa makanan kering yang di belinya sepulang kerja kemarin.

Sudir bingung di ruang belakang, bukan tak mau membelikan barang sebuah lipstik pun. Cicilan bulan lalu, belum dia bayarkan, lantas hutang, untuk ini itu. p

ada seorang wanita lintah darat, pemetik bunga, membuat sesak dada Sudir bila mengingatnya.

Sudir mungkir dari bayangan hutang di kepalanya. Berjalan kembali ke ruang televisi, seolah tidak terjadi apapun. Di depan televisi, istrinya sudah menunggu, sambil menopang dagu. Melirik ke arah Sudir. Mengisyaratkan pada Sudir agar dia segera memberikan istrinya sebuah lipstik yang di inginkan.

Sudir, sesak kembali dada dia. Pikirannya melayang pada hutang, atau pada barang-barang yang belum berhasil dia jual, sebagai seorang sales, tanpa ampun. Dia lakukan semua itu untuk istrinya.

Sudir duduk pada kursi kayu di ruang depan. Matanya dia pejamkan, terlelap sejenak. "Enggak kerja pak Sudir?," Tanya perempuan tua yang lewat depan rumah Sudir. Sudir terkejut, lalu membuka matanya. "Enggak Bu, libur."

Sudir tersenyum. "Kerja kok libur mulu, Pak Sudir." Sudir tersenyum lagi.

Istrinya di dalam, mengencangkan suara televisi saat iklan itu berlangsung lagi. Sudir menengok ke belakang, menarik nafasnya. Lalu berjalan ke pekarangan, melempari burung-burung yang turun ke jalanan menggunakan batu kecil atau ranting-ranting berserakan yang berasal dari pohon pekarangan rumah samping Sudir. Sudir memungut batu kecil,"Bangsat," Dia lemparkan batu itu. "Mati kau," Dia lemparkan ranting ke burung itu.

"Gusti... Eling---Pak Sudir," lemparan Sudir hampir mengenai ibu yang lewat tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun