Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Darurat Perokok Anak Semakin Merajalela, Mengapa Kita Menutup Mata?

10 Agustus 2022   21:54 Diperbarui: 12 Agustus 2022   10:54 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merokok, sudah tak asing lagi aktivitas tersebut terlihat oleh kita. Dalam keseharian dapat kita temukan dengan mudah. Siapapun, di manapun, dan kapanpun, perokok selalu terlihat. Bahkan konsumen rokok tak hanya dari kalangan orang dewasa, melainkan juga dari anak-anak hingga remaja.

Realita yang nampak di depan mata tersebut lama kelamaan membuat kita seakan-akan menutup mata dengan sekeliling kita. Merokok kian lama semakin menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Beberapa orang yang menolak merokok, tak ada rasa empati dan dalam mindset-nya hanya ada, "Yang penting gue nggak ngerokok." 

Padahal permasalahan soal rokok bukan hanya soal bagaimana kita melindungi diri, melainkan juga bagaimana kita bisa menunjukkan kepedulian kepada mereka yang enggan berhenti merokok. Bagaimana caranya agar kita mampu merangkul mereka untuk mulai berhenti merokok.

Apalagi ketika yang mengonsumsi rokok tersebut adalah anak-anak dan remaja, yang tak semestinya menghabiskan masa mudanya dengan mengonsumsi sesuatu yang berbahaya, yakni adanya bahan kimia berupa nikotin serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh para pengisapnya.

Ilustrasi perokok anak, sumber foto : Kompas
Ilustrasi perokok anak, sumber foto : Kompas

Kini, perokok anak semakin merajalela. Kita dapat melihatnya dalam keseharian kita. Darurat perokok anak, itulah realita yang ada dan harus kita hadapi bersama-sama. 

Realita tentang perokok anak itu nyata dan ada di sekeliling kita

Data perokok di Indonesia menurut usia, sumber: Kompas.id
Data perokok di Indonesia menurut usia, sumber: Kompas.id

Sebagai pelajar SMA, saya sudah menemukan banyak teman yang gemar merokok. Berbagai rokok mereka coba. Ada yang berupa rokok batang, ada pula yang berbentuk rokok elektrik. Alasannya sederhana, mereka hanya menjadikan hal tersebut sebagai sarana untuk bersenang-senang. 

Sewaktu SD, teman dekat saya memberi tahu saya bahwa ia membawa vape. Bahkan ia mengisapnya dengan sembunyi-sembunyi di dalam kelas. 

Saya ditawarkan untuk mencobanya, namun dengan tegas saya menolak. Karena saya merasa perbuatan teman saya itu salah, saya akhirnya melaporkannya ke guru. Jadilah waktu itu saya diasingkan oleh teman-teman saya.

Juga ketika SMP, banyak teman-teman saya yang menganggap bahwa kalau "Nggak ngerokok nggak keren". Maka walaupun aturan di sekolah sudah sangat tegas menyatakan hukuman bagi yang merokok, tetap saja teman-teman saya tak memedulikannya. 

Banyaknya jumlah perokok anak dan remaja semakin terbukti dengan adanya hasil dari berbagai lembaga survey dan riset, salah satunya adalah data dari Muhammadiyah Tobacco Control Network pada tahun lalu.

“Ada 18,8 persen pelajar usia 13-15 tahun yang merupakan perokok aktif, sementara 57,8 persen pelajar usia 13-15 tahun terpapar asap rokok,” ungkap  drg. Agus Suprapto, M.Kes, selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, dalam acara virtual talkshow yang digelar Muhammadiyah Tobacco Control Network, Sabtu (27/11).

Juga hasil dari Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 – 2018 menunjukkan bahwa prevalensi perokok mengalami peningkatan terutama pada perempuan dan usia lebih muda (10-14 tahun). Selain itu, peningkatan prevalensi perokok usia 10-18 tahun juga meningkat dari 7,1% (tahun 2013) menjadi 9,1% (tahun 2018). 

Dilansir dari pom.go.id, Data lain menunjukkan bahwa usia mulai merokok anak kurang dari 20 tahun mencapai 75% (dua pertiga jumlah perokok di Indonesia di dominasi oleh perokok usaia kurang dari 20 tahun). Sebanyak 23,1% memulai merokok pada rentang 10-14 tahun dan 52,1% memulai merokok pada rentang 15-19 tahun.

Dari data yang ada tersebut, maka timbullah sebuah pertanyaan besar, "Apa yang membuat anak-anak dan remaja tertarik untuk merokok?"

Anak-Anak dan Remaja Tahu Bahwa Rokok Itu Berbahaya

Ilustrasi anak merokok, sumber : theatlantic.com 
Ilustrasi anak merokok, sumber : theatlantic.com 

Jawaban bahwa "Mereka tidak tahu bahwa rokok itu berbahaya bagi kesehatan mereka" rasanya kini sudah tak relevan. Mengapa? Karena dalam bungkus rokok itu sendiri sudah jelas tertera kalimat "Merokok membunuhmu". 

Sedangkan untuk vape atau rokok elektrik, banyak yang salah kaprah dan menganggap vape lebih baik daripada rokok. Padahal, dua-duanya sama-sama berbahaya.

Namun tetap saja, setelah diberi tahu soal bahaya merokok, banyak anak dan remaja yang tetap melakukannya. Berikut beberapa penyebab yang ada:

1. Sosok panutan atau sosok terdekat yang juga perokok

Ilustrasi orangtua merokok, sumber : www.mnn.com 
Ilustrasi orangtua merokok, sumber : www.mnn.com 

Tak bisa dipungkiri bahwa anak-anak dan remaja cenderung mengikuti orang yang menjadi idola dan sosok terdekatnya. Termasuk dalam hal rokok, banyak remaja yang mencoba rokok karena sosok panutannya.

Salah satu teman saya, ia merokok karena melihat guru agamanya yang juga merokok. Ketika ditanya, ia menjawab guru agama saja tak mengharamkannya. Padahal, semua agama jelas melarang mengonsumsi sesuatu yang dapat membahayakan diri sendiri.

Faktor keluarga juga seringkali menjadi penyebab mengapa anak-anak berani merokok. Bagaimana tidak? Di rumah, ia melihat ayahnya asyik merokok di teras rumah, sembari meminum kopi dan mengobrol dengan temannya. Sedangkan ketika anak tersebut merokok, langsung diomeli oleh orangtuanya, menganggap bahwa anaknya masih kecil dan belum cukup umur.

Argumen yang diberikan oleh orangtuanya seakan-akan membuat anak menjadi merasa tak adil. 

"Orang dewasa saja boleh, mengapa saya tidak?"

Ketika hal tersebut terpikirkan oleh anak, maka yang ada di benaknya adalah rasa ingin melawan ketidakadilan yang ada. Padahal, rokok berbahaya bagi semua kalangan, tak hanya bagi anak-anak dan remaja.

Lingkungan pertemanan yang tidak sehat juga membuat anak-anak semakin tergoda untuk merokok. Bahkan anak yang sudah punya pendirian teguh pun dapat tergoda jika berada di lingkungan yang tidak tepat. 

Mereka awalnya hanya akan diajak untuk mencoba merasakan rasanya, hingga akhirnya mencoba sekali dan mengalami kecanduan.

2. Pengaruh Media Sosial

Ilustrasi media sosial, sumber : Freepik
Ilustrasi media sosial, sumber : Freepik

Anak-anak di zaman ini tak lagi sibuk bermain kelereng maupun petak umpet. Kini, anak-anak justru lebih tertarik untuk membuka TikTok dan melihat Instagram. Kalau bosan, mereka akan menonton Youtube dan mencari konten kreator favoritnya.

Ketika sedang asyik scroll Tiktok, tiba-tiba saja muncul video di mana seseorang mengisap vape dan membentuk asap yang dapat divariasikan bentuknya. Ada yang berbentuk lingkaran, ada yang namanya "Bane Inhale", dan berbagai bentuk lainnya. 

Melihat video tersebut, anak-anak akan dengan mudah merasa kagum dan menganggap bahwa mengisap vape adalah sesuatu yang keren. Apalagi vape itu memiliki beragam rasa, ada rasa coklat, pisang, caramel, dan berbagai rasa lainnya.

Dengan konten video yang mempromosikan vape tersebut, dapat dengan mudah membuat pandangan anak terhadap vape menjadi berubah. 

Salah satu konten kreator di Youtube, Deddy Corbuzier merokok di sebuah unggahan video di channel YouTubenya. (YouTube @Deddy Corbuzier) 
Salah satu konten kreator di Youtube, Deddy Corbuzier merokok di sebuah unggahan video di channel YouTubenya. (YouTube @Deddy Corbuzier) 

Apalagi opini dari konten kreator yang menolak dilarangnya rokok kian marak, mereka seakan-akan mengajak anak-anak muda untuk tak perlu mendengarkan hal-hal mengenai bahaya rokok. Malah, terkadang mereka menjadikan bahaya rokok sebagai jokes bercandaan dan membuat bahaya tadi seakan omong kosong belaka.

Hal ini juga didukung oleh komentar-komentar negatif para perokok yang melihat postingan berupa larangan rokok dan bahaya rokok. Biasanya jika ada pemberitaan soal bahaya rokok, netizen penggemar rokok akan langsung menyerang akun tersebut. 

Melihat komentar negatif terhadap bahaya rokok, akan dengan mudah mempengaruhi mindset anak-anak dan remaja yang masih labil. Dengan mudah mereka akan mencari pembenaran atas tindakan merokok yang mereka lakukan.

3. Akses untuk membeli yang sangat mudah didapatkan

Ilustrasi warung rokok, sumber : Tribunbatam
Ilustrasi warung rokok, sumber : Tribunbatam

Ketika pergi ke warung, tak jarang saya melihat anak remaja dengan mudahnya dapat membeli rokok. Penjualnya tak melarang, tak peduli akan umur, yang penting dapat penghasilan. Banyak juga anak-anak yang membeli rokok dengan alasan bahwa ayahnya yang menitip kepadanya, padahal tidak.

Ya! Akses terhadap pembelian rokok ataupun vape sudah sangat mudah di zaman ini. Mulai dari toko, supermarket, hingga marketplace online. Tak ada regulasi yang ketat mengenai pembelian rokok ini. Semua bisa membeli, asalkan bisa membayarnya.

Aturan mengenai penjualan rokok sudah mulai diperketat di marketplace online, sumber : Screenshot/Shopee
Aturan mengenai penjualan rokok sudah mulai diperketat di marketplace online, sumber : Screenshot/Shopee

Untungnya di beberapa platform belanja online sudah mulai diperketat aturannya. Tidak boleh membeli kecuali umur 21 tahun ke atas. Walau masih banyak produk vape dan rokok yang belum terfilter, namun beberapa produk lain sudah diberi label 21+ dan yang bisa membelinya hanyalah yang sudah cukup umur.

Namun sekali lagi, anak-anak sekarang begitu jenius dalam urusan internet. Banyak anak yang mampu memanipulasi umur pada akun yang ia gunakan. 

Kadang, jika orangtuanya gaptek, anak dengan mudah akan membohongi orangtuanya dan menggunakan akunnya tersebut.

4. Membeli rokok secara batangan

Ilustrasi rokok batangan, Sumber foto: Pixabay/sipa 
Ilustrasi rokok batangan, Sumber foto: Pixabay/sipa 

Rokok yang seharusnya dijual perbungkus, justru malah dijual eceran, terutama di warung-warung yang kurang pengawasan.

Anak-anak yang seharusnya melihat tanda peringatan bahaya rokok jadi tak melihatnya. Mereka akhirnya tak perlu berpikir panjang untuk membelinya.

Harga rokok per batang juga lebih murah dibandingkan rokok per bungkus. Hal ini tentunya semakin membuat akses anak-anak terhadap pembelian rokok akan semakin mudah. Uang jajan mereka sudah cukup untuk membeli rokok batangan.

4 alasan di atas menjadi alasan utama mengapa anak-anak memilih untuk tetap merokok, hal tersebut juga didasari oleh pengalaman teman-teman saya yang juga pernah merokok.

Menjawab pernyataan keliru yang populer soal rokok

Salah satu statement keliru soal rokok, sumber : Komentar pada video youtube
Salah satu statement keliru soal rokok, sumber : Komentar pada video youtube "Kenapa merokok berbahaya?" yang diupload oleh Neuron

Seperti yang telah saya sebutkan, bahwa media sosial benar-benar memberi pengaruh yang besar terhadap pandangan anak terhadap rokok. 

Dengan beredarnya isu bahwa rokok sebenarnya tidak berbahaya, anak-anak dan remaja akan semakin menghiraukan larangan yang ada.

Saya ingin menjawab beberapa statement keliru mengenai rokok, karena hal ini penting sekali untuk kita jawab bersama-sama

"Merokok nggak merokok ujung-ujungnya meninggal juga. Banyak orangtua umur 70 tahun masih merokok dan sehat-sehat saja."

Argumen di atas pasti sering kita dengar, terutama ketika kita menyampaikan bahaya rokok kepada seseorang. 

Maka saya akan dengan mudah menjawab, "Kematian itu memang sudah ditakdirkan. Namun, bukankah kita sebagai manusia punya kewajiban untuk menjaga tubuh yang telah diamanahkan Tuhan terhadap kita?"

Mungkin banyak orang dewasa yang merokok dan terlihat baik-baik saja. Namun, dari mana kamu dapat menyimpulkan hal tersebut? Bukankah yang kamu lihat hanyalah tampilan luar orang tersebut yang terlihat sehat. Sehingga membuatmu langsung menyimpulkan, padahal bisa saja orang tersebut memiliki penyakit yang ia tak beri tahu kepada orang sekitarnya.

Jangan jadikan orang lain sebagai patokan untuk menentukan sehat atau tidaknya merokok, tapi lihatlah bukti ilmiahnya. 

Dokter lebih tahu mengenai dampak yang ditimbulkan akibat merokok, karena mereka sudah melakukan riset terhadap hal tersebut.

"Lalu, bagaimana dengan vape? Bukankah Vape lebih baik daripada merokok? Buktinya biaya vape lebih hemat dibanding rokok. Dampaknya juga lebih ringan dibanding rokok."

Memang, vape atau rokok elektrik dan rokok memiliki perbedaan berupa asap pembakaran yang dihasilkan. 

Rokok batangan biasanya mengeluarkan asap berupa tar atau mengandung tembakau. Sedangkan rokok elektrik atau vape hanya mengeluarkan uap yang dipanaskan. Sehingga asap yang keluar dari vape tidak berbahaya bagi penghirupnya.

Namun ketahuilah bahwa vape dan rokok memiliki bahaya yang sama bagi kesehatan. Hal ini dibuktikan karena adanya zat nikotin di dalam keduanya. Nikotin dapat meningkatkan resiko peradangan pada paru-paru, tekanan darah dan denyut jantung meningkat.

Dilansir kompas.com, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menemukan, bahwa nikotin dapat membahayakan perkembangan otak remaja, yang berlanjut hingga memasuki usia awal 20 tahun-an.

Banyak zat dalam vape yang juga dapat menyebabkan pneunomia. Iaesteil pada vape juga dapat menyebabkan munculnya penyakit bronkiolitis obliterans, yang dikenal dengan paru-paru popcorn. 

Kandungan formaldehida pada vape juga dapat membahayakan, jika dihirup dalam jangka waktu yang lama, maka dapat memicu munculnya sel-sel kanker. 

Darurat Perokok Anak, tanggung jawab kita bersama

Sumber foto : lentera anak
Sumber foto : lentera anak

Dengan mengetahui fakta-fakta yang telah saya sebutkan di atas, maka sudah seharusnya bagi kita untuk mulai membuka mata. Sebagai bangsa Indonesia, seharusnya kita tak membiarkan anak-anak kita terjurumus ke dalam jurang penyakit, yakni rokok.

Setiap individu memiliki perannya tersendiri untuk menekan dan membantu mengurangi angka perokok di Indonesia. Apapun profesimu, usiamu, dan di manapun tempat tinggalmu, kamu punya peran penting terhadap keselamatan bangsa.

Sebagai orangtua misalnya, orangtua harus bisa menjadi role model yang baik bagi anak, tidak merokok, dan juga mampu memberikan edukasi terhadap anak mengenai bahaya rokok dan menawarkan alternatif kegiatan lain yang lebih bermanfaat dibanding merokok.

Jika kamu adalah pemilik warung atau sebuah gerai usaha, jika belum bisa untuk berhenti menjual rokok, minimal kamu harus dengan tegas menolak pembeli yang berusia di bawah 18 tahun. 

Kamu tidak boleh lagi menjual rokok secara eceran. Kamu juga harus berusaha untuk meminimalisir akses anak-anak dalam melihat produk rokok tersebut.

Demo masyarakat untuk mendesak pemerintah agar segera merevisi PP 109 tahun 2012. Sumber : Lenteraanak.org
Demo masyarakat untuk mendesak pemerintah agar segera merevisi PP 109 tahun 2012. Sumber : Lenteraanak.org

Selain dukungan dari orang-orang terdekatnya, pemerintah juga perlu ikut andil dalam mengatasi darurat rokok anak. Salah satunya adalah dengan merevisi Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012, mengenai Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

#RevisiPP109 kini menjadi solusi yang penting untuk mencegah naiknya angka perokok anak di Indonesia. 

Mengapa harus direvisi? Karena ada beberapa poin penting yang belum termaktub dalam peraturan pemerintah tersebut. Ada beberapa peraturan yang mesti diperketat dan ditambahkan, seperti :

  • Penjualan rokok/vape pada marketplace online diperketat aturannya
  • Penggunaan dan penjualan vape juga diatur
  • Iklan rokok ditiadakan
  • Peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok diperbesar
  • Larangan penjualan rokok batangan

Jika PP 109 tersebut sudah direvisi, maka orangtua dan para pendidik akan dengan lebih mudah mengontrol anak-anak mereka agar tidak mencoba rokok. Juga bagi anak-anak dan remaja, mereka akan kesulitan dalam mengaksesnya hingga akhirnya dapat berhenti total dari merokok.

Maka apabila kita semua sudah bekerja sama dalam menurunkan prevalensi perokok anak, niscaya perubahan akan segera terjadi. Jika masyarakat dan pemerintah saling membantu, darurat perokok anak akan lebih mudah diatasi. 

Mulai sekarang, yuk saling berkolaborasi! Lakukan apa yang kamu bisa demi mengatasi darurat perokok anak, karena masalah ini adalah tanggung jawab kita bersama.

__________________________

Sumber :

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2021 "Konsumsi Rokok Pelajar Masih Tinggi", https://www.umy.ac.id/konsumsi-rokok-pelajar-masih-tinggi, diakses pada 7 Agustus 2022 pukul 16:12 WIB

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2022 "Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Tahun 2022 "TOBACCO: THREAT TO OUR ENVIRONMENT", https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/26504/Hari-Tanpa-Tembakau-Sedunia, diakses pada 8 Agustus 2022 pukul 16:17 WIB

Kompas.com. Zintan Prihatini. 2021 " 7 Bahaya Vape yang Tak Disadari, Salah Satunya Bisa Menyebabkan Kanker", https://www.kompas.com/sains/read/2021/11/08/090300623/7-bahaya-vape-yang-tak-disadari-salah-satunya-bisa-menyebabkan-kanker?, diakses pada 09 Agustus 2022 pukul 21:55 WIB

Alodokter. dr. Merry Dame Cristy Pane. 2021 "Simak 5 Bahaya Vaping yang Perlu Anda Waspadai", https://www.alodokter.com/bahaya-vaping-tidak-jauh-beda-dengan-bahaya-rokok-tradisional, diakses pada o9 Agustus 2022 pukul 20:11 WIB

Inews. Leonardus Selwyn. 2021 "Rokok Vs Vape Lebih Bahaya Mana, Begini Penjelasan Pakar Kesehatan", https://www.inews.id/lifestyle/health/rokok-vs-vape-bahaya-mana, diakses pada 09 Agustus 2022 pukul 20:12 WIB

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun