Motor Dika memasuki halaman rumahku. Aku tersenyum kepadanya, ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat penampilanku.
"Tuan putri mau kemana si? Kan pangeran cuman ngajak tuan putri kerumah, bukan ke istana." Dika tertawa melihatku.
Aku tersipu malu melihat Dika yang melihatku sambil tersenyum tulus. Dika memang selalu berhasil membuatku jatuh hati.
Aku langsung menaiki motornya. Lalu kami segera pergi menuju ke rumahnya Dika. Diperjalanan aku lebih banyak diam, aku sangat gugup. Jujur, ini pertama kalinya aku diajak kerumah Dika.
"Santai aja kali, gausah tegang." Ucap Dika sambil fokus membawa motornya ditengah kemacetan kota Jakarta.
Kami telah tiba dirumahnya Dika. Aku tertegun melihat rumahnya, mewah namun sederhana. Desain interior rumahnya yang sangat memukau. Aku semakin gugup. Dika yang melihatku begitu gugup langsung memegang tanganku dan menenangkanku.
"Tenang, Orangtua gue lagi pergi. Dirumah cuman ada pembantu sama tukang kebun." Ucap Dika.
Aku menghela nafas, ternyata dugaanku salah. Kenapa aku jadi ge-er seperti Nisa? Aku tertawa mengingat Nisa yang sok dekat dengan Dika.
Dika mengajakku duduk didepan rumahnya. Ia lalu beranjak ke dapur, dan meninggalkanku sendirian di teras.
Aku benar-benar bingung sekarang. Apakah Dika ingin menyatakan perasaannya kepadaku? Ataukah dika ingin membicarakan masa depan kami berdua? Aku tersenyum membayangkan jika itu semua benar terjadi. Betapa bahagianya hidupku.
"WOY JANGAN NGELAMUN MULU NTAR KESAMBET." dika membuyarkan lamunanku. Aku tertawa lebar. Dika lalu menaruh makanan ringan dan minuman jus jeruk di meja.