Mohon tunggu...
sari widiarti
sari widiarti Mohon Tunggu... Freelance writer

Halo, terimakasih sudah mengunjungi tulisan saya. Sering ngobrolin tentang beauty, buku, drakor dan masih banyak lagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Penjual yang Tak Lagi Muda

19 Maret 2025   12:32 Diperbarui: 19 Maret 2025   13:08 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjualan. Sumber: pexels/soft work

Setiap pukul 6 pagi selalu terdengar suara knalpot dari sepeda motor bebek empat tak yang cukup nyaring, ditambah dengan suara parau dari pria yang cukup tua mungkin usianya sekitar enam puluh tahun.

Beliau berteriak dengan menyebutkan beberapa jenis jualannya seperti pisang kepok, tape singkong, kerupuk, tahu susu dan lainnya. Aku bingung menyebut bapak ini dengan penjual apa karena cukup banyak yang dijajakan.

Beliau sesekali berhenti dan menyapa ibu-ibu yang sedang menyapu halaman, sapaan hangat seperti menanyakan kabar sekaligus mempromosikan jualannya hari ini, tidak lupa beliau juga tersenyum meskipun jualannya tidak diberi.

Hari ini beliau berhenti di depan rumahku, maklum saja karena aku cukup sering beli pisang kepok, dan tetangga sebelah sesekali juga beli jualannya.

Usia yang tak menghalangi untuk menyambut rezeki

Meskipun semua rambutnya memutih, kerutan wajah hingga tangan yang menandakan usianya telah lanjut membuatku sadar jika bapak penjual ini masih semangat berjualan meskipun usianya sudah cukup tua.

Sebelum Ramadan berjualan saat pagi hari, namun saat Ramadan seperti ini jualannya pagi dan sore, kadang beberapa hari tidak berjualan mungkin sakit atau ada alasan lainnya. 

Aku terinspirasi dengan beliau ini karena kerja kerasnya dan membawa efek positif karena sapaan yang tulus ikhlas, karena meskipun aku tidak membeli dagangannya, beliau tetap menyapa dan mendoakan aku agar sehat selalu.

Selain itu, saat berpapasan di jalan yang jauh dari rumah, beliau masih mengenaliku sekaligus menyapa dan menanyakan kabarku, tidak lupa beliau bertanya sambil senyum tulus.

Dari sikap beliau, aku memahami jika berdagang itu tidak hanya mencari untung. Tapi juga harus mengenal dan memberikan pelayanan yang tulus. Paling penting adalah produk yang dijual benar-benar berkualitas. Aku sudah membeli pisang dan beberapa jualan nya, memang enak, segar dan harga yang dipatok seperti harga di pasaran.

Pisang kepok yang aku beli beneran manis dan sedikit asam setelah dikukus, beneran khas pisang kepok yang legit, bentukan pisangnya juga lumayan besar dan tidak ada yang bosok.

Melihat bapak penjual tersebut, hatiku antara ikut semangat dengan perjuangannya atau malah hati ini sedih karena dengan usia yang bisa dikatakan seperti kakek-kakek masih keliling dengan sepeda motor untuk berjualan.

Memang ada beberapa lansia yang ingin tetap aktif di usia senja karena sudah terbiasa dengan kesibukan saat ia masih muda. Ada yang tetap bekerja karena tuntutan biaya hidup yang tidak murah, meskipun ada anak yang membantu namun tetap bekerja agar dapur tetap mengebul.

Tidak menghakimi terlalu dini jika orang tua yang sudah lanjut usia tetap bekerja, karena selalu ada alasan di balik cerita hidup yang ia pilih. Sebagai "penonton" cukuplah membantu dengan membeli dagangannya bila mampu, tidak perlu menatap dengan kasihan atau menyindir dengan kata-kata yang menyakitkan.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di banyak belahan dunia.  Selain karena kebutuhan yang mendesak dan kebiasaan aktif ketika muda. Usia produktif di dunia kerja semakin muda, sehingga orang tua yang merasa masih bisa berkontribusi dalam perusahaan, mau tidak mau harus pensiun, sehingga tetap produktif di usia senja karena ia masih memiliki kontribusi pada masyarakat.

Namun perlu diketahui jika ada keterbatasan kerja saat usia senja, seperti fisik yang mudah lelah, beban mental yang lebih berat, hingga kejadian tak terduga di lapangan, misalnya tidak memiliki asuransi jiwa atau kesehatan.

Semasa kita hidup akan selalu ada pilihan di setiap perjalanannya, orang lain tidak pernah tahu atau bahkan tidak mau tahu bagaimana kamu berjuang untuk tujuan yang ingin kamu capai. Terpenting kamu semaksimal mungkin dalam berjuang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun