Mohon tunggu...
Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hari Kedua di Tahun Baru

2 Januari 2022   13:44 Diperbarui: 2 Januari 2022   13:49 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest/photography ideas

Bocah perempuan berusia delapan tahun itu memegangi ujung roknya yang koyak. Langkahnya pelan menyusuri jalanan yang telah dipenuhi lumpur. Reruntuhan bangunan, pohon tumbang bahkan jenazah di balik mobil yang pintu depannya terbuka --terlihat di depan matanya. Sesekali dia terpejam, memegang ujung roknya yang koyak kuat-kuat.

Mata bulatnya melihat orang-orang berseragam serba hitam berlalu-lalang, rombongan lelaki seusia pamannya -berbaju loreng bahu-membahu membawa kantong oranye. Dia juga mendengar banyak tangisan dari perempuan di tenda-tenda, perempuan di sepanjang jalan yang sama dengannya.

Tujuh hari berlalu. Dia tidak tahu persis apa yang terjadi. Ingatannya hanya dia sedang dalam perjalanan ketika ibunya meminta dibelikan telur di warung tetangga yang berjarak lima rumah. Rumahnya yang kini menjadi puing-puing, rata dengan tanah. Dan dia belum bertemu ibunya.

Dia terus menyusuri jalanan. Seorang paman berbaju motif loreng hijau tua menghampirinya.

"Siapa namamu, Dik? Sedang apa di jalan sendirian?" Lelaki itu menyamakan tinggi badannya dengan bocah perempuan.

"Saya belum bertemu ibu saya, Paman. Ibu saya di rumah." Bocah perempuan itu menjawab.

Lelaki di depannya menatap sekeliling. "Di mana rumahmu? Boleh antar Paman ke sana?"

Bocah perempuan itu mengangguk. Dia menggenggam tangan lelaki yang disebut paman itu, menuntunnya ke arah Barat.

"Di sini. Rumah kami semula di sini." Dia menunjuk reruntuhan tembok di bawah sandal jepitnya.

"Innalillahi wa innalillahi raji'un." Lelaki itu berucap lirih. Dia membawa bocah perempuan menjauh, mengisyaratkan teman-temannya untuk mulai membersihkan reruntuhan bangunan di tempat yang ditunjuk bocah perempuan.

Bocah perempuan itu mulai terisak ketika lelaki yang disebutnya Paman mengucapkan kalimat belasungkawa. Mereka menemukan ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun