Orangtua merasa di rumah anak baik-baik saja. Padahal mayoritas anak mendapatkan perlakuan bullying lalu mereka tiru itu dari rumah, masyarakat, dan tontonan tv.
Sekolah harus memberikan peluang kepada siswa untuk terbuka dengan guru tentang hubungan mereka dengan orangtua, guru, dan antar siswa. Jika siswa mengalami kasus bullying maka guru harus membantu menanganinya.Â
Sekolah tidak hanya bicara stop bullying, tetapi harus mengubah sistem untuk menciptakan sekolah yang aman dan nyaman, dan untuk menciptakan habits (kebiasaan) dan habitat (lingkungan) yang baik.
Sekolah harus membantu korban dan pelaku bullying. Pertama, berikan wadah atau forum bagi korban dan pelaku untuk saling berbagi cerita, menilai, dan memberi solusi. Bantu pelaku untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi, serta bantu korban untuk memaafkannya.
Kedua, jangan biarkan ada jam-jam kosong karena jam-jam kosong ini biasanya akan menjadi peluang bagi anak untuk melakukan tindak bullying. Guru harus ada di kelas baik saat jam istirahat, maupun jam pelajaran/kosong.
Ketiga, bangkitkan sikap empati dan simpati siswa lain untuk menerima kehadiran korban dan pelaku bullying. Keempat, jangan memberikan stigma negatif kepada mereka. Kelima, sediakan buku-buku bacaan, klipping atau majalah penggugah motivasi dan semangat hidup untuk membantu mereka bangkit.
Keenam, libatkan orangtua untuk ikut berkontribusi dalam projek antara anak dan orangtua, atau orangtua dengan orangtua untuk sharing tentang program anti-bullying, sekolah ramah anak, dan sekolah berkarakter.
Orangtua dalam Menangani Kasus Bullying
Ketika orangtua tau bahwa anaknya menjadi pelaku atau korban bullying, mereka belum sepenuhnya menerima. Mereka akan kaget, malu, shock, dan berusaha menutup-nutupi. Rata-rata orangtua tidak siap menghadapi anaknya yang menjadi pelaku atau korban bullying.
Orangtua tidak bisa menganggap hal-hal yang terjadi di sekolah dan yang membuat tidak nyaman anak adalah hal yang biasa. Masalah anak-anak tidak sesederhana yang kita pikirkan.Â
Orang tua tidak hanya dituntut untuk mendengar (to hear) tetapi juga dituntut untuk menyimak/mendengarkan dengan penuh perhatian (to listen). Mereka harus bisa menjadi orang dewasa yang mampu dipercaya anak untuk menceritakan apapun yang terjadi. Tunjukkan bahwa kita peduli.