Mohon tunggu...
santri kreatif
santri kreatif Mohon Tunggu... Belajar -

Predikat terbaik adalah " Sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi orang lain."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cintaku Tak Berlisan

14 Mei 2019   22:48 Diperbarui: 14 Mei 2019   22:55 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seketika itu, surat kiriman dari Alin lepas dari genggamanku, tiba-tiba ragaku mulai melemah, air mataku mulai nampak di pipi, saat itu aku shock berat hingga aku tak sadar bahwa diriku telah terbaring lemah tak berdaya dengan bantuan alat pernapasan.
"Sobat.." genggamannya terasa hangat di tanganku, aku pun pelan-pelan membuka mata. Dan ternyata sungguh sangat menyedihkan, Alin menjengukku bersama Yasin, rasanya aku ingin marah, tapi tak mungkin, salah jika diriku marah, seharusnya aku sadar bahwa aku tak pantas untuk Yasin.

Hari ini janur kuning telah tertancap di halaman pesantren Ma'rifatul Ulum. Sedangkan diriku masih lemah hingga harus duduk di atas kursi roda. Dengan penuh uraian air mata aku mengamati orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan pernikahan untuk mereka. "Kini Ibu sadar bahwa orang yang kamu cintai adalah Yasin Sayang.." sambil mengusap air mataku, ibu mencoba mengerti perasaanku. Aku hanya tetap diam dan menangis hingga ibu tak kuasa melihat diriku yang rapuh akan cinta ini. Dari arah kejauhan tampak mereka sangat bahagia, senyum terpancar dari wajah sahabatku Alin dan Yasin, kupertahankan air mataku agar tak terlihat oleh mereka, tetapi tetap saja menetes setiap aku menghapusnya.

"Selamat sobat, semoga engkau selalu bahagia." Tanpa sadar aku meneteskan air mata. "Makasih Sobat.. mengapa engkau menangis?" Alin mencoba memastikan keadaanku. "Mungkin anakku terlalu bahagia karena dirimu juga bahagia nak Alin." Sambil mendorong kursiku ke arah Yasin ibu tersenyum pada Alin. "Yasin, selamat ya semoga bahagia." "Terima kasih Nin.." dengan senyumnya yang khas ia membalas ucapanku.

Sungguh tak kuasa diriku, merasa tak ikhlas, tapi memang beginilah cintaku. Aku memang salah, tak memberanikan diri untuk mengungkapkan bahwa aku mencintai Yasin. Aku merasa tak pantas bila mengungkapkan jika aku mencintainya, karena aku seorang wanita. Aku selalu saja berharap dan menanti jika ia akan mencintaiku, lisanku hanya diam, lisanku tak berani berbicara, hanya hati yang bisa memberontak dan merasa tak ikhlas bahwa cinta ini tak untukku, tapi untuk sahabatku. Kini cintaku hanyalah impian, berharap cinta ini bagai bintang yang bersinar, pelangi yang menawan dan bulan yang tersenyum bahagia. Tapi sayang, cintaku yang sebenarnya bagaikan angin kencang yang merobohkan tiang, bagai hujan deras serta petir yang menyambar, hanya karena tak berlisan.

Cerpen Karangan: Dewi khotijah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun