Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Janji Semeton dan Keindahan Mandalika

18 November 2021   21:23 Diperbarui: 18 November 2021   21:33 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Janji Semeton dan Keindahan Mandalika. Dokpri

"Kita semeton," menjadi kata pamungkas rekan saya sesama relawan korban gempa Lombok tatkala bermasalah di salah satu akses jalan menuju Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

Kejadiannya terjadi pada tahun 2018 lalu. Ceritanya, rekan saya menyalip kendaraan milik seseorang di tengah jalan. Tiba-tiba saja kendaraan tersebut memberi sinyal agar kendaraan rekan saya untuk menepi. Karena khawatir akan keselamatannya, dia menolak keluar, atau membukakan kaca mobilnya secara penuh ketika didekati si pengendara asli Lombok tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban. 

Hal-hal remeh seringkali menjadi perkara besar ketika berkendara di jalan umum. Ada ego yang dipertahankan oleh masing-masing pihak yang bermasalah, meski sebenarnya tidak penting-penting amat. Rekan saya itu menduga plat B pada mobilnya menjadi sasaran. Si pengendara justru merasa bodi mobilnya lecet karena aksi menyalip dari rekan saya.

Beruntung sedari awal datang ke Lombok rekan saya ini tertarik belajar bahasa Sasak. Beberapa kalimat percakapannya dengan si pengendara bisa dijawabnya dengan lancar. Ketika diketahui bahwa pengendara tersebut berasal dari Tanjung, Lombok Utara, dengan percaya diri rekan saya itu memanggilnya semeton, yang berarti saudara.

Mengetahui bahwa posko kerelawanan kami berada di kabupaten yang sama, sekaligus menyebutnya dengan sebutan semeton, luruhlah hati si pengendara itu. Pria itu lalu memaafkan rekan saya atas kesalahannya. Ia bahkan mengajaknya untuk minum kopi di rumahnya, jika ada kesempatan.

Jika dipikir-pikir lagi, sepanjang tugas kami di Lombok, tak ada perlakuan buruk yang kami terima dari warga sekitar. Mereka adalah tipikal pemaaf, dan tidak suka keributan. Bahkan untuk mengungkapkan kesedihan pascagempa pun mereka tutupi dengan senyuman.

Sembari menunggu bantuan bencana datang, mereka mengumpulkan sisa-sisa bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat bernaung sementara. Sebisa mungkin mereka tetap tinggal di lokasi rumah mereka yang runtuh dihantam gempa berkekuatan 7 skala richter.

Warga sekitar bahkan masih mampu memberi kami makan untuk disantap saat berkunjung. Minimal kopi hitam tersedia di atas tikar. Tapi jangan pernah memberikan janji sembarangan kepada mereka. Sekali kita berjanji, selamanya janji itu akan diingatnya. Begitupun sebaliknya.Janji adalah perkara besar bagi warga Lombok, Nusa Tenggara Barat, karena berpedoman bahwa kata-kata tersebut akan ditagih saat di akhirat nanti. 

Signage Kuta Mandalika. Dokpri
Signage Kuta Mandalika. Dokpri

Suatu ketika, pernah pemuda asli desa Dangiang, kecamatan Kahyangan, Lombok Utara, berjanji akan mengantarkan saya berwisata ke Pantai Kuta Mandalika. Bulan berganti bulan, pemuda itu tidak pernah lupa akan janjinya. Kesempatan pun datang beberapa pekan sebelum kepulangan kami ke Jakarta.

Kami berkendara motor sejauh sekitar 126 Km menuju selatan pulau. Dari Kahyangan terus menelusuri pesisir hingga ke kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Kemudian, kami mengambil jalur kiri melewati jalur Pusuk yang berliku-liku hingga sampai ke Kota Mataram. 

Sesaat setelah keluar beberapa puluh kilometer dari Kota Mataram, dan melewati Bandara Internasional Lombok, hujan turun. Kami berteduh di salah satu warung yang berada di pinggir jalan raya Tanak Awu. Saat hujan sedikit mereda, motor yang kami tumpangi bergerak ke arah selatan.

Jalanan yang lebar tampak sepi. Tampak beberapa mobil yang berlalu lalang. Pemandangan langit yang begitu luas sangat memukau mata kami. 

Memasuki jalan raya Kuta Lombok, kami melalui Desa Sade. Kampung tersebut terkenal karena masih menjaga budaya asli mereka selaku suku Sasak, suku asli Lombok. Selain kaya akan upacara adat dan keindahan tenunnya, bangunan milik mereka terkenal kuat dan terbukti tahan gempa. Karena hal itulah, wisatawan dari Jepang seringkali terlihat berkunjung untuk mempelajari struktur bangunannya.

Tadinya kami ingin datang berkunjung sejenak ke desa Sade Lombok. Akan tetapi, kampung tersebut masih tertutup dari kunjungan orang luar. Kami pun melanjuti perjalanan menyusuri jalan Kuta Lombok bersama kemegahan infrastrukturnya yang membelah bukit menjadi dua bagian.

Terus ke selatan kami pun memasuki gang menuju pasar. Motor yang menjadi tumpangan utama kami parkir di sisi jalan. Berjalan sebentar hingga ke dalam, tampak tumpukan ban berjejer hingga ke menjorok ke lepas pantai menjadi akses pelabuhan bandar.

Pantai Kuta Mandalika tampak dekat dari persinggahan sementara kami tersebut. Kami kembali ke motor dan mengendarainya sedikit ke timur menuju salah satu kawasan wisata favorit itu.

Belum lagi sampai ke Kuta Mandalika, pemandangan bak surgawi terpampang di hadapan. Pasir putih yang terhampar. Batu-batu karang, dan bebukitan yang mengambang di atas air. 

Tidak ada satupun bangunan yang memunggungi pantai. Mata ini begitu saja dimanjakan oleh pemandangan horisonnya yang luas terbentang. Pengunjung yang saat itu belum seberapa banyak memberanikan diri berenang ke dalam air. Ibu-ibu beserta anak-anak pun tak segan menawarkan barang dagangan berupa kain tenun, dan aksesoris khas Lombok.

Video call bersama penghuni posko Dangiang. Dokpri
Video call bersama penghuni posko Dangiang. Dokpri

Sebagai bukti saya telah sampai di Kuta Mandalika, kami melakukan video call dengan penghuni posko yang berada di Dangiang, Lombok Utara. Mereka terpana dengan latar belakang tempat kami sedang berdiri, sembari mengaku belum pernah ke sana seraya berjanji mengunjunginya.

Banyak lokasi wisata yang terdapat di Mandalika ini selain Pantai Kuta Mandalika, dan Desa Sade Lombok. Ada Bukit Merese, Patung Putri Mandalika, Air Terjun Benang Kelambu, Air Terjun Tiu Kelelep, dan lain sebagainya. Yang terakhir, terdapat Sirkuit Internasional Pertamina-Mandalika yang beberapa waktu ke depan menyelenggarakan lomba balapan motor dunia.

Tidak salah kiranya pertemanan sebagai bagian dari nikmat di dunia. Semua kesempatan berbahagia ini saya rasakan karena semangat persaudaraan warga Lombok yang mereka sebut sebagai semeton. Berkat janji seorang semeton, tugas saya selaku relawan ditutup dengan dua keindahan : Mandalika dan persaudaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun