Oleh Syeikh Ali Jaber rahimahullah.
Sebagai seorang muslim yang di setiap salat-nya membaca sebuah ayat dalam iftitah kita tetapi mengapa dalam kehidupan kita bertentangan.
Banyak dari muslim yang merasa gelisah, stres, dan mengeluh karena datangnya ujian. Hakikat dunia adalah ujian jika tidak ada ujian namanya surga.
Ketahuilah bahwa yang membuat kita tahan terhadap ujian dan menghadapinya adalah ingatlah bahwa semua itu tidak ada yang ada yang merugi di hadapan Allah selama kita ikhlas dan sabar.
Prinsip Syekh Ali Jaber dalam Ikhlas dan sabar, sempurna pahala, dan takdir akan berjalan (berlalu) sedangkan kita tetap akan diam di tempat. Sangat merugi jika kita tidak ikhlas karena hilang pahala tapi takdir tetap berjalan. Jadi, terserah kita mau pilih yang mana sempurna pahala atau rugi.
Rasulullah sudah menjanjikan bahwa tidak ada satupun bagi seorang mukmin walaupun hanya sebuah duri yang menancap pada tubuhnya yang tidak Allah gantikan dengan pahala. Begitu Maha Baiknya Allah terhadap orang mukmin dan hal itu hanya dimiliki oleh orang mukmin.
Hari ini sehat besok sakit, hari ini lancar besok macet, dan hari ini kaya besok miskin. Kenapa perubahan selalu ada? Tak lain karena ini ujian. Jangan kita kita orang paling kaya sekalipun tidak diuji. Justru kekayaannya itu adalah ujian. Orang miskin juga diuji tapi bukan diuji dari sisi harta, melainkan diuji dari sisi kemiskinannya.
Orang sehat yang tidak pernah sakit pun temasuk ujian. Jika dia sadar, nikmat sehat bisa menjadi ujian apakah dia selalu ingat dan bersyukur kepada Allah. Dan dia menggunakan nikmat ini untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Lupa bersyukur atas nikmat sehat berarti ujian. Nikmat sehat tersebut menjadi fitnah. Oleh sebab itu, orang saleh pintar dalam membedakan antara nikmat dengan ujian. Sangat pintar.
Mengapa mereka sangat pintar? Karena nikmat yang dia terima dianggap ujian. Dan sebaliknya, setiap ujian yang dia hadapi dianggap nikmat. Begini orang saleh bersikap.
Berbeda dari kebanyakan orang, saat mendapat ujian mereka bertanya, "Kenapa saya diuji oleh Allah?" Maka jika itu menimpa orang yang bekeluarga stres dan punya keturunan stres. Belum punya keturunan stres, begitu seterusnya dan seterusnya. Lalu, apa maunya manusia?