Mohon tunggu...
Saiful Furkon
Saiful Furkon Mohon Tunggu... -

Aku Cinta Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Sebut Ayah Banci !!!

22 Januari 2011   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:18 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Maksud bibi?"

"Yah selama ini keluarga juga nggak tahu kerjaan ayah apa"

Aku cemas. "Tapi nggak seperti yang diomongin orang kan"

"Hush...ngawur kamu. Emang bapakmu apaan. Kerja kok jadi banci"

Aku tenang. Mengelus dada mendengar pemberitahuan bibi. Kulihat guratan kebingungan tampak memenuhi ruang wajahnya. Sulit untuk membayangkan Ayah bekerja sebagai apa, selama ini yang kutahu Ayah pulang membawa uang. Yah hanya itu. Setiap kali aku tanya ayah bekerja apa, jawabannya selalu saja sama "Halal". Yasudahlah,akupu tidak boleh memaksa.

****


Hari ini minggu ketiga disemester dua. Aku benar-benar malas sekali untuk berangkat kesekolah. Selain hujan, hari ini juga ada pelajaran matematika yang siap menguras otaku. Bahkan pr kemarin pun belum terselesaikan. Entah kenapa aku benci banget dengan rumus-rumus matematika.

Kulirik kearah luar jendela, tampak hujan masih turun. Gemerciknya terdnegar beralunan diatap. Aku masih menunggu hujan reda. Kulirik jam dinding, nampak masih menunjukan pukul setengah tujuh. Setidaknya masih ada waktu kurang lebih seperempat menit untuk berdoa supaya hujan cepat reda.

Setelah yang tersisa hanya gerimis, aku memaksakan diri untuk berangkat. Yah bagiku ada sedikit keterpaksaan. Karena entah mengapa, selain benci dengan pelajarannya. Aku juga sedikit tidak suka dengan gurunya. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada didalam otak lelaki berkacamata tebal dan berperut buncit itu. Ia selalu menganggap aku adalah kebodohan dikelas. Hampir setiap kali disuruh maju, aku yang selalu kena. Tapi...sudahlah aku cape,tak ada waktu membahas lelaki itu.

Tepat dijalan, aku melihat seseorang yang membuat aku membenci. Ridwan, yah aku benci sekali lelaki sebayaku itu. Ia yang pernah menyorakiku semasa sd. Dan membuat aku malu tatkala ditempat jajan. Sepeertinya hatiku penuh dihantui rasa benci dan dendam. Walau ayah selalu mengajariku untuk selalu tabah dalam mendapatkan cobaan. Tapi sulit rasanya aku untuk membohongi diri.

"Woi!" gertakan Ridwan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun