Jika dibandingkan dengan musim-musim umrah pada periode sebelum pandemi, Masjid Haram Makkah dan Madinah memang sangat sepi. Tentu sulit memperkirakan jumlah jemaah secara persis.
Namun berdasarkan pengamatan langsung, saya memperkirakan kasar kapasitas masjid Haram Makkah dan Madinah mungkin hanya terisi sekitar 10 hingga 15 dari kapasitas normalnya.
Seperti diketahui, Masjid Nabawi di Madinah saat ini memiliki kapasitas normal yang bisa menampung sekitar 1.000.000 (satu juta) orang dalam satu kali pelaksanaan shalat limat waktu. Namun ketika berada di Madina selama tiga malam tiga hari, suasananya sangat sepi.
Hajar Aswad: jangankan dicium, disentupuh tidak bisa
Demikian juga suasana di Masjid Haram Makkah. Selain sepi, salah satu pemandangan suasana tawaf yang mencolok adalah tidak satupun jemaah yang dibolehkan menyentuh apalagi mencium hajar aswad. Jadi, jangankan dicium, disentuhpun tidak bisa.
Tidak terlihat jemaah petawaf yang berdesak-desakan berebut untuk mencium Hajar Aswad.
Sebagai gambaran, Ka'bah dikelilingi dua garis (semacam garis polisi): Garis pertama, mengelilingi Ka'bah pada jarak sekitar 1 sampai 2 meter di semua sisi dari dinding Ka'bah. Ruang/space antara garis pertama dan dinding Ka'bah adalah wilayah steril. Tidak ada jemaah yang boleh mendekat. Karena itu, sekali lagi, Hajar Aswad tidak mungkin disentuh, apalagi dicium.
Kemudian ada lagi garis pembatas kedua, yang posisinya berjarak sekitar 5 sampai 7 meter dari semua sisi Ka'bah. Ruang/space tawaf yang terletak antara garis pertama dan kedua dijadikan/difungsikan semacam koridor tawaf khusus untuk pengguna kursi roda. Dan Maqam Nabi Ibrahim berada di antara garis pertama dan kedua. Di bagian luar garis kedua itulah, semua jemaah umrah lainnya melakukan tawaf (lihat gambar ilustrasi).
Gambar ilustrasi dua garis pembatas yang dipasang menyerupai "garis polisi", untuk mengatur ruang gerak jamaah yang melakukan tawaf mengelilingi Ka'bahpada Desember 2021 (dokumen pribadi)
Gelang identitas jemaah umrah
Jika Anda pembaca adalah orang Indonesia yang pernah menunaikan haji melalui jalur reguler sebelum pandemi, pasti tahu dan akrab dengan gelang perak, yang bertuliskan beberapa informasi: "jemaah haji Indonesia", "tahun", "nomor kloter", lengkap dengan logo "Garuda" dan gambar bendera "Merah-Putih". Gelang perak ini berfungsi sebagai Identitas jemaah haji Indonesia.
Sebagai catatan, identitas jemaah haji berupa gelang perak ini awalnya hanya digunakan oleh jemaah haji Indonesia. Namun beberapa tahun terakhir, beberapa negara lain mencontoh jemaah haji Indonesia, dan ikut menggunakan gelang yang mirip dan bertuliskan identitas sesuai dengan asal negaranya.