Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesantren IMMIM (7), Mengenang Ritme Hidup Keseharian

17 Juli 2018   12:05 Diperbarui: 17 Juli 2018   14:57 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap kamar, biasanya memiliki jadwal santri yang bertugas menyapu dan mengepel lantai kamar, sekaligus membersihkan toilet. Dan ini dilakukan sehabis shalat subuh.

Bagi santri baru, sehabis shalat subuh, akan tetap tinggal di masjid, untuk belajar bahasa Arab selama sekitar satu jam, dan ini berlangsung selama setahun penuh, selama duduk di kelas satu. Pelajaran bahasa Arab di waktu subuh inilah, yang menjadi bekal utama tiap santri sehingga dapat berkomunikasi harian dalam bahasa Arab.

Selama semester pertama, para santri akan diajari atau dijejali bahasa Arab (kata kerja dan semua kata benda yang lazim digunakan dalam percakapan keseharian). Dalam hitungan saya, selama satu tahun itu, guru bahasa Arab akan mengajarkan metode penggunaan sekitar 800 kata kerja, plus 700 kata benda. Dan semua santri tanpa kecuali, pasti bisa berbahasa Arab setelah enam bulan belajar, dan semakin lincah setelah belajar selama satu tahun.

Dengan begitu, di Pesantren IMMIM, ada peraturan yang mengharuskan semua santri tak boleh lagi berbahasa Indonesia setelah semester pertama. Artinya, semua santri tanpa kecuali sudah dipastikan bisa berbahasa Arab setelah belajar selama enam bulan. Jangan heran, bila banyak santri yang kalau mimpi atau ngigau, ngomong dalam mimpi dengan menggunakan bahasa Arab. Dan mimpi/ngigau berbahasa Arab bisa terbawa ke rumah saat liburan.

Mandi pagi

Salah satu pemandangan menarik di Pesantrren IMMIM adalah ketika para santri melakukan mandi pagi berjamaah, dalam rentang waktu sekitar satu jam, sekitar 06.00 sampai 07.00. Pada tahun 1980-an, belum ada kamar mandi di pondok. Semua santri mandi di sumur.


Saat mandi, masing-masing santri membawa peralatan mandinya (sabun, sikat gigi, odol, shampo). Sebagian membawa sendiri timba air sumur. Semuanya meribun di sekitar sumur, dengan celana mandi masing-masing (konon celana mandi inilah, yang kadang bergantian atau kurang dirawat, yang merupakan penyebab utama banyak santri yang menderita kudisan di wilayah yang sensitif, hehehehe).

Dan di Pesantren IMMIM, ketika itu, terdapat empat sumur, yang melayani sekitar 500-an santri. Bisa dibayangkan, tiga sumur melayani sekitar 500 santri, sumur itu bisa habis airnya. Santri yang telat mandi dipastikan hanya akan kebagian sisa-sisa air sumur yang butek akibat tanah/ pasir di dasar sumur.

Sarapan

Sebagian kecil santri melakukan sarapan pagi sebelum mandi. Sebagian besar lainnya sarapan setelah mandi dan rapih dengan pakaian sekolahnya. Saya termasuk yang suka sarapan sebelum mandi.

Untuk sarapan, masing-masing santri akan membawa piring dan gelasnya. Lalu antri untuk disendokkan nasi dan lauk oleh petugas dapur (ketika itu, semua petugas dapur perempuan dipanggil dengan sebutan bibi). Di pagi hari, dapur umum juga menyediakan teh panas di gentong besar, yang manisnya tidak pernah sempurna (menurut selera saya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun