Mohon tunggu...
S. R. Wijaya
S. R. Wijaya Mohon Tunggu... Editor - Halah

poetically challenged

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Romantisisme untuk Mozaik Warteg

8 Desember 2010   18:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:54 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

.

Maka itu alangkah mudah bagi si Kliwon, seorang jurnalis buletin imajiner Warta Warteg, untuk membayangkan kataklisme bagi Babel celaka ini jika warteg dan semua restoran cilik dipajak-pajaki oleh pemda. Secara amat hiperbolis ia membayangkan jalan-jalan raya yang penuh sampah, pabrik berhenti berproduksi, dan para bos tak bisa berangkat kerja atau meeting. Transportasi massal lumpuh total karena para pekerjanya sakit hati plus malnutrisi. Ben modiar sisan kutha iki, batinnya. Dan diam-diam masih mengharap ibukota Indonesia boyongan ke Wonosari.

.

12916612741878942499
12916612741878942499
Dok. Pribadi

.

“Warteg adalah produk kebudayaan yang unik,” kata almarhum Irianto Kongkoli. “Warteg itu cermin egalitarianisme pesisir utara Jawa. Terlihat dari keragaman produknya, keterbukaan penyajiannya, kesamarataan bangku dan mejanya serta pola duduknya yang cenderung langsung menghadapkan pelanggan dengan pelayan. Jadi kau makanlah di warteg saja. Lestarikan dan merdeka.”


Merdeka apaan, Bang....

.

Pikiran Kliwon lantas melayang ke Sumeria, tiga milenium Sebelum Masehi, di mana Raja Urukagina merilis aturan resmi yang diberlakukan bagi kaum paling berkuasa ibukota: Haram bagi kalian, wahai pendeta dan ksatria serta para kroni, untuk melanggar batas kebun orang miskin demi mengambil selongsong ranting atau memetik sebiji buah pun dari sana!

Lalu Kliwon merinding bulu kuduknya melihat kenyataan mutakhir, 5.000 tahun kemudian, ketika welas-asih bagi pihak paling papa dihapuskan pelan-pelan dari kebijakan publik bukan-oleh-penguasa-monarki namun justru oleh gerak-gerik kekuasaan (yang konon) berasas kerakyatan.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun