Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Musashi: The Journey of A Warrior & The Book of Five Rings (16)

3 Mei 2016   23:05 Diperbarui: 2 Juni 2016   20:38 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Munisai tersenyum. “Memikirkan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan, kedua hal itu sama-sama tidak ada gunanya.”

Ia lalu melanjutkan, “Seperti yang Anda katakan barusan, kita memang seharusnya ‘hidup’ di saat ini. Hari ini, sekarang, waktu itulah yang sepatutnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Tak ada gunanya menyesali masa muda jika ketika berusia muda tidak melakukan hal-hal yang bermanfaat.”

Walaupun sepertinya ia sedang membahas masalah Zen dengan Dorin, sebenarnya Munisai menyampaikan pesan kepada biksu itu agar ia sungguh-sungguh membimbing Bennosuke untuk tidak menyia-nyiakan masa mudanya.

“Lebih banyak orang menyesali apa yang tidak mereka kerjakan di usia muda, ketimbang apa yang telah mereka lakukan di masa mudanya.”

Dorin sepenuhnya memahami perkataan Munisai.

“Aku tidak akan mengecewakan Anda. Aku akan membimbing Bennosuke sebaik-baiknya.”

“Terima kasih,” Munisai meletakkan kedua tangannya di atas pahanya lalu menundukkan kepalanya sedikit. “Baiklah kalau begitu, aku mohon diri.” Ia lalu bangkit berdiri dan meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal Munisai, Dorin memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Bennosuke. Anak itu sudah mandiri dan boleh dibilang mampu mengerjakan segala macam tugas, pelajaran, ataupun pekerjaan yang bisa dituntaskan oleh bocah seusianya.

Ia tahu Munisai secara tidak langsung pernah menyinggung keinginannya pada Bennosuke agar bocah itu angkat kaki dari rumah ini.

Lalu, apa hubungannya dengan apa yang dibicarakannya barusan? Apa pun yang dikatakan Munisai tidak akan bisa membuat bocah itu melupakan masa lalunya, melupakan kenangan hidupnya ketika ia masih kecil, atau bahkan melupakan rumah ini – tempat ia dilahirkan dan dibesarkan hingga saat ini, seburuk apa pun hubungannya dengan ibu tirinya itu.

Berpikir demikian, Dorin menjadi termenung – persis Munisai beberapa saat yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun