Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Musashi: The Journey of A Warrior & The Book of Five Rings (16)

3 Mei 2016   23:05 Diperbarui: 2 Juni 2016   20:38 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Kemelekatan pada kenangan masa lalu, pada hal-hal yang menyenangkan dan indah, merupakan suatu kebodohan. Apalagi pada hal-hal yang buruk dan menyakitkan. Terus mengingat sesuatu yang telah terjadi di masa lalu dan tidak akan dapat kembali lagi …” Ia membuka genggaman tangannya seolah-olah menunjukkan sesuatu pada Dorin. Sesuatu yang tampak bergerak-gerak di telapak tangan Munisai untuk kemudian terbang keluar ruangan.

Dorin terperangah melihatnya.

Lalat? Sejak kapan lalat itu ada dalam genggamannya?

Saat ini serangga tersebut memang tidak terlihat sebanyak waktu musim panas.

“Merupakan suatu kelemahan, sesuatu yang menghambat kemajuan orang untuk terus meningkatkan kemampuannya.”

Munisai menggerakkan tangan kirinya perlahan seolah menyapu lantai lalu menutup kepalannya. Ia kembali membuka genggaman tangannya itu di hadapan Dorin. Sekali lagi ada seekor lalat di telapak tangan yang terbuka itu, menggerak-gerakkan kaki-kaki dan tubuhnya sebentar, dan kemudian terbang keluar ruangan.

Dorin melirik tatami ruangan itu. Ada beberapa ekor lalat, tidak banyak, mungkin kurang dari lima ekor. Munisai mampu menangkapi lalat-lalat ini?

Gerakan tangan Munisai terkesan perlahan, lembut, seolah tanpa tenaga. Ia pun tidak melihat ke arah mana tangannya itu digerakkan. Ia seolah-olah tidak peduli dan melakukannya asal saja. Kenyataannya, ia sanggup menangkap lalat itu hidup-hidup! Ia tidak melihatnya namun mampu merasakan keberadaan serangga itu.

“Seperti dua ekor lalat itu. Kita bisa menangkap dua ekor lalat, tetapi lalat yang kedua tidaklah sama dengan lalat yang pertama. Lalat yang pertama telah terbang entah ke mana. Di luar sana, aku pun tidak mampu membedakan lalat yang pertama dengan yang kedua ataupun dengan lalat-lalat yang lain.” Munisai seperti tersenyum – namun nada suaranya terdengar getir. “Memikirkan masa lalu, mengingat-ingatnya, dan ingin meraihnya kembali – menganggapnya sebagai sesuatu yang perlu dikenang, tidak ada manfaatnya.”

Dorin menganggukkan kepalanya.

“Anda benar. Kita memang seharusnya ‘hidup’ di saat ini, sekarang.” Yang dimaksudkan oleh Dorin adalah menjalani keseharian, beraktivitas, berpikir, dan bertindak dengan berfokus pada saat ini. Jika lapar, makan. Jika mengantuk, tidur. Demikianlah salah satu falsafah sederhana yang dipelajarinya dari Zen. Kebanyakan orang memikirkan hal-hal lain di luar apa yang dihadapinya saat ini. Ketika sedang makan, seseorang berpikir tentang masalah-masalah yang lain. Ketika seseorang seharusnya beristirahat dan tidur, pikirannya melayang memikirkan banyak hal yang malah mengganggu dan meresahkan dirinya sehingga sewaktu terbangun keesokan harinya, orang itu malah merasa capek. Kurang tidur, begitu alasannya. Padahal semua itu berasal dari dirinya sendiri yang tidak bisa menikmati berkat yang ada saat ini. Saat ketika ia seharusnya bersyukur karena ia masih hidup dan diberikan kesempatan untuk menjalaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun