Mohon tunggu...
Rio Anggara
Rio Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

13 Jan 1913

23 November 2020   00:15 Diperbarui: 23 November 2020   00:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kubantu dia berdiri, dia melihat kesekelilingnya, bingung.

"Ini dimana?" Tanyanya.

"Kita dipemakaman." kataku. "Lagipula, apa yang kamu lakukan disini?" Tanyaku lagi

"Aku tidak ingat apa-apa, yang kutahu aku baru saja pulang dari dokter dan merasa ada yang mengikuti. Kupercepat langkahku tapi dia masih mengikutiku hingga sampai pertigaan. " Jelas Annie.

"Cuma itu saja?" Tanyaku memastikan. Annie mengganguk.

"Yasudah, lebih baik kita sekarang pulang, ayo biar kuantar ke rumahmu." Kataku

Baru saja kuambil lenteraku, kudengar suara tawa lagi. Kali ini suaranya lain, suaranya pelan dan kecil seperti manusia. Bulu kudukku berdiri, Annie langsung bersembunyi dibelakangku, kami menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Ketika ketegangan semakin memuncak, tawa itu mendadak berhenti. Dari balik kabut kulihat sesosok manusia sedang berdiri didepan kami. Kuarahkan lenteraku untuk melihat lebih jelas dan kulihat Tiero berdiri disana, tersenyum lebar.

Aku berusaha agar tidak teriak. Kulihat kondisi nya lebih parah dari sebelumnya, tubuhnya penuh luka lebam dan sayatan bekas melarikan diri. Dipergelangan tangan dan kakinya, terdapat tali yang sudah putus. Matanya mengawasi kami seperti predator mengawasi mangsanya. Kusuruh Annie mundur kebelakang, dia mengangguk Dan kamipun mundur secara perlahan-lahan. 

Kami sudah mundur lumayan jauh darinya hingga.. krak! Rasa panik langsung menjalar keseluruh tubuhku Aku menoleh kebelakang dan melihat Annie menginjak ranting ditanah. Annie ketakutan dan kelihatan hendak menangis, Aku menyuruhnya untuk tetap tenang tapi terlambat, kudengar suara tertawa. Refleks kupalingkan wajahku kearah Tiero, dia sudah menghilang dari tempatnya berdiri. Kabut kembali menebal, Rasa takut yang mencekam langsung mengontrol otakku, membuat kedua kakiku gemetaran tak terkendali.

Annie langsung bersembunyi dibalik punggungku, tidak mau melihat apa yang ada didepannya. Entah kenapa dipeluk Annie dari belakang memberikanku dorongan untuk melindunginya, melindunginya dari apapun yang ada dibalik kabut itu, dari apapun yang ada di dunia ini. Aku ingin memberikannya perlindungan, agar dia bisa tersenyum bahagia, bukannya menangis ketakutan seperti yang ada dihadapanku ini. Aku ingin memberikan pelukan hangat, menenangkannya dan mengatakan bahwa semua ini akan baik-baik saja. Aku harus melakukan sesuatu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun