Mohon tunggu...
Rio Anggara
Rio Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

13 Jan 1913

23 November 2020   00:15 Diperbarui: 23 November 2020   00:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika aku berpikir bagaimana caranya keluar dari situasi ini. Kulihat ada sepasang bola mata memperhatikanku. Tau apa yang akan terjadi, aku mendorong Annie menjauh dariku.

Dengan gerakan yang cepat, Tiero langsung menerjangku. 

"Lari! Tinggalkan aku sendiri, cari bantuan!" Teriakku sambil berusaha melawan balik. Tanpa pikir panjang, Annie langsung berlari mencari bantuan, Tinggal kami berdua.

Walaupun sedang terluka, Tiero masih sama kuatnya ketika pertama kali kami bertemu. Aku terus memukulnya tapi dia sama sekali tak peduli. Dia tersenyum, menunjukkan giginya dan berusaha menggigit leherku, aku menghindar dan kutendang tepat diperutnya. Dia kelihatan marah dan langsung mencekik leherku. 

Aku mulai kesulitan bernapas, tanganku bergerak bebas mencoba mencari sesuatu yang bisa kugunakan sebagai senjata, kutemukan sebuah batu sebesar roti lapis dipasar dan kuhantamkan kepalanya. Tiero langsung jatuh kesebelahku, darah mengalir keluar dari kepalanya, tidak ada sedikit tanda-tanda kehidupan darinya. 

Aku bernafas lega, berpikir bahwa semua ini telah berakhir. Baru saja aku berdiri kakiku ditarik kebelakang hingga membuatku terjatuh, kulihat kebelakang dan kudapati Tiero memegang kakiku. Wajahnya rusak berat, tengkoraknya penyok dan banyak darah keluar dari kepalanya. Dia sudah tak bisa dikenali lagi. Aku berusaha melepaskan diri tapi itu malah membuat genggamannya semakin kuat, kutendang tangannya berharap dia akan melepaskan pegangannya namun tak ada gunanya, dia malah kelihatan menikmatinya

Tiero tertawa melihatku tak bisa berbuat apa-apa. Perlahan tapi pasti, dia menarikku kembali ke pohon beringin. Putus asa, kutendang mukanya. Terdengar suara basah tulang-tulang yang patah karna tendanganku. Kutendang Tiero sekali lagi berharap dia akan melepaskan pegangannya, namun tendangan itu langsung ditangkapnya dia kelihatan sangat marah sekali. Dengan satu gerakan memutar, Tiero mematahkan kakiku bagaikan batang lidi. Rasa sakit yang dihasilkan langsung membuatku berteriak kesakitan.

Pada titik ini aku sudah kehabisan akal untuk kabur, aku tak bisa melakukan apa-apa lagi, kakiku patah dan aku sudah kelelahan. Kupikir inilah akhirnya, aku hanya tinggal menunggu ajalku.. dor! Kudengar suara tembakan, kulihat Tiero terkapar di tanah. Ada lubang diantara bola matanya. Kucoba mencerna apa yang barusan terjadi "Jason!" Teriak seseorang dari belakangku, aku menoleh kebelakang, dan kulihat Annie menghampiriku. Disebelahnya, salah satu penjaga desa kami memegang senapan. 

Annie langsung berlari kearahku dan memelukku dengan erat. Pelukannya terasa hangat dan lembut. Air mata menetes dari kedua kelopak matanya.

"A-aku takut kamu kenapa-napa, jadi buru-buru kucari bantuan." Isaknya.

"Sudah tidak papa, tidak usah menangis. Aku masih ada disini kok." Kataku mencoba menenangkannya, dia tak mau melepas pelukannya. Takut jika dilepaskan aku akan meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun