Mohon tunggu...
Rusti Lisnawati
Rusti Lisnawati Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia yang senang dengan sesuatu yang berbau fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Funiculi Funicula: Menjelajahi Waktu Bersama Secangkir Kopi

13 Desember 2023   11:35 Diperbarui: 13 Desember 2023   11:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian kedua menceritakan tentang sepasang suami-istri antara perawat dengan laki-laki yang divonis penyakit Alzheimer. Perawat itu bernama Kotake dan suaminya Fusagi. Kafe Funiculi Funicula adalah tempat favorit mereka berdua. Di sana pertama kali mereka bertemu. Setiap istirahat dan sepulang kerja, Kotake selalu mampir dan memesan kopi. Ia suka kopi di kafe yang dikelola oleh keluarga Tokita. Kotake sudah mengetahui sejak lama keajaiban kafe tua itu. Tetapi, baru sekarang ia ingin membuktikannya. Kotake ingin kembali ke masa lalu. Ke masa ketika Fusagi tak sempat memberikannya surat. Kotake ingin membacanya.

Bagian ketiga sedikit menguras perasaan pembaca. Di bagian ini diceritakan tentang penyesalan yang dirasakan oleh seorang kakak yang selama ini selalu menghindari pertemuan dengan adiknya. Adalah Hirai, sosok kakak yang tidak mau bertemu lagi dengan adiknya yang selalu meminta ia pulang. Bukan tanpa alasan Hirai enggan pulang. Alasannya karena ia sudah tahu apa yang akan terjadi ketika dirinya pulang: diminta melanjutkan bisnis penginapan keluarga. Hirai seorang berjiwa bebas. Ia akan melakukan apa saja yang diinginkannya. Dan Hirai tidak tertarik dengan bisnis penginapan yang semula diwariskan kepadanya. Hirai pergi ke Tokyo dan membuka usaha bar. Penyesalan Hirai bermula ketika adiknya berkunjung ke kafe ini dan Hirai memilih bersembunyi di bawah konter. Adiknya menitipkan surat kepada Kei. Hirai tidak peduli dengan surat dari adiknya. Dia juga tidak tahu kalau mobil yang dikendarai adiknya mengalami kecelakaan dan adik Hirai meninggal di tempat. Didorong rasa penyesalan yang tinggi, Hirai ingin mencoba keajaiban kafe milik Nagare Tokita ini. Ia ingin memutar waktu dan bertemu dengan adiknya untuk terakhir kalinya.

Bagian keempat adalah bagian yang banyak mengandung bawang. Bagian ini memuat cerita tentang ibu dan anak. Ibu itu adalah Kei Tokita, istri dari pemilik kafe Funiculi Funicula. Sejak lahir, Kei divonis riwayat jantung lemah. Ia sudah terbiasa bolak-balik rumah sakit sejak kecil. Namun, Kei selalu tersenyum bagaimana pun kondisinya. Kei ingin menjelajahi masa depannya. Ia ingin bertemu dengan anak yang bahkan tak akan dikenalinya. Sebab ketika usia kandungan Kei menginjak trimester satu, dokter menyarankan untuk mengugurkan kandungannya karena berbahaya untuk kesehatan Kei. Nagare Tokita setuju dengan saran dokter, tetapi Kei kukuh ingin mempertahankan anaknya. Alasan Kei ingin terbang ke masa depan adalah untuk mengetahui apakah anak yang sejak di kandungan ia pertahankan masih hidup atau tidak. Itu semua didasari kepercayaan Kei yang yakin usianya tidak akan panjang.

Berdasarkan logika, perjalanan menjelajahi waktu adalah sesuatu yang mustahil. Namun, melalui kafe Funiculi Funicula mereka bisa kembali ke masa yang diinginkan. Akan tetapi, tawaran itu tidak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa peraturan rumit yang harus diingat oleh mereka yang ingin menjelajahi waktu. 

Pertama, mereka tidak boleh berpindah tempat dari kursi tertentu. Mereka harus tetap duduk di kursi yang telah ditentukan. Kedua, apa pun yang mereka lakukan di masa yang didatangi kenyataan di masa kini tidak akan berubah. Semisal Fumiko bisa kembali ke Minggu lalu, dia tidak bisa menahan Goro untuk tetap berada di sisinya. Ketiga, mereka harus menghabiskan kopi khusus sebelum kopi itu dingin. Keempat, mereka hanya bisa menjelajahi waktu dengan menduduki kursi yang selalu diduduki wanita bergaun putih.

Novel Funiculi Funicula cocok dibaca untuk kalian yang menyukai kopi, karena novel ini berlatar belakang di kedai kopi. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini lumayan santai dan pembahasannya tidak berat. Dalam novel pertamanya ini, Toshikazu seolah-olah menawarkan permainan imajinasi yang luas. Perjalanan menjelajahi waktu saya kira hanya bisa ditemui di film kartun Nobita dan Doraemon. Namun, siapa sangka kalau Toshikazu menciptakan novel tentang perjalanan menjelajahi waktu yang dikemas dengan apik. Semua kejadian dijabarkan dengan runtut oleh Toshikazu. Dimulai dari awal hingga akhir, ia jabarkan dengan jelas dan santai.

Namun, cerita di tiap-tiap bab kurang detail. Toshikazu tidak menceritakan lebih rinci tentang tokoh-tokoh yang ada dalam novel. Barangkali novel kedua dari Funiculi Funicula yang akan memberi rincian seputar para tokoh dalam Funiculi Funicula pertama ini. Penggunaan alur maju dan mundur juga sedikit mengganggu pembaca. Secara tersirat, Toshikazu seakan-akan meminta pembaca untuk fokus dan tidak terlalu tertuju pada satu tokoh. Sebab, di setiap bab, para tokoh akan mengalami pergeseran peran dan cerita. Seperti misalnya Hirai, di bab pertama ia berperan sebagai tokoh pendamping kemudian di bab ketiga dia berperan sebagai tokoh utama dalam cerita. Oleh karena Funiculi Funicula merupakan novel terjemahan yang dialih bahasakan oleh Dania Sakti novel ini sedikit kaku. 

Tidak seperti novel Toko Kelontong Namiya yang sama-sama novel terjemahan namun bahasanya lebih santai dan segar. Funiculi Funicula dan Toko Kelontong Namiya masih membahas cerita yang sama yaitu perjalanan menjelajahi waktu. Namun, isi ceritanya berbeda. Di awal saya sudah mengatakan, tulisan Toshikazu selalu berhubungan dengan kopi dan penyaji kopi. Buku ini cocok dibaca ketika senggang. Selain karena pembahasannya ringan, halamannya juga tidak tebal hanya sekitar dua ratus dua puluh empat halaman.

Seandainya Toshikazu bisa lebih menjelaskan dengan detail lagi pembawaan setiap tokoh tentu itu bisa membuat novel ini lebih menarik lagi. Penulis buku juga bisa menambahkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada setiap tokoh setelah mereka mengunjungi masa yang didatangi. Sebab, di sini Toshikazu hanya menceritakan perjalanan mereka menjelajahi waktu tidak dengan kelanjutan hasil perjalanan itu. Gaya bahasa yang dipakai sepertinya bisa dibuat lebih santai lagi. Menurut saya, buku ini bisa dijadikan teman ketika senggang oleh mereka yang menyukai novel dengan konflik ringan dan suasana baru. Pesan saya, jangan terlalu berharap dengan novel pertama Toshikazu Kawaguchi ini karena akhir cerita tidak selesai di sini. Masih ada kisah lanjutan yang dituang dalam novel selanjutnya yaitu Funiculi Funicula: Kisah-kisah yang Baru Terungkap. Tetapi, jika kamu penyuka novel perjalanan mesin waktu, Funiculi Funicula bisa dijadikan referensi atau memasukkan namanya ke list buku yang diinginkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun