Mohon tunggu...
Muhamad Idris Solihin
Muhamad Idris Solihin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa UINKHAS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Islam dan Mobilitas Sosial

24 November 2023   08:20 Diperbarui: 24 November 2023   08:20 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sejak saat itu, saya termotivasi untuk meningkatkan taraf keluarga saya tanpa ayah, terutama ibu saya. Keahlian khusus ini saya peroleh karena sering membongkar dan memasang kembali komputer karena sekolah (SMP) dulu memiliki fasilitas komputer dan dari situlah saya tertarik. di komputer, jadi ketika saya menemukan YouTube, saya sudah mengenalnya." [24] 

Informan tersebut di atas mengungkapkan bahwa ia berhasil mencapai mobilitas sosial pada jenjang pendidikan yang sebelumnya tidak mungkin tercapai karena status quo (asal golongan), Ayahnya yang merupakan pencari nafkah keluarga meninggal dunia sehingga meninggalkan dirinya dan keluarganya. Ibunya tidak mampu menyekolahkannya namun ia mendapat bantuan karena biaya masuknya gratis dan akhirnya mimpinya untuk melanjutkan dan meningkatkan kursus pendidikannya menjadi kenyataan (Tujuan Kursus) dan ia berhasil mendapatkan pengalaman belajar di MTs 1 Watu Lempit:

"Saya berasal dari keluarga sederhana karena bapak saya baru lulus SD, dan prestasi saya di SMP adalah aktif mengikuti organisasi dan memenangkan penghargaan seperti lomba pidato, itu sangat memotivasi saya. Alhamdulillah saya bisa melanjutkan sekolah sekali lagi alhamdulillah saya sudah sampai di perguruan tinggi dan sekarang sudah punya usaha kecil-kecilan, karena di sekolah kita belajar berwirausaha. Kita disuruh buat karya dan itu diperjual belikan, ya dari situ udah dikenalin dengan cara berwirausaha".[25] 

Orang dalam tersebut di atas mengungkapkan bahwa ia juga berhasil mencapai mobilitas sosial dengan tingkat pendidikan yang sebelumnya tidak mungkin tercapai karena keadaannya saat ini (asal golongan), ayahnya hanya tamatan MT dan tidak mampu menyekolahkannya. Pasalnya biaya pendidikan saat itu cukup mahal untuk kelas ekonomi mereka, namun dengan bantuan tiket masuk gratis, impiannya untuk terus naik kelas pendidikan akhirnya terwujud (Kelas Tujuan). Orang dalam berikut juga menyatakan bahwa situasi sederhana dan latar belakang siswa yang serupa mendorongnya untuk meningkatkan status sosialnya 

"Waktu itu saya bisa bilang, latar belakang keuangan saya sangat miskin dan orang tua saya bekerja serabutan karena mereka hanya lulusan MTs dengan 5 orang anak. Motivasinya mungkin karena status sosial sebagian besar dari 33 siswa kami adalah Same (rentan). Jadi mungkin memang akan ada tingkat persatuan yang tinggi, jadi akan ada kohesi, dan kita bahkan akan membentuk sesuatu yang disebut Malawi, satu grup per kelas, dan kemudian tim futsal, tim sepak bola, kita juga melihat masing-masing sering-seringlah menjalin silaturahmi, intinya kita saling support."[26] 

Situasi yang dihadapi JV juga sangat beralasan, karena membesarkan lima orang anak plus seorang istri, tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga cukup berat. Horton dan Hunt) "meyakini bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas dalam masyarakat modern, yaitu faktor struktural dan faktor individu." Fakta yang jelas, faktor struktural bukanlah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya mobilitas sosial pada alumni MTs 1 Watu Lempit, mereka bukanlah anak dari keluarga terpandang (tokoh masyarakat), dan bukan juga anak dari golongan ekonomi bawah. Dalam istilah Warner, dalam kelas bawah-atas kelompok ini terdiri dari "kelas pekerja", yang mencakup pekerja kerah biru dan pekerja manual. Fakta bahwa mereka berasal dari keluarga miskin diakui oleh narasumber seperti:


"Status keuangan saya menengah ke bawah, pekerjaan orang tua saya membuka sanggar, dan karena saya baru lulusan MI, usahanya saat itu sedang turun."[27] 

Hampir semua alumni mengkampanyekan mobilitas sosial. Kekurangan yang dimilikinya mengantarkannya menjadi siswa MTs 1 Watu Lempit. Mereka berasal dari status ekonomi yang sama (kurang mampu) dan status pendidikan yang sama. Berangkat dari status tersebut, mereka berusaha memanfaatkan pengalaman pendidikan yang ada untuk berubah, kemudian terus naik ke jenjang yang lebih tinggi. Upaya semacam ini tidak terlepas dari kesan. dan motivasi. Semasa bersekolah, meskipun banyak berkembang di luar, atau setelah menjadi alumni MTs 1 Watu Lempit, mereka semua mengakui dirinya sebagai alumni yang memiliki pengalaman, motivasi dan keterampilan di bidang komputer, organisasi, latihan pidato dan seni lainnya, di luar (Setelah lulus) mempunyai kemampuan dalam mengembangkan bakat pribadinya, terlihat dari wawancara bahwa situasi kemampuan yang kurang memberikan kepercayaan diri alumni untuk terus bertransformasi menjadi manusia yang lebih baik dan kreatif.

  • Peran Pendidikan sebagai Pendorong bagi Mobilitas Sosial Alumni MTs 1 Watu Lempit

Sejak ditetapkannya dua paket peraturan Undang-Undang otonomi daerah (UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999) yang kemudian ditambahkan dengan ditetapkannya lagi dua paket Undang-Undang otonomi baru sebagai penggantinya (UU No. 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004) sebagai landasan hukum pelaksanaan otonomi yang ada di daerah, maka sektor pendidikan di Indonesia juga mendapatkan dampak positif, dikarenakan sektor ini, sebagai salah satu dari enam belas bidang pemerintahan yang wajib dikelola (secara otonom) dan telah menjadi kewenangan dari daerah Kabupaten/Kota (Pasal 14 ayat 1 UU No. 32 tahun 2004), sehingga pelaksana manajemen pendidikan pada era otonomi kali ini diharapkan lebih memberikan kesan demokratis serta kemandirian untuk berkembang dan memberikan peluang seluas-luasnya bagi peran serta untuk partisipasi masyarakat.

Fakta di atas membuat MTs 1 Watu Lempit bisa berkembang dengan mengedepankan mutu pendidikan dan mendidik sesuai visi dan misinya. MTs 1 Watu Lempit menjadi wadah pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat dan menjadi wadah filantropis bagi seluruh siswa yang kurang mampu dan merasa hidupnya terbantu dengan hadirnya sekolah ini. Responden yang diwawancarai oleh peneliti mengakui bahwa pendidikan memainkan peran penting dalam mobilitas sosial:

"Aku anak dari keluarga yang berantakan jadi kalau aku tidak sekolah aku bukan apa-apa, semua orang tidak ingin hidup seperti kemarin, mereka ingin lebih maju, mereka ingin membahagiakan orang tua mereka dan mereka ingin bisa membantu orang lain, yang ingin hidup nyaman seperti itu, itu benar sekali... Selepas MT aku melanjutkan ke MAN, kemudian melanjutkan kuliah dan menekuni hobiku, berwirausaha, dan aku mengajar disekolah-sekolah.Di MTs Whassap In Grup, biasanya kami banyak berbagi informasi tentang pekerjaan atau informasi lainnya."[28] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun