Sudah tiga minggu sekolah saya menerima MBG, sampai saat ini anak-anak menerimanya dengan suka cita. Namun jika ada yang kurang menyukainya, kami sebagai guru menyarankan untuk membawanya pulang sehingga makanan tidak mubadzir.
Menanamkan rasa syukur pada Allah SWT
Munculnya MBG menjadi polemic di masyarakat, ada pro dan kontra. Ada yang menerimanya dengan suka cita karena merasa diuntungkan, namun ada yang tidak suka karena merasa dirugikan. Tentu setiap kebijakan tidak memenuhi kepuasan public.
Ada sebagian masyarakat merasa senang karena anak-anak mereka mendapat jatah makan bergizi, yang mungkin kondisi di rumah tidak memenuhi standart gizi sesuai kebutuhannya.
Untuk itu saya sering menyampaikan kepada anak-anak bahwa adanya MBG perlu kita syukuri karena kita mendapatkana makanan gratis yang sudah mencukupi nutrisi kebutuhan tubuh kita.
Tapi bagi mereka yang mampu secara finansial, makanan tersebut tidaklah mempunyai efek apapun. Mereka merasa mampu memberikan yang lebih buat anak-anak mereka. Saya sendiri juga mempunyai wali murid yang berlebih, anaknya  juga tidak mau makan, tapi dia selalu membawa tempat bekalnya untuk kemudian diwadahi dan dibawa pulang.
Saya menyampaikan program ini bertujuan baik, dan sepatutnya kita bersyukur karena mendapatkan jatah setiap hari tanpa membayar apapun.
Adapun sisi negatifnya antara lainÂ
Penjual jajanan di sekolah merasa merugi Â
Banyak penjual jajanan keliling yang mengandalkan penghasilannya dari sekolah-sekolah. Dia mangkal saat istirahat, seperti suami Mbak Manis, dia pedagang penthol di beberapa sekolah, istirahat pertama dia mangkal di sekolah Nusa Bangsa, saat istirajat kedua dia menuju sekolah Taman Siswa.
Begitulah setiap hari dia mencari penghasilan, namun saat MBG muncul, penghasilannya menurun drastis, anak-anak yang semula jajan, sudah berkurang mereka lebih menikmati MBG secara gratis.